Minggu, 14 Desember 2014

Kelompok 3 (Perubahan Psikologis Ibu Masa Nifas)

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

 Masa nifas (Puerperium) Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu maupun bayi, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Dalam memberikan pelayanan pada masa nifas, bidan menggunakan asuhan yang berupa memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial ibu/keluarga, memberikan pendidikan dan penyuluhan secara terus menerus. Dengan pemantauan dan asuhan yang dilakukan pada ibu dan bayi pada masa nifas diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi.
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitive, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Terjadi perubahan peran sebagai orang tua yang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya terhadap kelahiran seorang bayi. Mengalami perubahan stimulus dan kegembiraan untuk memenuhi kebutuhan bayi. Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gelaja-gejala  psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagi bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa nifas?
2.      Apakah definisi gangguan psikologi postpartum yaitu pada depresi post partum, post partum blues, dan post partum psikosa ?
3.      Apakah penyebab gangguan psikologi postpartum ?
4.      Bagaimana penanggulangan dari gangguan-gangguan psikologi postpartum ?
5.      Bagaiman contoh kasus pada setiap gangguan-gangguan psikologi postapartum ?
 
C.  TUJUAN
1.      Untuk mengetahui kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa
nifas
2.      Untuk melengkapi tugas dari mata kuliah “Askeb 3 Nifas”.
3.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap pembaca dan begitu pula dengan penulis sendiri.

D.  MANFAAT
            Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya tentang kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa nifas













BAB II

PEMBAHASAN

A.  PERUBAHAN PSIKOLOGIS IBU DALAM MASA NIFAS
1.    Perubahan peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan. Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung  jawab baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan. Pada awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan. Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua anak, dan anak-anak).

2.    Peran menjadi orang tua setelah melahirkan
Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu. Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi.

3.    Tugas dan tanggung jawab orang tua
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan anak. Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Orang tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut. Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain :
a.       Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.
b.      Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan  perawatan.
c.       Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas merawat  bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
d.      Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
e.       Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik  bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi. Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh  bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan  perlu memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk membantu mengangkat harga dirinya.

B.  ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU PADA MASA NIFAS
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar  biasa sekarang untuk menjadi seorang ibu. Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit  perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah :
1.      Periode “Taking In” atau “Fase dependent”
Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking in phase
Dalam penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari. Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan. Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas selanjutnya dengan  baik. Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses masa nifas.

a.    Periode ini terjadi selama 2-3 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.  
b.    Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.
c.    Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
d.   Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta  persiapan proses laktasi aktif.
e.    Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat  berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan. 2.

2.    Periode “Taking Hold” atau “Fase independent”
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase ini sebagai fase taking hold 
            Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa ini ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut, cenderung menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima  pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting memperhatikan  perubahan yang mungkin terjadi.
a.         Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.  
b.         Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c.         Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,BAK, serta kekuatan dan ketahanan tubuhnya.
d.        Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
e.         Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.  
f.          Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
g.         Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara  perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan yang bidan berikan.

3.      Periode “Letting Go”
Periode atau Fase Mandiri (letting go) dimana masing-masing individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus berusaha memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.
a.         Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang kerumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.  
b.         Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
c.         Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi kemasa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain:
1)      Respon dan dukungan keluarga dan teman Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang pertama kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan  peran barunya yang begitu fantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai seorang ibu. Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan yang sehat.
2)      Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus  berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal tersebutakan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang  pertama, ia akan bertekad untuk lebih meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.
3)      Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu Walaupun kali ini adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda dengan ibu yang baru melahirkan anak pertama. Hanya perbedaannya adalah teknik  penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiasi dari keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya yang lalu

4)      Pengaruh budaya Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi jika ada hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya yang dianut. Dalam hal ini,  bidan harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam menentukan bentuk asuhan dan perawatan yang harus diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam pemberian asuhan.


C.   PERAN BIDAN
Tanggung jawab utama bidan adalah membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan jika sesuatu tidak berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak mendengarkan suara bayi dan ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari bidan pada saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan jauh lebih baik menghibur daripada keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.

1.    Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya
2.    Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan datang
3.    Waspada terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :
a.    Perilaku negatif orang tua
b.    Sikap verbal dan nonverbal
c.    Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)
d.   Ucapan kekecewaan/merendahkan
4.    Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya)
5.    Mendorong orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar  positif tentang bayinya
6.    Berikan anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :
a.    Anjurkan pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin menangis, marah, lebih baik dekspresikan saja.
b.    Usahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan gunakan untuk tidur, walaupun hanya 10 menit).
c.    Berikan motivasi pad ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan,
bayi yang “menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan, dan lain-lain
d.   Minta bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu mengurus si kecil.
e.    Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.
f.     Hindari makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung kafein, karena kedua makanan ini berfungsi untuk memperburuk depresi.
g.    Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar
h.    Coba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan dari mereka bisa membantu mengurangi depresi













BAB III
KASUS POST PARTUM BLUES

Ny. “M” dengan kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang anak yang berjenis kelamin lak-laki di BPS Prita Yeni Surantiah Pesisir Selatan dengan partus spontan dan normal.
Tetapi setelah ± 3 hari post partum ibu mengatakan kurang tidur karena bayinya yang selalu menangis, ibu juga mengatakan bahwa ia kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Selain itu : suami ibu juga mengatakn ibu sensitive dan mudah tersinggung dan juga kurang menyayangi bayinya.

Penanganan:
Hal-hal yang disarankan pada ibu adalah sebagai berikut:
  1. Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin istirahat
  2. Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh ibu
  3. Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan merawat bayi
  4. Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri sendiri
komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin di ungkapkan,bicarakan rasa cemas yang dialami,bersikap tulus dan ikhlas dalam menerima aktivitas san peran baru setelah melahirkan,bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfectsionis dalam mengurus bayi dan rumah tangga,belajar tenang dan menarik nafas panjang dan meditasi,kebutuhan istirahat yang cukup,tidurlah ketika bayi sedang tidur,berolah raga ringan,bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru,dukungan tenaga kesehatan,dukungan suami,keluarga,teman,teman sesama ibu,konsultasikan pada dokter atau orang yang professional agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan melakukan pengawasan.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.




      BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gelaja-gejala psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagi bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.

B.   Saran
Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam penanganan kasus ibu yang mengalami perubahan psikologis pada masa nifas dan Dengan pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami konsep dasar postpartum blues dan bagaimana penerapan asuhan yang tepat diberikan kepada pasien yang menderita masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Setelah diketahui bagaimana asuhan yang benar maka diharapkan postpartum blues ini berkurang atau dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca dapat membagi informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya saat di lapangan nantinya.







DAFTAR PUSTAKA

Ambarawati, Eny Ratna dan Wulandari, Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:Nuha Medika.
 Suherni et al. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarata: Fitramala.
http://susanthy123.blogspot.com/p/makalah-masalah-masalah-dalam-masa.html
Vivian Nanny Lia Dewi, Tri Sunarsih.2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
      Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi : Yogyakarta.
Prawirohardjo, Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata, R.S., Inversio Uteri, Obstetri Patologi, hal 238-242, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNDIP, Bandung, 1984.
Mansjoer Arif et.al., Perdarahan Pasca Persalinan, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Kapita Selekta, Edisi 3, Jilid I, hal 313, Medik Aesculapius, Jakarta, 1999.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar