Selasa, 02 Desember 2014

Kelompok 13 (Imunisasi Polio)



BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Penyakit polio masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia mengingat masih adanya kasus polio di beberapa daerah di Indonesia. Ini diperkuat dengan ditemukannya wabah polio liar sebanyak 125 kasus pada tahun 2005. Kasus polio liar tersebut ditemukan di Sukabumi 122 kasus, Lebak 56 kasus, Bogor 18 kasus, Serang 19 kasus, Cianjur 5 kasus, Bekasi 1 kasus, Demak 1 kasus, dan Tanggamus Lampung 2 kasus (Depkes RI, 2006).

Penyakit polio merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak dapat disembuhkan. Virusnya menyerang seluruh tubuh dan bias menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen, serta kelumpuhan pada salah satu tungkai.

Penyakit polio dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio. Pemberian imunisasi polio pada bayi dan anak tidak hanya member pencegahan penyakit pada anak tersebut, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas, karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi dan jadual pemberian secara tepat.

Selain itu, perilaku pasca pemberian imunisasi juga mempengaruhi keberhasilan imunisasi, dimana pemberian Air Susu Ibu (ASI) setelah imunisasi polio pada bayi umur 0 – 3 bulan dapat melemahkan vaksin polio yang diteteskan ke mulut bayi, sehingga imunisasi polio tidak efektif. ASI yang keluar pada saat bayi umur 0 – 3 bulan banyak mengandung kadar zat antipoliomelitik yang dapat menetralisir virus vaksin polio di dalam usus anak sehingga menghambat pembentukan zat antibodinya (Gendrowahyuhono,2002).

Pada tulisan ini penulis membahas beberapa masalah tentang:
1.      Pengertian polio
2.      Pencegahan polio dengan imunisasi
3.      Gejala polio
4.      Cara penularan

2.      Rumusan masalah :

1.      Untuk mengetahui apa itu polio?
2.      Bagaimana cara pencegahan polio dengan imunisasi?
3.      Agar mengetahui cara penularan dari polio?
4.      Gejala apa saja yang menyebabkan polio?


3.      Tujuan :

1.      Untuk menjelaskan pengertian dari polio
2.      Untuk mengetahui lebih lanjut tentang penularan, pencegahan, gejala dan cara pemberian vaksin

4.      Manfaat:
Agar kami dan pembaca dapat mengetahui apa itu penyakit polio,pemberian vaksin polio, penularan, pencegahan, dan gejala.














BAB II
Pembahasan
1.     Poliomielitis
Kata polio(abu-abu) dan myelon(sum-sum), berasal dari bahasa latin yang berarti medula spinalis. Penyakit ini di sebabkan oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang secara klasik menimbulkan kelumpuhan.
Virus polio termasuk dalam kelompok (subgrup) enterovirus, family picomaviridae. Virus polio di bagi menjadi tiga macam yaitu P1,P2, dan P3. Virus polio ini menjadi tidak aktif apabila terken panas, formaldehida, dan sinar ultraviolet.
Reservoir virus polio liar hanya pada manusia, yang sering di tularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun tidak ada pembawaan kuman dengan setatus karier asimptomatis, kecuali pada orang yang menderita defisiensi system imun. untuk pencegahan paralitik polio adalah imunisasi dengan vaksin polio oral yang hidup (OPV=ora/ polio vaccine) dan atau vaksin polio yang dimatikan (IPV= inactived
polio vaccine).
Virus polio menyebar dari satu orang ke orang lain melalui jalur oro-fekal dan pada beberapa kasus dapat berlangsung secara oral-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebarab infeksi. Virus polio sangat menular, jika terjadi kontak antara keluarga (yang belum imunisasi) derajat serokonversinya lebih dari 90%. Virus polio sangat infeksius sejak 7-10 hari sebelum dan setelah timbulnya gejala, tetapi virus polio dapat di temukan dalam feses sejak 3-6 minggu.
2.     Pencegahan dengan imunisasi

Meskipun peningkatan sanitasi lingkungan mengurangi penyebaran virus polio, satu-satunya
cara yang spesifik untuk pencegahan paralitik polio adalah imunisasi dengan vaksin polio oral
yang hidup (OPV=ora/ polio vaccine) dan atau vaksin polio yang dimatikan (IPV= inactived
polio vaccine). Kedua vaksin tersebut pada waktu ini sudah tersedia dan cukup bagus kualitasnya. Keduanya berisi ketiga serotipe virus polio.

*Vaksin polio yang diinaktifkan dengan formalin (IPV, yang juga dikenal sebagai vaksin polio Salk), dibuat dari virus yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal kera (dulu biakan jaringan kera primer sekarang biakan jaringancontinents cell vero). Booster berulang diperlukan untuk memelihara kekebalan dengan vaksininaktif ini. Formulasi baru dari IPV dengan konsentrasi antigen yang lebih tinggi (enchanced atau e IPV) telah dikembangkan akhir-akhir ini. Tujuan utama dari vaksin baru ini adalah menimbulkan kekebalan yang cukup tinggi dan lama pada proporsi yang besar dari orang-orang yang divaksin, cukup hanya diberikan dua dosis. Meskipun demikian sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang jelas tentang efikasi klinik dan efek jangka panjangnya.

* Vaksin polio oral yang dilemahkan (OPV), atau dikenal sebagai vaksin sabin berisi virus polio yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal kera primer atau pada cell diploid manusia. OPV dapat distabilkan dengan magnesium chlorida atau sacharosa. Magnesium chloride lebih sering dipakai. OPV yang telah distabilkan dapat disimpan pada suhu 0-8°C selama 6-12 bulan tanpa kehilangan titer yang berarti. OPV dapat disimpan selama 2 taliun bila disimpan pada suhu -20°C. pada kenaikan temperatur, OPV yang telah distabilkan akan tetap memiliki titer minimal/potensi minimum selama waktu yang singkat: 7-14 hari pada 26°C dan dua hari pada 31°C. Pada temperatur 37°C potensi vaksin turun 0.15 log 10 nap harinya. Jadi total virus sebesar 6,15 log 10 akan kehilangan potensinya sebesar separo dalam dua hari pada suhu 37°C.
Kedua vaksin OPV dan IPV menimbulkan imunitas humoral yang akan beredar di darah dan melindungi saraf pusat dari serangan virus polio alam atau liar. Imunitas yang ditimbulkan oleh IPV hanya memberikan sedikit perlindungan pada infeksi usus, dan pembawa virus yang menerima IPV akan tetap merupakan alat atau organ yang potensial untuk penyebaran virus alam atau liar kepada orang yang rentan. Kebalikannya, OPV berkembang dan mengebalkan orang seperti pada infeksi alam. OPV tidak hanya menimbulkan IgM dan IgG didalam darah yang tahan lama tetapi juga antibodi sekretoris IgA dalam pharing dan usus,yang menyebabkan resistensi terhadap infeksi virus liar.

Virus polio yang dilemahkan terutama serotipe polio 3 mengalami mutasi dalam batas tertentu, selama berkembang dalam tubuh anak yang divaksinasi, tetapi tidak sampai penuh bersifat neurovirulence, dan sangat jarang menyebabkan polio paralisis.

Resiko terjadinya polio paralisis disebabkan karena perubahan atau mutasi serotipe virus vaksin sangatlah kecil. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, diperkirakan bahwa satu kasus polio paralisis karena vaksinasi akan terjadi tiap 2 sampai 4 juta dosis OPV yang dipakai.
Di negara-negara berkembang, imunisasi primer harus dimulai sedini mungkin dan berakhir sedini mungkin juga. Jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh WHO dalam EPI adalah 3 dosis secara seri dengan OPV. Ini harus dilakukan pada umur 6,10 dan 14 minggu atau secepatnya setelah itu, jarak interval yang lebih besar dari 4 minggu tidak diperlukan ulangan dari permulaan.

Pada bayi yang lahir di rumah sakit atau bayi yang sejak dini telah berhubungan dengan
pelayanan kesehatan, kesempatan ini harus digunakan untuk memberikan dosis ekstra OPV.
Ini yang disebut OPV zero (bukan OPV 1). Untuk menunjukkan bahwa ini bukan untuk menggantikan dosis dari seri OPV yang biasa. Meskipun pemberian OPV pada bayi yang sangat muda (minggu pertama dari kehidupan) tidak memberikan reaksi serologi sebaik pada bayi yang lebih tua tetapi pemberian vaksin pada umur muda tersebut akan memberikan 70% kekebalan local pada usus. Disamping itu 30% sampai 50% bayibayi tersebut membentuk antibodi terhadap salah satu atau lebih serotipe virus polio.
Satu dosis OPV yang diberikan pada bayi yang baru lahir sangat penting terutama di kota atau di daerah dengan penduduk yang padat, dan juga kasus poliomilitis terjadi pada tahun pertama dari kehidupan. Ini menunjukkan pentingnya imunisasi polio dapat diselesaikan sedini mungkin. Di beberapa negara berkembang. anak-anak menunjukkan reaksi serologi yang lebih rendah dari yang diharapkan setelah mendapat 3 dosis OPV atau lebih. Ini mungkin disebabkan rantai dingin yang kurang baik pada waktu pengiriman atau adanya gangguan dari virus entero yang lain atau dengan inhibitor non spesifik yang ada dalam usus.


3.      Pemberian Vaksin

A.   Pemberian Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine)


a. Deskripsi
Vaksin oral polio adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2, 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Vademecum Bio Farma, 2002).

b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomelitis.

c. Cara pemberian dan dosis
Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali dosis pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu. Diberikan pada bayi mulai umur 0 bulan. Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.

d. Kontra indikasi
Pada individu yang menderita imune deficiency tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya
sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh.



e. Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.

B.    Pemberian vaksin dengan cara suntikan
 

Vaksin polio inactivated berisi virus polio yang sudah tidak aktif pemberiannya di lakukan dengan cara suntikan di berikan sebanyak 3 kali dengan jarak 2 bulan.

C.     Yang Harus DIperhatikan Setelah Imunisasi
setelah anak mendapatkan imunisasi polio maka pada tinja si anak akan terdapat virus polio selama 6 minggu sejak pemberian imunisasi. Karna itu untuk mereka yang berhubungan dengan bayi yang baru saja di imunisasi polio supaya menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setelah mengganti popok bayi.






4.      Kadar Zat Antipoliomelitik dalam ASI Pada Vaksin Polio
rectum2.jpg
 

ASI mengandung zat antipoliomelitik yang dapat mempengaruhi efektifitas vaksinasi polio dengan OPV (Oral Polio Vaksin). Hasil pemeriksaan ASI menunjukkan pada masa laktasi minggu I (kolustrum) semua ibu mempunyai ASI yang mengandung zat antipoliomelitik dan
menurun dengan bertambahnya masa laktasi bulan IV. Anak yang berumur lebih dari 3 bulan dapat diberikan ASI sesaat sebelum dan sesudah di vaksinasi dengan OPV, karena pada saat tersebut zat antipoliomelitik sudah tidak ada dalam ASI (atau kalaupun ada titernya sangat rendah, sehingga tidak mampu untuk menetralisir virus vaksin dalam usus anak)
(Gondrowahyuhono, et all, 2002).
5.      Cara Penularan
Manusia merupakan satu-satunya reservoir bagi virus polio, dan kontak sesama manusia merupakan faktor utama bagi penyebaran virus ini. Virus dapat diisolasi dari orofaring untuk
beberapa hari, tetapi dalam tinja dapat diketemukan sampai satu bulan atau lebih. Cara
penularan yang umum adalah dari oropharing atau tinja menyebar melalui jari yang terkontaminasi.

Anak-anak merupakan reservoir utama dari infeksi yang akan menyebar ke anggota keluarga
lain yang rentan. Pada waktu penyakit ini diketahui pada salah satu anggota keluarga, maka
pada saat itu juga semua anggota keluarga yang rentan telah terinfeksi. Jika virus polio beredar
dalam suatu masyarakat, virus dapat diketemukan dalam air buangan yang akan dapat berfungsi sebagai sumber penularan melalui air minum, air mandi, dan sebagai.
Di negara beriklim dingin, infeksi dengan virus entero. termasuk virus polio, terjadi
terutama pada musim panas dan musim gugur. Di negara tropis, sirkulasi virus polio cenderung
terjadi sepanjang tahun atau berhubungan dengan musim hujan. Di dum'a sudah terbukti adanya hubungan langsung antara kejadian penyakit dengan beberapa faktor seperti; sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk, dan terbentuknya antibody pada umur muda.

6.     Ciri-ciri dan Gejala penyakit polio
Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala kebiasaan serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota tubuh yang bergerak setelah demam selama 2-5 hari. Penyakit polio dibedakan dengan 3 jenis,yang mana jenis penyakit polio tersebut memiliki gejala / tanda – tanda sendiri.
§  Polio tidak lumpuh - non-paralisis: Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
§  Polio paralisis spinal: Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tubuh. Pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bahagian saraf tulang belakang dan otak. tetapi pesakit yang sudah memiliki kekebalan biasanya terjadi kelumpuhan pada kaki.
§  Polio bulbar: Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan semulajadi sehingga otak turut terserang.Otak mengandungi syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim signal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkong; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim signal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher, jenis polio ini bolrh menyebabkan kematian.

7.     Imunitas

Imunitas pasif diturunkan dari ibu kepada bayinya. Maternal antibodi secara perlahan-lahan
menghilang selama 6 bulan pertama dari kehidupan bayi. Imunitas pasif yang diberikan
dengan suntikan hanya bertahan 3-5 minggu. Imunisasi hams dilakukan sebelum timbul gejala
pertama karena antibodi harus ada dalam darah untuk mencegah adanya disseminasi virus ke otak, dan imum'sasi tidak efektif bila virus sudah sampai ke otak. Antibodi netralisasi terbentuk dalam beberapa hari setelah infeksi dengan virus polio, kadang-kadang sebelum gejala timbul dan antibodi ini bertahan sampai seumur hidup.

 Antibodi yang bersirkulasi di darah bukan satusatunya sumber proteksi terhadap infeksi.
Imunitas lokal atau seluler dapat memberikan proteksi lokal terhadap adanya infeksi ulang pada usus (intestinal) setelah sembuh dari infeksi alam atau setelah imunisasi dengan vaksin polio oral. Antibodi lokal atau sekret ini makin dikenal sebagai sesuatu yang mempunyai peranan penting dalam pertahanan terhadap infeksi virus polio atau virus entero yang lain.

Umumnya infeksi virus sangat beresiko bagi orang-orang dengan berbagai defisiensi
imunologis baik humoral maupun "cell mediated immunity". Pada kasus tersebut, infeksi virus
polio, baik infeksi alam maupun karena vaksinasi, akan dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk yang atipikal dengan masa inkubasi lebih lama dari 28 hari. Penyebab kematian tertinggi
biasanya terjadi pada penderita penyakit yang lama dan menahun serta lesi yang tidak umum di
saraf pusat. Ketahanan terhadap infeksi polio dapat menurun karena pengangkatan tonsil dan adenoid. Hal ini disebabkan adanya penurunan antibody sekretori pada nasopharing secara drastis. Tanpa adanya perubahan pada antibodi di darah. Antibodi lokal akan tetap rendah atau hilang sampai selama 7 bulan. Pada anak-anak yang seronegatif, respon antibodi nasopharyngeal terhadap vaksin polio terlambat timbulnya secara bermakna dan dalam liter yang rendah pada anak yang baru mengalami operasi tonsil.3 Faktor lain yang berpengaruh terhadap berat ringannya infeksi virus polio adalah umur (terutama pada umur sangat muda), kehamilan, dan kekurangan gizi yang kronis.

8.     Pencegahan penyakit polio
Pengobatan polio bergantung pada jenis polio yang diderita:
A.      Poliomielitis abortif
v  Cukup diberika analgetik dan sedatifa
v  Diet adekuat
v  Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaliknya dicegah aktivitas yang berlebihan selama 2 bulan dan 2 bulan kemudian diperiksa neuroskletal secara teliti.

B.      Poliomielitis  non paralitik
v  Seperti tipe abortif
v  Selain diberikan analgetik dan sedatifa dapat dikombinasi dengan kompres hangat selama 15 -30 menit, setiap 2-4 jam.

C.      Poliomielitis paralitik
v  Membutuhkan perawatan dirumah sakit
v  Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya fase akuat dilampaui
v  Selama fase akut, kebersihan mulut dijaga
v  Perubahan posisi penderita dilakukan dengan prnyangga persendian tanpa menyantuh otot dan hindari gerakan memeluk punggung
v  Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas.
v  Akupuntur dilakukan sedini mungkin
v  Interferon dilakukan sedini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif
D.     Pengobatan Pada Poliomielitis Bentuk Bulbar
v  Perawatan khusus terhadap paralisasi palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat atau semisolid
v  Selama fase akut dan berat, dilakukan drainasepostural dengan posisi kaki lebar tinggi (20-25)8, muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lender dilakukan secara teratur dan hati-hati, kalau perlu trakeostomi.

9.     Pengobatan Penyakit Polio
penyakit polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernapasan menjadi lemah, bisa di gunakan ventilator.
Tujuan utama pengobatan adalah mengontrol gejala sewaktu infeksi berlangsung. Perlengkapan medis vital untuk menyelamatkan nyawa, terutama membantu pernafasan mungkin di perlukan pada kasus yang parah jika terjadi infeksi saluran kemih, di berikan antibiotik. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bias diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bias di kurangi dengan kompres hangat.
Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan fungsi otot mungkin perlu di lakukan teraoi fisi, pemakaian sepatu korektif/penyanggah maupun pembedahan ortopedik.

10.               Yang Beresiko Terkena Polio:
·         Yang belum mendapatkan imunisasi polio, datang ke daerah yang masih sering di temukan polio.
·         Kehamilan
·         Usia sangat lanjut atau sangat muda, setelah melakukan oprasi amandel/pencabutan gigi.
·         Stress atau kelelahan fisik yang luar biasa(karna ster emosi dan fisik dapat melemahkan sisten kekebalan tubuh.

11.  KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.

Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.
                        
12.  DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.
 










BAB III
Penutup
1.     kesimpulan
Polio (Poliomielitis) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen, kelumpuhan atau kematian. Cara penularan yang umum adalah dari oropharing atau tinja menyebar melalui jari yang terkontaminasi.
Penyakit polio dibedakan dengan 3 jenis :
·         Polio tidak lumpuh - non-paralisis
·         Polio paralisis spinal
·         Polio bulbar
Penyakit polio dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio. Pemberian imunisasi polio pada bayi dan anak tidak hanya member pencegahan penyakit pada anak tersebut, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas, karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi dan jadual pemberian secara tepat.

penyakit polio tidak dapat disembuhkan dan obat anti virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot pernapasan menjadi lemah, bisa di gunakan ventilator. Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.

 Tujuan utama pengobatan adalah mengontrol gejala sewaktu infeksi berlangsung. Perlengkapan medis vital untuk menyelamatkan nyawa, terutama membantu pernafasan mungkin di perlukan pada kasus yang parah jika terjadi infeksi saluran kemih, di berikan antibiotik. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bias diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bias di kurangi dengan kompres hangat.


2.      Saran
 Ibu yang mempunyai bayi dan balita agar diberikan vaksinasi polio dan untuk para tenaga kesehatan agar dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya pemberian vaksinasi polio.
Semoga para pembaca dapat memahami isi makalah yang telah penulis buat dan penulis mengharapkan kritik dan saran jika ada kesalahan dalam penulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar