Rabu, 17 Desember 2014

Kelompok 15 Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas Dan Penangananya Perubahan Psikologis)

Deteksi Dini Komplikasi Masa Nifas Dan Penangananya
Perubahan Psikologis

Kelompok 15
Nama:
Ananda Riski Zuni
Dian Listia Wardani
Oris Susanti


Program Studi DIII Kebidanan
STIKes Abdi Nusantara

BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Setelah persalinan seorang wanita akan mengalami masa nifas ( peurperium ). Masa nifas ini dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula sebelum hamil. Masa nifas merupakan masa sesudah persalinan yang di perlukan untuk pemulihan kembali organ reproduksi dengan tenggang waktu 42 hari atau 6 minggu atau 1 bulan 7 hari . Pada masa nifas ini selain menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada organ wanita, akan menyebabkan pula terjadi perubahan kondisi kejiwaab (psikologi) ibu. Dari yang semula belum mempunyai momongan kini ia telah menjadi ibu sekaligus orang tua bagi bayi mungilnya.http:/Sabili.
Menjadi orang tua, adalah masa krisis tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi ini . Secara psikologi seorang ibu akan merasakan gejala-gejala psikiartik setelah melahirkan .         Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita yang tengah mengalami masa melahirkan baik secara fisik maupun psikis . Sebagian wanita ada yang behasil menghadapi masa tersebut dan sebagian wanita ada pula yang tidak bisa menyesuaikan diri, bahkan bagi mereka yang tidak dapat menyesuaikan dili akan mengalami gangguan-gangguan psikologis. Menurut data WHO tahun 2009, kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang memiliki rasio tertinggi dengan 500 kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup. ( Http:/Jsuyono.blogspot.com/2012/10/masa-nifas.html ).Angka kematian ibu ( AKI ) di Indonesia sangat memprihatinkan temasuk angka kematian yang tertingggi dari hasil Surve Demografi dan Kesehatam Indonesia (SDKI) , angka kematian ibu pada tahun 2009 adalah sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup ( co.id).

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari masa nifas ?
2.      Apa saja klasifikasi pada masa nifas ?
3.      Apa gangguan psikologis masa nifas ?
4.      Bagaimana peran dan tanggungjawab bidan pada masa nifas?




BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Nifas
Nifas adalah masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat – alat kandungan dan anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan selama 6 minggu.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase berikut :
1.      Fase taking in
Merupakan periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.  Pengalaman setelah prosesn persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
2.      Fase taking hold
Periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menirima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga  timbul percaya diri.
3.      Fase letting go
Fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.  Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudaah meningkat. Ada kalanya, ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya keadaan ini disebut baby blues.

B.   Klasifikasi
Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :
1.      Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
2.      Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
3.      Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu – minggu, berbulan – bulan atau tahunan.

C.   Gangguan Psikologis pada masa Nifas
Gangguan Psikologis pada Masa Nifas yaitu dimana ibu nifas udah mampu menyesuaikan diri dengan perubahan  - perubahan yang terjadi setelah melahirkan, gangguan psikologis pada masa nifas terbagi menjadi :
1.     Post Partum Blues
Disebabkan oleh perubahan perasaan  yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari – 2 minggu sejak kelahiran bayi. Sebetulnya hal ini hal yang normal dan akan hilang dengan sendirinya sekitarnya 10-14 hari setelah  melahirkan.
Ø  Penyebabnya  :
A)      Perubahan hormonal, Berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin,dan estriol yang yang terlalu rendah.

B)    Stress
C)    ASI tidak keluar
D)    Frustasi yang tidak mau tidur
E)     Kelelahan pasca kelahiran.
F)     Suami yang tidak mau membantu
G)    Problem orang tua dan mertua
H)    Takut kehilangan bayi
I)       Takut untuk melakukan hubungan seksual dengan suami istri
J)       Bayi sakit
K)    Rasa bosan si ibu


Ø  PERAN BIDAN
1.      Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya.
2.      Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan datang.
3.      Waspada terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :
Ø  Perilaku negatif orang tua
Ø  Sikap verbal dan nonverbal
Ø  Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)
Ø  Ucapan kekecewaan/merendahkan
4.      Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya).
5.      Mendorong orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif tentang bayi.
6.      Berikan anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :
Ø  Anjurkan pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin menangis, marah, lebih baik dekspresikan saja.
Ø  Usahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan gunakan untuk tidur, walaupun hanya 10 menit).
Ø  Berikan motivasi pada ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang “menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan, dan lain-lain
Ø  Minta bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu mengurus si kecil.
Ø  Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.
Ø  Hindari makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung kafein, karena kedua makanan ini berfungsi untuk memperburuk depresi.
Ø  Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar.
Ø  Coba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan dari mereka bisa membantu mengurangi depresi

2.     Depresi post partum blues
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga 10 hari sejak kelahiran  bayinya.Gejala-gejala post partum blues, sebagai berikut :
1.      Cemas tanpa sebab
2.      Menangis tanpa sebab
3.      Tidak percaya diri
4.      Tidak sabar 
5.      Sensitif, mudah tersinggung
6.      Merasa kurang menyangi bayinya
7.      Tidak memperhatikan penampilan dirinya
8.      Kurang menjaga kebersihan dirinya
9.      Gejala fisiknya seperti : kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang berdebar-debar.
10.  Ibu merasakan kesedihan, kecemasan yang berlebihan
11.  Ibu merasa kurang diperhatikan oleh suami ataupun keluarga.
Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1.      Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
2.      Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
3.      Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
4.      Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan.
5.      Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga.
6.      Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jikamereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupanyang menakan.Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, kekurangangizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Ø Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disini adalah cara mengatasi gangguan psikologis pada nifas dengan post partum blues. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini yaitu :
 Dengan cara pendekatan komunikasi teraupetik. Tujuan dari komunikasi teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1.      Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi.
2.      Dapat memahami dirinya.
3.      Dapat mendukung tindakan konstruksi.
4.      Peningkatan support mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a.       Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampaihari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalaman selama proses persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini membua tcenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya. 
b.      Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah persalinan. Padafase ini ibu merasa khawatir akan ketidak mampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalammerawat bayi. Pada fase ini ibu karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percayadiri.
c.       Fase letting go, merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawatdiri dan bayinya sudah meningkat.

Ø  Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
1.      Anjurkan ibu untuk merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu  memperhatikan si ibu.
2.      Menu makanan yang seimbang.
3.      Olah raga secara teratur .
4.      Mintalah bantuan pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5.      Rencanakan acara keluar bersama bayi berdua dengan suami.          

3.     Post partum psikosa
Adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainya , wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.
Ø  Faktor penyebab
1.      Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik).
2.      Faktor obstetric dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi)
3.      Karakter personal seperti harga diri yang rendah
4.      Perubahan hormonal yang cepat
5.      Ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan
6.      Kehamilan tidak diinginkan
7.      Merasa diisolasi
Ø  Gejala
1.      Curiga yang berlebihan
2.      Kebingungan
3.      Sulit konsentrasi
4.      Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang)



Ø  Pencegahan
1.      Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi dan psikosa postpartum, sehingga ibu dan keluarga sadar akan  kondisi ini. Apabila terjadi, maka akan segera mendapatkan penanganan yang tepat.
2.      Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik, dengan makan dan tidur yang cukup.  Keduanya   penting dalam periode postpartum.
3.      Beritahukan perasaan ibu
Jangan takut untuk mengutarakan perasaan ibu dan mengeskpresikan yang ibu inginkan dan butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika mempunyai masalah,  segera beritahukan kepada orang dipercaya ataupun orang yang terdekat.
4.      Olahraga
Merupakan kunci untuk mengurangi depresi  postpartum ,  lakukan peregangan selama 15 menit  dengan berjalan  kaki setiap hari, sehingga membuat ibu  menjadi lebih rileks dan lebih menguasai emosional yang berlebihan.
5.      Dukungan dari keluarga dan orang – orang terdekat.
Dukungan dari orang terdekat dari mulai kehamilan, persalinan dan postpartum sangat penting, yakinkan diri ibu bahwa keluarga selalu berada disamping ibu setiap ada  kesulitan.
6.      Persiapan diri dengan baik
Persiapan sebelum persalinan sangat diperlukan, ikutlah kelas hamil, baca buku – buku yang dibutuhkan.
7.      Lakukan perkerjaan rumah tangga
Perkerjaan rumah tangga sedikit banyak dapat membantu ibu melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum  . kondisi anda yang belum stabil, bisa ibu curahkan dengan cara memasak atau membersihkan rumah.
8.      Dukungan emosional
Minta dukungan  emosional diri keluarga dan lingkungan sehingga ibu dapat
mengatasi rasa frustasi atau stress. Ceritakan pada mereka mengenai
perubahan yang ibu rasakan, sehingga ibu merasa lebih baik dari sebelumnya.\
4.     Serangan panik
Serangan panik merupakan rasa takut dan gugup yang datang tiba-tiba. Serangan panik ini disertai keringat dan degup jantung yang semakin cepat. Gejala-gejala inilah yang membedakan serangan panik dengan rasa takut maupun gelisah. Penderita serangan panik butuh penanganan khusus agar dapat mengontrol gejala dan memperkecil serangan panik di masa depan.
Berikut cara mengatasi serangan panik atau terapi yang bisa dicoba:
1.      Psikoterapi sikap yang dapat memicu perasaan cemas. Terapi ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi hal-hal tertentu yang mungkin menjadi pemicu serangan rasa panik.
Tipe terapi konseling yang merujuk pada respons emosi dari penyakit mental. Para psikiater yang sudah terlatih biasanya akan mengajak pasien berbicara dengan pola dan strategi tertentu untuk dapat mengerti serta mengatasi penyakitnya.
2.      Terapi cognitive behavioral
Jenis psikoterapi ini akan menolong pasien untuk dapat mengenali dan mengubah pola pikir.
3.      Terapi obat-obatan
Biasanya menggunakan obat-obatan antidepresi dan kadang jenis obat-obatan seperti beta blockers yang dapat membantu gejala rasa cemas.
4.      Teknik relaksasi
Misalnya pengaturan pernafasan dan membayangkan hal positif.
Terapi-terapi tersebut bisa membantu penderita serangan rasa panik, akan tetapi penderita masih mungkin mengalami serangan panik di kemudian hari. Namun, jika perawatan dan pengobatan dilakukan maksimal, para penderita serangan rasa panik biasanya dapat mengatasi dan mengontrol serangan berikutnya. Kuncinya adalah mengenali, mengakui, dan mengobati serangan rasa panik demi kualitas hidup yang lebih baik. 
Jika serangan panik tidak ditangani, penderita bisa mengalami beberapa komplikasi seperti: 
1. Menghentikan kegiatan yang dapat memicu serangan rasa panik sekalipun kegiatan tersebut   penting, sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Terjadinya anticipatory anxiety di mana rasa cemas timbul hanya karena berpikir mengenai kemungkinan mengalami serangan rasa panik.
3. Terjadinya agoraphobia yaitu ketakutan yang membuat penderita cenderung menghindari tempat umum dan ramai, sehingga penderita bisa saja menolak meninggalkan rumahnya. 
4. Munculnya claustrophobia, yaitu ketakutan akan tempat sempit.
Kondisi serangan panik bukanlah merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah. Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan adalah mengobati dan menekan kambuhnya serangan panik dengan mengurangi konsumsi kafein pada kopi, teh, minuman berkarbonat, dan cokelat. Penderita juga harus berhati-hati dalam meminum obat dan menjalankan gaya hidup sehat. (PA)

5.     Gangguan panik (Panic Disorder)
Ø  Merupakan serangan panik yang kambuh
Ø  Tidak terduga
Ø  Khawatir
Ø  Perubahan prilaku
Ø  Depresi
Ø  Menarik diri penyeban tidak jelas
Faktor resiko
Ø  Riwayat gangguan psikiatrik
Ø  Masalah keluarga, stres
Ø  Dukungan sosial kurang
Pengobatan untuk Panic Disorder
        Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau antidepresan.
a. Antidepresan Tricylic
Tricylic antidepresan, seperti imipramine, dapat mengurangi serangan panik pada kebanyakan pasien (Doyle & Pollack, 2004). Salah satu neurotransmitter yang mungkin terlibat dalam gangguan panik adalah norepenipherine. Antidepresan tricylic diperkirakan untuk meningkatkan fungsi dari sistem norepinepherine, dan ini mungkin efektif dalam mengobati panik. Obat ini juga dapat mempengaruhi tingkat dari sejumlah neurotransmiters lainnya, termasuk serotonin, sehingga mempengaruhi tingkat kecemasan. Efek samping yang mungkin termasuk penglihatan kabur, mulut kering, kesulitan buang air kecil, sembelit, berat badan, dan disfungsi sexsual.
b. Selective serotonin reuptake inhibitor
Tipe lain dari obat yang digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan panik adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Beberapa SSRI yang umum digunakan termasuk Paxil, Prozac, Zoloft, dan Celexa. Obat ini meningkatkan tingkat fungsional dari neurotransmitter serotonin di otak. Kemungkinan efek samping dari obat ini termasuk gangguan pencernaan dan mudah tersinggung, insomia, mengantuk, tremor, dan disfungsi seksual. Penelitian menunjukkan bahwa SSRI lebih efektif daripada plasebo dan seefektif antidepresan trisiklik dalam mengurangi gejala kecemasan akut (Culpepper, 2004; Doyle & Polack, 2004).
c. Benzodiazepin
Jenis ketiga obat yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah benzodiazepin, yang menekan sistem saraf pusat dan berfungsi pengaruh di neropinephrine, GABA, dan sistem serotonin neurotransmitter. Para benzodiazepin disetujui untuk mengobati panik alprazolam dan clonazepam. Obat ini bekerja dengan cepat untuk mengurangi serangan panik dan gejala umum kecemasan pada kebanyakan orang dengan gangguan panik (Culpepper, 2004). Sayangnya, benzodiazepin memiliki tiga kelemahan utama. Pertama, mereka secara fisik dan psikologis adiktif. Orang membangun toleransi terhadap obat ini, sehingga mereka perlu meningkatkan dosis obat untuk mendapatkan efek positif. Pada gilirannya, ketika mereka berhenti menggunakan obat tersebut, mereka mengalami gejala penarikan yang sulit, termasuk irritability, tremor, insomia, kecemasan, sensasi kesemutan, kejang dan paranoia. Kedua, dapat mengganggu fungsi kognitif dan motorik. Kemampuan orang untuk mengendarai atau untuk menghindari kecelakaan terganggu, dan kinerja mereka dalam pekerjaan, di sekolah, dan di rumah. Gangguan ini bisa sangat parah jika benzodiazepin yang dikombinasikan dengan alkohol.
Ketiga, sekitar setengah dari pasien mulai mengalami serangan panik lagi sesaat setelah penghentian pengobatan dengan obat-obatan, dan 90 persen pasien akhirnya kambuh dalam gangguan panik setelah menghentikan obat-obatan (Fyer et al., 1987; Spiegel, 1998).


Terapi untuk penderita Panic Disorder
1. Cognitive Behavioral Therapy
Terapi perilaku kognitif (CBT) untuk semua gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, melibatkan klien untuk menghadapi situasi atau pikiran-pikiran yang membangkitkan kecemasan di dalamnya. Confortation tampaknya membantu dalam dua cara: pikiran irasional tentang situasi ini bisa ditantang dan diubah, dan perilaku cemas dapat dipadamkan. Terapi perilaku kognitif setidaknya tampak sama efektif dalam menghilangkan gangguan panik sebagai terapi obat, dan lebih efektif dalam mencegah kekambuhan (Barlow dkk, 2000;. Clark et al, 1999;. Kernady et al, 2003.; Telch et al, 1993.). komponen untuk Ada beberapa intervensi perilaku kognitif.
1.       klien diajarkan relaksasi dan latihan pernapasan. Latihan-latihan ini berguna dalam terapi untuk gangguan kecemasan karena mereka memberikan klien beberapa kontrol atas sympoms mereka, yang kemudian memungkinkan mereka untuk terlibat dalam komponen lain dari terapi.
2.      panduan klinikus klien dalam mengidentifikasi kognisi casastrophizing yang mereka miliki mengenai sensasi perubahan dalam tubuh. Klien dapat melakukan ini dengan menjaga catatan harian dari pikiran-pikiran mereka tentang tubuh mereka pada hari antara sesi terapi, khususnya ketika mereka mulai merasa mereka akan panik.
3.      klien berlatih menggunakan relaksasi dan latihan pernapasan sementara mengalami gejala panik dalam sesi terapi. Jika serangan panik terjadi selama sesi, terapis melatih klien dalam penggunaan keterampilan relaksasi dan pernapasan, menunjukkan cara-cara meningkatkan keterampilan mereka, dan mencatat keberhasilan klien telah dalam menggunakan keterampilan ini untuk menghentikan serangan.
4.      terapis mengajarkan klien untuk menantang pikiran-pikiran mereka untuk menggunakan teknik-teknik kognitif. Terapis dapat membantu klien menafsirkan sensasi tubuh secara akurat. Kelima, terapis menggunakan terapi desensitisasi sistematis untuk mengekspos klien secara bertahap untuk situasi mereka paling takut sambil membantu mereka mempertahankan kontrol atas gejala kepanikan mereka. Klien dan terapis menyusun daftar merangsang situasi panik, dari yang paling mengancam untuk paling tidak mengancam. Kemudian, setelah belajar keterampilan relaksasi dan pernapasan dan mungkin mendapatkan beberapa kontrol atas gejala panik diinduksi selama sesi terapi, klien mulai untuk mengekspos dirinya sendiri untuk situasi panik merangsang, dimulai dengan sedikit mengancam.

6.     Kesedihan dan duka cita
Dalam bahasan kali ini, gunakan istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis terhadap kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang, serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apa pun yang hilang. “kehilangan” dapat memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (piknik, perjalanan atau pesta) sampai kematian orang yang dicintai. Seberapa berat kehilangan tergantung dari persepsi individu yang menderita kehilangan. Derajat kehilangan pada individu direfleksikan  dalam respon terhadap kehilangan. Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat, bergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk  hal yang dialami oleh wanita yang mengalami infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu mempertahankan kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidup, tapi kemudian kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri menjadi kelompok tiga orang, yaitu ayah, ibu, dan anak.
Dalam hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :
1.      Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi penyangkalan, ketidakpercayaan, marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian, kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, introversi (memikirkan dirinya sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut, kurang inisiatif, bermusuhan, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, dan kurang konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan berat badan, anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, penampilan kurus dan tampak lesu, rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh tersiksa karena nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan pada tungkai.
2.      Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul perasaan marah, rasa bersalah,dan takut. Nyeri karena kehilangan akan dirasakan secara menyeluruh,  dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap hari. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini, kehidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap berubah menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3.      Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit, dan individu kembali pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya penanaman kembali emosiseseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telang tergantikan, tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingatkan selama menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan internal.
Bidan dapat membantu orang tua untuk melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan, sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan permusuhan, serta penolakan mereka terhadap bayinya.
Saudara kandung dirumah juga harus diberitahu mengenai kehilangan sehingga mereka mendapatkan penjelasan yang jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka mungkin akan membayangkan bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan dan tidak diketahui tersebut. Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun yang terjadi bukan kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.

Ø  PERAN BIDAN
Tanggung jawab utama bidan adalah membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan jika sesuatu tidak berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak mendengarkan suara bayi dan ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari bidan pada saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan jauh lebih baik menghibur dari pada keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.





















                             
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gelaja-gejala psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
Penting sekali sebagi bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.

B.    Saran
Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam penanganan kasus ibu yang mengalami perubahan psikologis pada masa nifas.





















DAFTAR PUSTAKA

http://vitachuaby.blogspot.com/2011/02/makalah-nifas.html
Maryunani anik, (1998).asuhan pada ibu dalam masa nifas jakarta:penerbit:Trans Info Media Jakarta



Jakarta