Minggu, 14 Desember 2014

kelompok 1 (Perubahan Fisiologis pada Masa Nifas)

BAB I
 PENDAHULUAN

A.                 Latar Belakang
 Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan. Darah nifas yaitu darah yang tertahan tidak bisa keluar dari rahim dikarenakan hamil. Maka ketika melahirkan, darah tersebut keluar sedikit demi sedikit. Darah yang keluar sebelum melahirkan disertai tanda-tanda kelahiran, maka itu termasuk darah nifas juga. Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Waktu masa nifas yang paling lama pada wanita pada umumnya 40 hari, dimulai sejak melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran). Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian besar bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis, untuk itu perlu diperiksakan ke bidan atau dokter. Sehingga kita sebagai bidan harus mengetahui perubahan fisiologis, oleh sebab itu, penulis membuat makalah dengan judul “Perubahan Fisiologis Masa Nifas Dan Menyusui”.
B.                 Rumusan Masalah
  Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi ?
b.      Bagaimana perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan ?
c.       Bagaimana perubahan fisiologis masa nifas pada sistem perkemihan ?
d.      Bagaimana perubahan fisiologis masa nifas pada sistem musculoskeletal?

C.                 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah yang berjudul “Perubahan Fisiologis Masa Nifas Dan Menyusui yaitu:
a.       Untuk Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi
b.      Untuk Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan
c.       Untuk Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada system perkemihan
d.      Untuk Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem musculoskeletal


BAB II
PEMBAHASAN

A. PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI
1. Sistem Reproduksi pada Masa Kehamilan
a. Uterus
Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi intrauterin. Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan untuk elastisitas / kelenturan uterus. Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus :
1) tidak hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g)
2) kehamilan 8 minggu : telur bebek
3) kehamilan 12 minggu : telur angsa
4) kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
5) kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat
6) kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat
7) kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid
8) kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid
9) 36-42 minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid



No.
Waktu involusi
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
1.
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000gr
2.
Plasenta lahir
Dua jari dibawah pusat
750gr
3.
1 minggu
Pertengahan pusat simpisis
500gr
4.
2 minggu
Tidak teraba diatas simpisis
350gr
5.
6 minggu
Bertambah kecil
50gr
6.
8 minggu
Sebesar normal
30gr
Tabel perubahan uterus.
Ismus uteri, bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu bagian dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen bawah uterus. Serviks uteri mengalami hipervaskularisasi akibat stimulasi estrogen dan perlunakan akibat progesteron. Sekresi lendir serviks meningkat pada kehamilan memberikan gejala keputihan.
b.  Ovarium
Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi pembentukan dan pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus hormonal menstruasi. Walaupun istilah involusi saat ini telah digunakan untuk menunjukkan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif, kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah ke ukurannya.
2.  Sistem Reproduksi pada Masa Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan yang terjadi di dalam tubuh seorang wanita sangatlah menakjubkan. Uterus atau rahim yang berbobot 60 gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg selama masa kehamilan dan setelah persalinan akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Seorang bidan dapat membantu ibu untuk memahami perubahan-perubahan ini.


a. Involusi Uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum hamil. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan decidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna dan jumlah lochia.
F Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1. Iskemia Miometrium,Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi
2. Autolysis,Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3. Efek Oksitosin,Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks. Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh hari.Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah bening.Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsinplasenta dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua parietalis (lapisan sisa uterus).
F Decidua yang tersisa ini menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam dekat miometrium.
2. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium. Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta.Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochia ini biasanya berakhir dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar pada hakekatnya mengikis pembuluh darah yang meembeku pada tempat implantasi plasenta yang menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.
b. Involusi tempat plasenta
Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

c. Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikallis.Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang seperti celah. Karena hyper palpasi ini dank arena retraksi dari serviks, robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.
d. Lochia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan Lochia, yang biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.Lochia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri dari eritrosit,peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri. Lochia mengalami perubahan karena proses involusi.
F Pengeluaran Lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
a. Lochia Rubra/ merah (kruenta)Lochia ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dans erabut dari deciduas dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
b. Lochea Sanguinolenta, lochea ini muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 postpartum. Cairan berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
c. Lochea Serosa, lochea ini muncul pada hari ke 7 sampai ke 14 postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lochia ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d. Lochea Alba, Lochea ini berlangsung selama 2 sampai 6 minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
Lochea rubra yang menetap pada awall periode postpartum menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya sisa/selaput plasenta. Lochea serosa/alba yang berlanjut bisa menandakan adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen. Bila pengeluaran Lochia tidak lancar maka disebut Lochiastasis. Kalau Lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang sering disebabkan retroflexio uteri.Lochia mempunyai suatu karakteristik bau yang idak sama dengan secret menstrual. Bau yang paling kuat pada Lochia Serosa dan harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.Lochia disekresikan dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang selanjutnya akan berkurang sejumlah besar sebagai lochia rubra, sejumlah kecil sebagai lochia serosa dan sejumlah lebih sedikit lagi lochia alba.Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan Lochia kira-kira 8 hingga 9 oz atau sekitar 240 hingga 270 ml.
e. Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu secara berangsur vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina -angsur akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

B. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN
1. Sistem pencernaan pada masa kehamilan
Sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak, dan asam lambung menurun. Perbesaran uterus lebih menekan diafragma, lambung dan intestin.Pada bulan-bulan awal masa kehamilan, sepertiga dari wanita mengalami mual dan muntah. Sebagaimana kehamilan berlanjut, penurunan asam lambung, melambatkan pengosongan lambung dan menyebabkan kembung. Menurunnya gerakan peristaltik tidak saja menyebabkan mual tetapi juga konstipasi, karena lebih banyak feses tedapat dalam usus, lebih banyak air diserap akan semakin keras jadinya. Konstipasi juga disebabkan oleh tekanan uterus pada usus bagian bawah pada awal masa kehamilan dan kembali pada akhir masa kehamilan.Gigi berlubang terjadi lebih mudah pada saliva yang bersifat asam selama masa kehamilan dan membutuhkan perawatan yang baik untuk mencegah karies gigi. Pada bulan-bulan terakhir, nyeri ulu hati dan regurgitasi (pencernaan asam) merupakan ketidaknyamanan yang disebabkan tekanan keatas dari perbesaran uterus. Pelebaran pembuluh darah rektum (haemoroid dapat terjadi). Pada persalinan, rektum dan otot-otot yang memberikan sokongan sangat teregang.

2. Sistem pencernaan pada masa nifas
a. Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan pada 1-2 jam post primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering ditemukan.kerapkali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal
c.Pengosongan Usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.Kebiasaan mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang pengosongan usus. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas. Akan tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air besar.
C. PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN
1. Fungsi Sistem Perkemihan
F Mencapai hemostatis internal
a. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. 70 % dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai cairan intraselular. kandungan air sisanya disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi antara plasma darah, dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
1. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40Bila PH >7,4 disebut alkalosis
c. Mengeluarkan sisa metabolisme, racun dan zat toksin
ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama
urea, asam urat, dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi ueri dan ibu merasa nyaman. namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum antara lain karena adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehinggs terjadi retensi urin, diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi selama dua hari setelah melahirkan,depresi dan spingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasimuskulus spingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah placenta di lahirkan,kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tinhkat bawah dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.keadaan ini di sebut dengan diuresis pasca partum. ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. pengeluaran cairan yang berlebihan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang di sebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil.
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urin pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi di bandingkan resiko serupa pada persalinandengan sectio caesar. 10% pasien pasca persalinan menderita inkontinensia yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada maslah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4jam, dilakukan kateteriasi dan bila jumlah residu > 200ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian, bila volume urin < 200 ml kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.





2. Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses di dalam tubuh
a. Pengaturan Tekanan Darah
menurunkan volume darah dan serum sodium (Na) akan meningkatkan serum pottasium lalu merangsang pengeluaran renin yang dalam aliran darah diubah menjadi angiotensin yang akan mengekskresikan aldosteron sehingga mengakibatkan terjadinya retensi Na+ + H2O kemudian terjadi peningkatan volume darah yang meningkatkan tekanan darah.Angiotensin juga dapat menjadikan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
b. Perangsangan produksi sel darah merah
Dalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritropoietin untuk merangsang sumsum tulang hormon ini dihasilkan oleh ginjal.
3.Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar sterorid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan funngsi ginjal selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. diperlukan kira-kira dua sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil ( Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
4.Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi, Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.

5.Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama dua sapai tiga hari pertema setelah melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabilisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy)
6.Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang oedema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan urine residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. mih. Penurunan berkemih, seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.



D. PERUBAHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL / DIASTASIS RECTUS ABDOMINKUS
Sistem muskuloskeletel pada masa nifas
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara terbalik padsa masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
a. Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama, tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
b. Kulit abdomen
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang dinamakan strie. Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam beberapa minggu.
c. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus abdominishal tersebut dapat dilihat dari pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot kembali normal.



d. Perubahan Ligamen
Ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
e.Simpisis pubis
Meskipun relatif jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidakmampuan jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Sering kali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara pada kebanyakan wanita gejala menghilang setelah beberapa minggu atau bulan, pada beberapa wanita lain gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.
Masa nifas ( puerpurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas iniyaitu 6 – 8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.










BAB III

PENUTUP


 KESIMPULAN

          Masa nifas merupakan suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan ibu dan anak setelah melewati masa hamil dan melahirkan, tugas bidan dan perawat adalah merawat secara akurat, baik untuk  ibu nifas sendiri maupun bayinya.
Terdapat beberapa perubahan ketika seorang ibu melahirkan atau dalam masa nifas, dalam kejadian tersebut ada yang patologis dan patofisiologis ,
perubahan yang terjadi dalam masa nifas diantaranya yaitu perubahan sistem reproduksi,perubahan sistem pencernaan,sistem perkemihan dan lain-lain seperti yang sudah dijelaskan dalam makalah ini.
Dengan membaca makalah ini pembaca diharapkan dapat menilai sendiri apakah ada kelainan yang terjadi selama masa nifas.



















DAFTAR PUSTAKA

Johnson Ruth, Taylor Wendy. Buku Ajar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta. EGC. 2005
PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta : PUSDIKNAKES. 2003.

Yeyeh Ai Rukiyah, dkk. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta. Trans Info Media. 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar