Selasa, 02 Desember 2014

Kelompok 1 (Kelainan Kongenital)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Anak merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan. Setiap manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan dengankeadaan cacat bawaan/kelainan kongenital.
Kelainan kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.sekitar 3-4 % bayi baru lahir memiliki kelainan bawaan yang berat beberapa kelainan baru ditemukan pada saat anak mulai tumbuh sekitar 7,5 % terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun tetapi kebanyakan bersifat ringan
Menurut survei demografi dan kesehatan Indonesia 2002 – 2003, angka kematian neonatal sebesar 20 per 100 kelahiran hidup. Dalam satu tahun sekitar 89.000 bayi berumur dibawah 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 bayi meninggal. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal (27%) setelah BBLR (29%).
Pertolongan persalinan dengan tenaga kesehatan telah mencapai 73,14% (profil kesehatan Indonesia, 2003) dan sebagian besar persalinan tersebut dilakukan oleh Bidan. Bidan sebagai penolong persalinan, sering kali dihadapkan dengan keadaan bayi lahir mengalami asfiksia. Dimana asfiksia dapat menyebabkan cacat mental, pneumonia, dan kematian.









B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Definis kelainan kongenital
2.      Patofisiologi kelainan kongenital
3.      Penyebab kelainan kongenital
4.      Pemeriksaan/diagnosis kelainan kongenital
5.      Penatalaksanaa kelainan kongenital
6.      Tindakan bidan terhadap kelainan kongenital
7.      Pencegahan kelainan kongenital

C.    TUJUAN PENULISAN
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah meningkatnya pemahaman bidan terhadap kelainan kongenital. Dengan demikian, strategi untuk memberikan dampak positif terhadap pengurangan angka kesakitan dan kematian Bayi dan Balita dapat dipraktikkan secara langsung dalam  pelaksanaan asuhan kebidanan yang secara khusus dapat dilaksanakan dalam program yang komprehensif.




























BAB II
PEMBAHASAN


A.    DEFINISI KELAINAN KONGENITAL

Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum disebut kelainan kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak bayi lahir.
Anomali kongenital atau kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu malformasi kongenital  yang timbul sejak priode embrional sebagai gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.
Kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian segera setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. Berat bayi lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan pemeriksaan darah janin.






B.     PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL
 Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.       Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
Malformasi dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra putting susu adalah contoh dari malformasi minor.

2.      Deformasi
Deformasi didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.


3.      Disrupsi
Disrupsi adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion, dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas, jari-jari, tengkorak, serta muka.

4.      Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.


C.    PENYEBAB KELAINAN KONGENITAL

Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan sehingga bersifat multifaktorial.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1)      Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat dilakukan pemeriksaan antenatal terhadap adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Bila ditemukan adanya suatu kelainan kromosom, perlu dipikirkan tindakan selanjutnya berdasarkan pertimbangan medikolegal. Beberapa contoh kelainan kromosom yang dapat ditemukan antenatal antara lain adalah kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindroma down (mongolisme). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma turner.
2)      Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organa tubuh adalah kelainan talipes equinovarus (clubfoot). Jepitan pita amniotik dapat menyebabkan berubahnya bentuk suatu organ tubuh bahkan mungkin dapat menyebabkan terpurusnya suatu organ (amputasi kongenital).
3)      Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu misalnya virus dalam periode organogenesis, mungkin tidak memberi gejala yang berarti untuk ibunya karena hanya bersifat subklinis, tetapi terhadap janin dapt berakibat abortus atau dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan suatu organ tubuh yang akhirnya menimbulkan kelainan kongenital. Infeksi pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus cytomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4)      Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi dan bila perlu menunda kehamilan.
5)      Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan meningkat pada ibu usia di atas 30 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 40 tahun ke atas. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 1000 kelahiran hidup dan ditemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu usia 35 tahun atau lebih. Anka kejadian yang ditemukan adalah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk ibu berumur 45 tahun.
6)      Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7)      Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda. Dikatakan bahwa penyinaran lebih dari 10.000 milliards pada wanita hamil dikhawatirkan akan mempunyai efek terjadap janin.
8)      Faktor gizi
Pada binatang percobaan kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia, penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan gizi kurang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu bergizi baik. Pada binatang percobaan adanya defisiensi protein, vitamin A riboflavin, asam folat, tiamin, dan lain-lain, dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.
9)      Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.






D.    PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap kehidaupan janin intrauterin (diagnosis antenatal atau diagnosis pranatal), serta diagnosis yang dilakukan setelah bayi lahir (diagnosis pasca natal).
      Indikasi melakukan diagnosis pranatal umumnya dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor risiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital. Faktor risiko ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat kelainan kongenital dalam keturunan, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, umur ibu yang mendekati masa menopouse, ibu yang menderita penyakit tertentu, pemakaian obat atau bahan lain yang dianggap teratogen, adanya kenaikan kadar alfa-fetoprotein pada ibu, kehamilan polihidramnion/oligohidramnion, pertumbuhan janin terlambat, dan kehamilan ganda.
      Beberapa contoh obat yang dipakai selama hamil yang diduga dapat berpengaruh terhadap janin antara lain adalah pemakaian insulin pada ibu penderita diabetes yang bergantung kepada insulin; pada kejadian ini kemungkinan melahirkan bayi dengan kelainan kongenital sekitar 2-4 kali lebih besar daripada ibu yang normal. Kelainan kongenital yang mungkin ditemukan dalam keadaan ini misalnya kelainan skeletal, kardiovaskuler, susunan saraf pusat, genitourinaria, dan gastrointestinal. Ibu penderita epilepsi yang dalam pengobatan antikonvulsan diduga akan berpeluang mempunyai bayi dengan kelainan kongenital 2-3 kali lebih tinggi. Kelainan kongenital yang dapat ditemukan misalnya kelainan jantung kongenital, bibir sumbing atau palatoskizis, retradasi mental, dan beberapa kelainan traktus urinarius. Ibu epilepsi yang tidak makan obat antikonvulsan tidak menunjukkan kenaikan angkka kejadian kelainan kongenital. Antikonvulsan lain yan walaupun belum mutlak bersifat teratogen tetapi mungkin berperan dalam kejadian kelainan kongenital antara lain adalah fenitoin, litium, barbiturat, benzodiazepin. Ibu yang mempunyai riwayat memakai obat sitostatik yang dikenal bersifat teratogen, pemakaian antikoagulansia, steroid, atau obat psikoterapik, perlu mendapat perhatian pula. Disamping itu, ibu yang telah lanjut usianya dan ibu yang pada pemeriksaan darahnya menunjukkan kenaikan kadar alfa-fetoprotein perlu dipantau lebih lanjut perjalanan kehamilannya.
      Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain adalah dengan pemeriksaan radiologik, ultrasonografik, darah ibu terhadap alfa-fetoprotein ssekitar minggu 16-20 kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis disertai analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion.
      Beberapa contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan secara non invasif (ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida, defek tuba neural, porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung ganda, kelainan sistem gwnitourinaria; misalnya kista ginjal), dan kelainan pada paru sebagai kista paru. Dengan panduan alat ultrasonografi mutakhir dapat dilakukan berbagai tindakan lebih lanjut seperti amniosentesis, pengambilan darah janin, biopsi vilus korion, maupun tindakan bedah janin. Tindakan bedah janin dilakukan sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ janin selama kehidupan intrauterin sambil menunggu tindakan bedah definitif yang akan dilakukan setelah bayi lahir.
      Amniosentesis transabdominal umumnya dilakukan pada kehamilan 14-20 minggu. Dari cairan amnion yang didapat dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-fetoprotein terhadap defek tuba neural (anensefali, meningomielokal), pemeriksaan terhadap beberapa gangguan metabolik (galaktosemia, fenilketonuria), dan pemeriksaan lainnya. Dari sampel darah janin yang diperoleh dapat diperiksa beberapa kelainan darah misalnya hemoglobinopati, hemofilia, atau thalasemia. Dari hasil biopsi vilus korion dapat diperoleh jaringan janin untuk pemeriksaan sel secara langsung atau ukuran kultur sel.
      Kadang-kadang suatu kelainan kongenital ditemukan antenatal secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kehamilan, atas indikasi tertentu karena adanya gangguan dalam kehamilan misalnya pertumbuhan janin terhambat, keadaan poli/oligohidramnion. Bila pada diagnosis pranatal ditemukan adanya kelainan kongenital, maka harus difikirkan langkah selanjutnya. Bila kelainan tersebut masih dapat dikoreksi, maka kelahiran bayi dalm risiko ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit rujukan. Sedangkan pada kelainan yang sukar atau tidak dapat dikoreksi, maka pertimbangkan medikolegal dan putusan orang tua sangat diperlukan untuk kelanjutan kehamilannya. Bila telah diketahui adanya faktor risiko kelainan kongenital  pada pasangan orang tua yang dapat diturunkan kepada anaknya, maka sebaiknya dilakukan langkah untuk konseling genetik.

E.     PENATALAKSANAAN KELAINAN KONGENITAL
Secara klinis, penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh umumnya memerlukan tindakan bedah . Sesuai dengan jenis dan tindakan bedah yang harus dilakukan, kelainan kongenital dapat dibagi dalam kelompok (1) kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut mengancam jiwa bayi; dan (2) kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus demikian tindakan dilakukan secara berencana atau selektif.
            Sering kelainan kongenital yang ditemukan bersifat multipel atau berupa kelainan kongenital yang sukar dikoreksi (ansefali), sehingga koreksi bedah pada saat ini belum memungkinkan; sementara ini penanganannya hanya secara medis dan bersifat konservatif. Penanganan anomali kongenital medis karena kelainan kromosom atau genetik, atau yang bersifat sistemik dilakukan sesuai dengan jenis kelainan tersebut, disertai dengan upaya lain untuk menghindarkan terjadinya berbagai komplikasi.


F.     TINDAKAN BIDAN DALAM MENEMUKAN KELAINAN KONGENITAL
Tindakan bidan dalam menemukan kelainan kongenital segera lakukan rujukan, kemudian memberi tahu keluarga agar dapat menerima keadaan bayi. Dan memberikan motivasi kepada ibu supaya ibu dapat menerima dan tidak syok.
Bila bidan menemukan tanda adanya kelainan dalam kehamilan segeralah bidan anjurkan ibu untuk melakukan USG dan segera mengambil keputusan untuk meneruskan kehamilan atau tidak.






G.    PENCEGAHAN KELAINAN KONGENITAL

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun:
·         Tidak merokok dan menghindari asap rokok
·         Menghindari alkohol
·         Menghindari obat terlarang
·         Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
·         Melakukan olahraga dan istirahat yang cukup
·         Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin
·         Mengkonsumsi suplemen asam folat
·         Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
·         Menghindari zat-zat yang berbahaya.

Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi. Meskipun semua vaksin aman diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik jika semua vaksin yang dibutuhkan telah dilaksanakan sebelum hamil.
Seorang wanita sebaiknya menjalani vaksinasi berikut:
    1. Minimal 3 bulan sebelum hamil : MMR
    2. Minimal 1 bulan sebelum hamil : varicella
    3. Aman diberikan pada saat hamil
      - Booster tetanus-difteri (setiap 10 tahun)
      - Vaksin hepatitis A
      - Vaksin hepatitis B
      - Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki trimester kedua atau ketiga)
      - Vaksin pneumokokus.





Zat yang berbahaya
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
  • Alkohol
  • Androgen dan turunan testosteron (misalnya danazol)
  • Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors (misalnya enalapril, captopril)
  • Turunan kumarin (misalnya warfarin)
  • Carbamazepine
  • Antagonis asam folat (misalnya metotrexat dan aminopterin)
  • Cocain
  • Dietilstilbestrol
  • Timah hitam
  • Lithium
  • Merkuri organik
  • Phenitoin
  • Streptomycin dan kanamycin
  • Tetrasyclin
  • Talidomide
  • Trimethadion dan paramethadion
  • Asam valproat
  • Vitamin A dan turunannya (misalnya isotretinoin, etretinat dan retinoid)
  • Infeksi
  • Radiasi.Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu, atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat.















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum disebut kelainan kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak bayi lahir.
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Malformasi, Deformitas, Disrupsi, Displasia.
Penyebab kelainan kongenital: kelainan genetik dan kromosom, faktor
mekanis, faktor infeksi, faktor obat, faktor mur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor gizi dan faktor lain.
Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain adalah dengan pemeriksaan radiologik, ultrasonografik, darah ibu terhadap alfa-fetoprotein sekitar minggu 16-20 kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis disertai analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion. Sesuai dengan jenis dan tindakan bedah yang harus dilakukan, kelainan kongenital dapat dibagi dalam kelompok (1) kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut mengancam jiwa bayi; dan (2) kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus demikian tindakan dilakukan secara berencana atau selektif.

B.     SARAN
Sebagai bidan hendaknya kita dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan kongenital. Dan dapat melakukan tindakan segera supaya dapat mencegah kematian. Serta dapat melakukan pemeriksaan antenatal secara kompeten.

DAFTAR PUSTAKA

http : // arny –midwife .blogspot .com / 2011 /02 /kelainan  -kongenital . html
http : // green lovaa .wordpress .com / 2013 /01/04 makalah – kelainan – congenital –pada bbl/
http : //  www .angel firc .com /ga / kachmaf DSOG /congenital  .html
Markum, A H.1991. “Ilmu Kesehatan Anak”. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI

A.H Markum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar