BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Penyakit
polio masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia mengingat masih adanya kasus
polio di beberapa daerah di Indonesia. Ini diperkuat dengan ditemukannya wabah
polio liar sebanyak 125 kasus pada tahun 2005. Kasus polio liar tersebut
ditemukan di Sukabumi 122 kasus, Lebak 56 kasus, Bogor 18 kasus, Serang 19
kasus, Cianjur 5 kasus, Bekasi 1 kasus, Demak 1 kasus, dan Tanggamus Lampung 2
kasus (Depkes RI, 2006).
Penyakit
polio merupakan suatu infeksi virus yang sangat menular dan tidak dapat
disembuhkan. Virusnya menyerang seluruh tubuh dan bias menyebabkan kelemahan
otot yang sifatnya permanen, serta kelumpuhan pada salah satu tungkai.
Penyakit
polio dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio. Pemberian imunisasi polio
pada bayi dan anak tidak hanya member pencegahan penyakit pada anak tersebut,
tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas, karena dapat mencegah penularan
penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua
terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi dan jadual
pemberian secara tepat.
Selain
itu, perilaku pasca pemberian imunisasi juga mempengaruhi keberhasilan
imunisasi, dimana pemberian Air Susu Ibu (ASI) setelah imunisasi polio pada
bayi umur 0 – 3 bulan dapat melemahkan vaksin polio yang diteteskan ke mulut
bayi, sehingga imunisasi polio tidak efektif. ASI yang keluar pada saat bayi
umur 0 – 3 bulan banyak mengandung kadar zat antipoliomelitik yang dapat
menetralisir virus vaksin polio di dalam usus anak sehingga menghambat
pembentukan zat antibodinya (Gendrowahyuhono,2002).
Pada tulisan ini penulis membahas beberapa masalah tentang:
1.
Pengertian polio
2.
Pencegahan polio
dengan imunisasi
3.
Gejala polio
4.
Cara penularan
2.
Rumusan masalah :
1. Untuk mengetahui apa itu
polio?
2. Bagaimana cara pencegahan
polio dengan imunisasi?
3. Agar mengetahui cara
penularan dari polio?
4. Gejala apa saja yang
menyebabkan polio?
3.
Tujuan :
1. Untuk menjelaskan
pengertian dari polio
2. Untuk mengetahui lebih
lanjut tentang penularan, pencegahan, gejala dan cara pemberian vaksin
4.
Manfaat:
Agar kami dan pembaca dapat
mengetahui apa itu penyakit polio,pemberian vaksin polio, penularan,
pencegahan, dan gejala.
BAB II
Pembahasan
1.
Poliomielitis
Kata polio(abu-abu) dan
myelon(sum-sum), berasal dari bahasa latin yang berarti medula spinalis.
Penyakit ini di sebabkan oleh virus poliomyelitis pada medulla spinalis yang
secara klasik menimbulkan kelumpuhan.
Virus polio termasuk dalam kelompok
(subgrup) enterovirus, family picomaviridae. Virus polio di bagi menjadi tiga
macam yaitu P1,P2, dan P3. Virus polio ini menjadi tidak aktif apabila terken
panas, formaldehida, dan sinar ultraviolet.
Reservoir virus polio liar hanya pada manusia,
yang sering di tularkan oleh pasien infeksi polio yang tanpa gejala. Namun
tidak ada pembawaan kuman dengan setatus karier asimptomatis, kecuali pada
orang yang menderita defisiensi system imun.
untuk pencegahan paralitik polio adalah imunisasi dengan vaksin polio oral yang
hidup (OPV=ora/ polio vaccine) dan atau vaksin polio yang dimatikan
(IPV= inactived
polio vaccine).
Virus polio menyebar dari satu orang
ke orang lain melalui jalur oro-fekal dan pada beberapa kasus dapat berlangsung
secara oral-oral. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan
pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebarab infeksi. Virus polio
sangat menular, jika terjadi kontak antara keluarga (yang belum imunisasi)
derajat serokonversinya lebih dari 90%. Virus polio sangat infeksius sejak 7-10
hari sebelum dan setelah timbulnya gejala, tetapi virus polio dapat di temukan
dalam feses sejak 3-6 minggu.
2. Pencegahan dengan
imunisasi
Meskipun peningkatan sanitasi lingkungan mengurangi penyebaran
virus polio, satu-satunya
cara yang spesifik untuk pencegahan paralitik polio adalah
imunisasi dengan vaksin polio oral
yang hidup (OPV=ora/ polio vaccine) dan atau vaksin polio
yang dimatikan (IPV= inactived
polio vaccine). Kedua vaksin
tersebut pada waktu ini sudah tersedia dan cukup bagus kualitasnya. Keduanya
berisi ketiga serotipe virus polio.
*Vaksin polio yang diinaktifkan dengan formalin (IPV, yang juga
dikenal sebagai vaksin polio Salk), dibuat dari virus yang ditumbuhkan pada
biakan jaringan ginjal kera (dulu biakan jaringan kera primer sekarang biakan
jaringancontinents cell vero). Booster berulang diperlukan untuk
memelihara kekebalan dengan vaksininaktif ini. Formulasi baru dari IPV dengan konsentrasi
antigen yang lebih tinggi (enchanced atau e IPV) telah dikembangkan
akhir-akhir ini. Tujuan utama dari vaksin baru ini adalah menimbulkan kekebalan
yang cukup tinggi dan lama pada proporsi yang besar dari orang-orang yang
divaksin, cukup hanya diberikan dua dosis. Meskipun demikian sampai saat ini
belum menunjukkan hasil yang jelas tentang efikasi klinik dan efek jangka
panjangnya.
* Vaksin polio oral yang dilemahkan (OPV), atau dikenal sebagai
vaksin sabin berisi virus polio yang ditumbuhkan pada biakan jaringan ginjal
kera primer atau pada cell diploid manusia. OPV dapat distabilkan dengan
magnesium chlorida atau sacharosa. Magnesium chloride lebih
sering dipakai. OPV yang telah distabilkan dapat disimpan pada suhu 0-8°C
selama 6-12 bulan tanpa kehilangan titer yang berarti. OPV dapat disimpan
selama 2 taliun bila disimpan pada suhu -20°C. pada kenaikan temperatur, OPV
yang telah distabilkan akan tetap memiliki titer minimal/potensi minimum selama
waktu yang singkat: 7-14 hari pada 26°C dan dua hari pada 31°C. Pada temperatur
37°C potensi vaksin turun 0.15 log 10 nap harinya. Jadi total virus sebesar 6,15
log 10 akan kehilangan potensinya sebesar separo dalam dua hari pada suhu 37°C.
Kedua vaksin OPV dan IPV menimbulkan imunitas humoral yang akan
beredar di darah dan melindungi saraf pusat dari serangan virus polio alam atau
liar. Imunitas yang ditimbulkan oleh IPV hanya memberikan sedikit perlindungan
pada infeksi usus, dan pembawa virus yang menerima IPV akan tetap merupakan
alat atau organ yang potensial untuk penyebaran virus alam atau liar kepada
orang yang rentan. Kebalikannya, OPV berkembang dan mengebalkan orang seperti
pada infeksi alam. OPV tidak hanya menimbulkan IgM dan IgG didalam darah yang
tahan lama tetapi juga antibodi sekretoris IgA dalam pharing dan usus,yang
menyebabkan resistensi terhadap infeksi virus liar.
Virus polio yang dilemahkan terutama serotipe polio 3 mengalami
mutasi dalam batas tertentu, selama berkembang dalam tubuh anak yang
divaksinasi, tetapi tidak sampai penuh bersifat neurovirulence, dan
sangat jarang menyebabkan polio paralisis.
Resiko terjadinya polio paralisis disebabkan karena perubahan atau
mutasi serotipe virus vaksin sangatlah kecil. Berdasarkan penelitian yang
pernah dilakukan, diperkirakan bahwa satu kasus polio paralisis karena vaksinasi
akan terjadi tiap 2 sampai 4 juta dosis OPV yang dipakai.
Di negara-negara berkembang, imunisasi primer harus dimulai sedini
mungkin dan berakhir sedini mungkin juga. Jadwal imunisasi yang direkomendasikan
oleh WHO dalam EPI adalah 3 dosis secara seri dengan OPV. Ini harus dilakukan pada
umur 6,10 dan 14 minggu atau secepatnya setelah itu, jarak interval yang lebih
besar dari 4 minggu tidak diperlukan ulangan dari permulaan.
Pada bayi yang lahir di rumah sakit atau bayi yang sejak dini
telah berhubungan dengan
pelayanan kesehatan, kesempatan ini harus digunakan untuk
memberikan dosis ekstra OPV.
Ini yang disebut OPV zero (bukan OPV 1). Untuk menunjukkan bahwa
ini bukan untuk menggantikan dosis dari seri OPV yang biasa. Meskipun pemberian
OPV pada bayi yang sangat muda (minggu pertama dari kehidupan) tidak memberikan
reaksi serologi sebaik pada bayi yang lebih tua tetapi pemberian vaksin pada
umur muda tersebut akan memberikan 70% kekebalan local pada usus. Disamping itu
30% sampai 50% bayibayi tersebut membentuk antibodi terhadap salah satu atau
lebih serotipe virus polio.
Satu dosis OPV yang diberikan pada bayi yang baru lahir sangat
penting terutama di kota atau di daerah dengan penduduk yang padat, dan juga
kasus poliomilitis terjadi pada tahun pertama dari kehidupan. Ini menunjukkan
pentingnya imunisasi polio dapat diselesaikan sedini mungkin. Di beberapa
negara berkembang. anak-anak menunjukkan reaksi serologi yang lebih rendah dari
yang diharapkan setelah mendapat 3 dosis OPV atau lebih. Ini mungkin disebabkan
rantai dingin yang kurang baik pada waktu pengiriman atau adanya gangguan dari
virus entero yang lain atau dengan inhibitor non spesifik yang ada dalam usus.
3.
Pemberian
Vaksin
A. Pemberian Vaksin Polio (Oral Polio
Vaccine)
a. Deskripsi
Vaksin oral polio adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspensi
virus poliomyelitis tipe 1, 2, 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa
(Vademecum Bio Farma, 2002).
b. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomelitis.
c. Cara pemberian dan dosis
Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2
tetes sebanyak 4 kali dosis pemberian dengan interval setiap dosis minimal 4
minggu. Diberikan pada bayi mulai umur 0 bulan. Setiap membuka vial baru harus
menggunakan penetes (dropper) yang baru.
d. Kontra indikasi
Pada individu yang menderita imune deficiency tidak ada
efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan, misalnya
sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh.
e. Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis
yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi.
B.
Pemberian vaksin dengan cara suntikan
Vaksin polio inactivated berisi virus
polio yang sudah tidak aktif pemberiannya di lakukan dengan cara suntikan di
berikan sebanyak 3 kali dengan jarak 2 bulan.
C. Yang Harus DIperhatikan Setelah Imunisasi
setelah anak mendapatkan imunisasi polio maka
pada tinja si anak akan terdapat virus polio selama 6 minggu sejak pemberian
imunisasi. Karna itu untuk mereka yang berhubungan dengan bayi yang baru saja
di imunisasi polio supaya menjaga kebersihan dengan mencuci tangan setelah
mengganti popok bayi.
4.
Kadar Zat Antipoliomelitik dalam ASI Pada
Vaksin Polio
ASI
mengandung zat antipoliomelitik yang dapat mempengaruhi efektifitas vaksinasi
polio dengan OPV (Oral Polio Vaksin). Hasil pemeriksaan ASI menunjukkan
pada masa laktasi minggu I (kolustrum) semua ibu mempunyai ASI yang mengandung
zat antipoliomelitik dan
menurun
dengan bertambahnya masa laktasi bulan IV. Anak yang berumur lebih dari 3 bulan
dapat diberikan ASI sesaat sebelum dan sesudah di vaksinasi dengan OPV,
karena pada saat tersebut zat antipoliomelitik sudah tidak ada dalam ASI (atau
kalaupun ada titernya sangat rendah, sehingga tidak mampu untuk menetralisir
virus vaksin dalam usus anak)
(Gondrowahyuhono, et all, 2002).
5.
Cara Penularan
Manusia merupakan satu-satunya reservoir bagi virus polio, dan
kontak sesama manusia merupakan faktor utama bagi penyebaran virus ini. Virus
dapat diisolasi dari orofaring untuk
beberapa hari, tetapi dalam tinja dapat diketemukan sampai satu
bulan atau lebih. Cara
penularan yang umum adalah dari oropharing atau tinja
menyebar melalui jari yang terkontaminasi.
Anak-anak merupakan reservoir utama dari infeksi yang akan
menyebar ke anggota keluarga
lain yang rentan. Pada waktu penyakit ini diketahui pada salah
satu anggota keluarga, maka
pada saat itu juga semua anggota keluarga yang rentan telah
terinfeksi. Jika virus polio beredar
dalam suatu masyarakat, virus dapat diketemukan dalam air buangan
yang akan dapat berfungsi sebagai sumber penularan melalui air minum, air mandi,
dan sebagai.
Di negara beriklim dingin, infeksi dengan virus entero. termasuk
virus polio, terjadi
terutama pada musim panas dan musim gugur. Di negara tropis,
sirkulasi virus polio cenderung
terjadi sepanjang tahun atau berhubungan dengan musim hujan. Di
dum'a sudah terbukti adanya hubungan langsung antara kejadian penyakit dengan beberapa
faktor seperti; sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk, dan terbentuknya
antibody pada umur muda.
6. Ciri-ciri dan Gejala penyakit polio
Masa inkubasi virus polio biasanya berkisar 3-35 hari. Gejala kebiasaan
serangannya adalah pengidap mendadak lumpuh pada salah satu anggota tubuh yang
bergerak setelah demam selama 2-5 hari. Penyakit polio dibedakan dengan 3
jenis,yang mana jenis penyakit polio tersebut memiliki gejala / tanda – tanda
sendiri.
§
Polio tidak lumpuh - non-paralisis: Polio non-paralisis menyebabkan
demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher
dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
§
Polio paralisis spinal: Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang
belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada
batang tubuh dan otot tubuh. Pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bahagian saraf
tulang belakang dan otak. tetapi pesakit yang sudah memiliki kekebalan biasanya
terjadi kelumpuhan pada kaki.
§
Polio bulbar: Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan
semulajadi sehingga otak turut terserang.Otak mengandungi syaraf motorik yang
mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim signal ke berbagai syaraf
yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang
berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori
yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan
dan berbagai fungsi di kerongkong; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang
mengirim signal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur
pergerakan leher, jenis polio ini bolrh menyebabkan kematian.
7. Imunitas
Imunitas pasif diturunkan dari ibu kepada bayinya. Maternal
antibodi secara perlahan-lahan
menghilang selama 6 bulan pertama dari kehidupan bayi. Imunitas
pasif yang diberikan
dengan suntikan hanya bertahan 3-5 minggu. Imunisasi hams
dilakukan sebelum timbul gejala
pertama karena antibodi harus ada dalam darah untuk mencegah
adanya disseminasi virus ke otak, dan imum'sasi tidak efektif bila virus sudah sampai
ke otak. Antibodi netralisasi terbentuk dalam beberapa hari setelah infeksi
dengan virus polio, kadang-kadang sebelum gejala timbul dan antibodi ini bertahan sampai seumur hidup.
Antibodi yang bersirkulasi
di darah bukan satusatunya sumber proteksi terhadap infeksi.
Imunitas lokal atau seluler dapat memberikan proteksi lokal
terhadap adanya infeksi ulang pada usus (intestinal) setelah sembuh dari
infeksi alam atau setelah imunisasi dengan vaksin polio oral. Antibodi lokal
atau sekret ini makin dikenal sebagai sesuatu yang mempunyai peranan penting dalam
pertahanan terhadap infeksi virus polio atau virus entero yang lain.
Umumnya infeksi virus sangat beresiko bagi orang-orang dengan
berbagai defisiensi
imunologis baik humoral maupun "cell mediated immunity".
Pada kasus tersebut, infeksi virus
polio, baik infeksi alam maupun karena vaksinasi, akan dapat
menyebabkan penyakit dalam bentuk yang atipikal dengan masa inkubasi lebih lama
dari 28 hari. Penyebab kematian tertinggi
biasanya terjadi pada penderita penyakit yang lama dan menahun
serta lesi yang tidak umum di
saraf pusat. Ketahanan terhadap infeksi polio dapat menurun karena
pengangkatan tonsil dan adenoid. Hal ini disebabkan adanya penurunan antibody sekretori
pada nasopharing secara drastis. Tanpa adanya perubahan pada antibodi di darah.
Antibodi lokal akan tetap rendah atau hilang sampai selama 7 bulan. Pada
anak-anak yang seronegatif, respon antibodi nasopharyngeal terhadap
vaksin polio terlambat timbulnya secara bermakna dan dalam liter yang rendah
pada anak yang baru mengalami operasi tonsil.3 Faktor lain yang berpengaruh
terhadap berat ringannya infeksi virus polio adalah umur (terutama pada umur
sangat muda), kehamilan, dan kekurangan gizi yang kronis.
8.
Pencegahan penyakit polio
Pengobatan
polio bergantung pada jenis polio yang diderita:
A. Poliomielitis abortif
v Cukup diberika analgetik dan sedatifa
v Diet adekuat
v Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa
hari, sebaliknya dicegah aktivitas yang berlebihan selama 2 bulan dan 2 bulan
kemudian diperiksa neuroskletal secara teliti.
B. Poliomielitis
non paralitik
v Seperti tipe abortif
v Selain diberikan analgetik dan sedatifa dapat
dikombinasi dengan kompres hangat selama 15 -30 menit, setiap 2-4 jam.
C. Poliomielitis paralitik
v Membutuhkan perawatan dirumah sakit
v Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya
fase akuat dilampaui
v Selama fase akut, kebersihan mulut dijaga
v Perubahan posisi penderita dilakukan dengan
prnyangga persendian tanpa menyantuh otot dan hindari gerakan memeluk punggung
v Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah
fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya
deformitas.
v Akupuntur dilakukan sedini mungkin
v Interferon dilakukan sedini mungkin, untuk
mencegah terjadinya paralitik progresif
D. Pengobatan Pada Poliomielitis Bentuk Bulbar
v Perawatan khusus terhadap paralisasi palatum,
seperti pemberian makanan dalam bentuk padat atau semisolid
v Selama fase akut dan berat, dilakukan
drainasepostural dengan posisi kaki lebar tinggi (20-25)8, muka pada satu
posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lender dilakukan secara
teratur dan hati-hati, kalau perlu trakeostomi.
9.
Pengobatan Penyakit Polio
penyakit polio
tidak dapat disembuhkan dan obat anti virus tidak mempengaruhi perjalanan
penyakit ini. Jika otot-otot pernapasan menjadi lemah, bisa di gunakan ventilator.
Tujuan utama
pengobatan adalah mengontrol gejala sewaktu infeksi berlangsung. Perlengkapan
medis vital untuk menyelamatkan nyawa, terutama membantu pernafasan mungkin di
perlukan pada kasus yang parah jika terjadi infeksi saluran kemih, di berikan
antibiotik. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan kejang otot, bias
diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bias di kurangi dengan
kompres hangat.
Untuk memaksimalkan pemulihan kekuatan dan
fungsi otot mungkin perlu di lakukan teraoi fisi, pemakaian sepatu
korektif/penyanggah maupun pembedahan ortopedik.
10.
Yang Beresiko Terkena Polio:
·
Yang
belum mendapatkan imunisasi polio, datang ke daerah yang masih sering di
temukan polio.
·
Kehamilan
·
Usia
sangat lanjut atau sangat muda, setelah melakukan oprasi amandel/pencabutan
gigi.
·
Stress
atau kelelahan fisik yang luar biasa(karna ster emosi dan fisik dapat
melemahkan sisten kekebalan tubuh.
11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.
Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.
Komplikasi yang paling berat adalah kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap 100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.
Beberapa penderita mengalami komplikasi 20-30 tahun setelah terserang polio. Keadaan ini disebut sindroma post-poliomielitis, yang terdiri dari kelemahan otot yang progresif, yang seringkali menyebabkan kelumpuhan.
12. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap contoh tinja untuk mencari poliovirus dan pemeriksaan terhadap darah untuk menentukan titer antibodi. Pembiakan virus diambil dari lendir tenggorokan, tinja atau cairan serebrospinal. Pemeriksan rutin terhadap cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal atau tekanan, protein serta sel darah putihnya agak meningkat.
BAB III
Penutup
1. kesimpulan
Polio (Poliomielitis) adalah suatu
infeksi virus yang sangat menular, yang menyerang seluruh tubuh (termasuk otot
dan saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen,
kelumpuhan atau kematian. Cara
penularan yang umum adalah dari oropharing atau tinja menyebar melalui
jari yang terkontaminasi.
Penyakit polio dibedakan
dengan 3 jenis :
·
Polio tidak lumpuh - non-paralisis
·
Polio paralisis spinal
·
Polio bulbar
Penyakit polio dapat dicegah dengan pemberian imunisasi polio.
Pemberian imunisasi polio pada bayi dan anak tidak hanya member pencegahan
penyakit pada anak tersebut, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas,
karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu
pengetahuan dan sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami
tentang manfaat imunisasi dan jadual pemberian secara tepat.
penyakit polio tidak dapat disembuhkan dan
obat anti virus tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Jika otot-otot
pernapasan menjadi lemah, bisa di gunakan ventilator. Komplikasi yang paling berat adalah
kelumpuhan yang menetap. Kelumpuhan terjadi sebanyak kurang dari 1 dari setiap
100 kasus, tetapi kelemahan satu atau beberapa otot, sering ditemukan. Kadang
bagian dari otak yang berfungsi mengatur pernafasan terserang polio, sehingga
terjadi kelemahan atau kelumpuhan pada otot dada.
Tujuan
utama pengobatan adalah mengontrol gejala sewaktu infeksi berlangsung.
Perlengkapan medis vital untuk menyelamatkan nyawa, terutama membantu
pernafasan mungkin di perlukan pada kasus yang parah jika terjadi infeksi
saluran kemih, di berikan antibiotik. Untuk mengurangi sakit kepala, nyeri dan
kejang otot, bias diberikan obat pereda nyeri. Kejang dan nyeri otot juga bias
di kurangi dengan kompres hangat.
2. Saran
Ibu
yang mempunyai bayi dan balita agar diberikan vaksinasi polio dan untuk para
tenaga kesehatan agar dapat memberikan pendidikan kesehatan tentang pentingnya
pemberian vaksinasi polio.
Semoga para pembaca dapat memahami isi makalah
yang telah penulis buat dan penulis mengharapkan kritik dan saran jika ada
kesalahan dalam penulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar