Minggu, 14 Desember 2014

KELOMPOK 20 (Sindrom Pierre Robin)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG

Sindrom Pierre Robin atau dikenal dengan pierre robin sequence, pierre robin malformation, pierre robin complex. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Lannelounge dan Menard seorang radiologi pada tahun 1891, pada pasien dengan gejala mikrognasia, langit-langit yang terbelah dan glosoptosis. Pada tahun 1923, Pierre Robin mendeskripsikan tentang sindrom ini,yaitu terjadinya penyumbatan jalan nafas yang dihubungkan dengan glosoptosis dan hipoplasia dari rahang bawah.
Sindrom ini merupakan malformasi kongenital yang ditemui pada bayi sejak lahir. Terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial yang mengakibatkan terganggunya pernafasan dan kesulitan dalam pemberian makan dan minum pada bayi. Terjadinya gangguan proses perkembangan rahang pada masa kehamilan menyebabkan ukuran rahang lebih kecil dari ukuran normal dengan ukuran lidah yang normal dan langit-langit tidak dapat menutup secara sempurna.Epidemiologi Sindrom ini adalah 1 : 9000 kelahiran hidup.
Diagnosa yang utama adalah dengan melihat secara klinis adanya kelainan bentuk wajah penderita. Pada penderita ini ditemukan tanda-tanda seperti mikrognasia, glosoptosis, celah langit-langit, gangguan saluran pernafasan, serangan sianotik, dan serangan apnea. Sindrom ini juga disertai beberapa kelainan yang menyertainya, yakni kelainan pada mata dan telinga. Secara radiografis, terlihat rahang yang lebih kecil dari keadaan normal merupakanpermasalahan awal dan sebagai perkiraan dari kemungkinan masa perubahan bentuk wajah.
Pada umumnya prognosis pada penderita sindrom Pierre Robin adalah baik, dimana akan berlanjut secara normal sampai mencapai perkembangan yang sempurna.Penanganan awal pada sindrom ini dapat ditangani dengan terapi konservatif ataupun terapi bedah. Secara mayoritas penanganan konservatif dilakukan dengan meletakkan bayi pada posisi telungkup untuk membebaskan jalan nafas. Penanganan bedah dapat dilakukan dengan teknik distraksi osteogenesis pada mandibula. Trakeostomi dilakukan sebagai tindakan darurat bila terjadi penyumbatan saluran udara berulang.
Namun untuk mengatasi beberapa jenis kelainan gigi ataupun rahang terutama kelainan kraniofasial dibutuhkan perawatan tambahan yang merupakan kombinasi antara perawatan ortodontik dan perawatan bedah mulut yaitu perawatanbedah ortognatik. Perawatan bedah ortognatik merupakan suatu rangkaian perawatan yang dilakukan oleh suatutim multidisiplin ilmu, antara lain spesialis ortodonti, bedah mulut dan maksilofasial, periodonti, prostodonti, konservasi dan psikologis. Perawatan bedah ortognatik pada pasien sindrom ini minimal pada usia 18 tahun.Terdapat tiga jenis perawatan yang dapat memperbaiki kelainan dentoskeletal atau dentofasial, yaitu modifikasi pertumbuhan, perawatan ortodontik dan bedah ortognatik. Perawatan ortodontik merupakan hal yang esensial dari rangkaian perawatan ortognatik. Memperbaiki lengkung gigi sebelum operasi penting dilakukan untuk mendapatkan hasil yang akurat, tidak hanya dalam hubungan antero-posterior dan hubungan transversal, tetapi juga dalam hubungan vertikal.






1.2 TUJUAN PENULISAN
 Tujuan penulisan ini untuk menjelaskan hal -hal yang perlu diketahui oleh seorang mahasiswa kebidanan tentang salah satu kelainan kraniofasial yaitu sindrom Pierre Robin dan perawatannyadapat dilakukan secara bedah yaitu bedah ortognatik (pada usia 18 tahun) serta untuk mendapatkan keseimbangan fungsional dan estetik atau psikososial serta mencapai hasil yang stabil.

1.3 MANFAAT PENULISAN
manfaat yang didapat dari penulisan ini untuk menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa kebidanan mengenaiperawatansecara bedahpada pasien yang mengalami kelainan kraniofasial sehingga nantinya dapat memberikan perawatan dental yang profesional.Tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai perawatan bedah ortognatik pada kelainan kraniofasial khususnya pada pasien sindrom Pierre Robin.




































BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Definisi
Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan gejala-gejala utama seperti:mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit.Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan pemberian makan. Kelainan pada beberapa sistem organ
tubuh yang lain dapat ditemukan pada sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, matadisertai terjadinya serangan apnea dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.

2.2 Patofisiologi
Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang terdapat pada sindrom Pierre Robin adalah kegagalan pertumbuhan mandibula pada masa intrauterin. Sindrom Pierre Robin merupakan malformasi kongenital yangdapat dideteksi sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan saluran pernafasan akibat ukuran rahang yang abnormal pada bayi.


2.3 Etiologi
Sindrom Pierre Robin merupakan rangkaian dari beberapa malformasi kongenital yang terdiri dari gabungan beberapa etiologi.Namun, dari beberapa penelitian menemukan rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan mekanis pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti dengan peran oligohidramnion.

2.4 Pemeriksaan / Diagnosa
            Goldenhar syndrome harus di diagnosa berdasarkan aspek klinis dan di hubungkan dengan kondisi sistemik dan temuan gambaran radiografis. Penyakit ini menyebabkan dostonsi pada wajah, pemeriksaan fisik dari penderita adalah langkah pertama dalam diagnosis penyakit ini. Sebagian besar menganggap kehadiran anomali dari telinga(microtia ) dan tonjolan pada telinga ( acrochordon ) diperlukan untuk diagnosis. Selain itu juga asimetri wajah atau hipoplasia wajah dan/atau mandibula, tumor epibulbar dermal, perubahan palpebral, anomali tulang belakang, sumbing wajah lateral, dan masalah ginjal di observasi.
            Selain pereriksaan fisik, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan ultrasound dapat membantu mengidentifikasi kelainan internal yang terkait dengan sindrom ini. Anomali skeletal dan tulang wajah dapat di diagnosa dengan menggunakan beberapa jenis alat radiografi yang tersedia saat ini. Radiografi panoramik memberikan gambaran yang sangat baik dari struktur tulang rahang bawah dan rahang atas. Pemeriksaan radiografi tulang zigomatik menunjukan kekurangan makroskopik dan simetri perkembangan. Ada juga kemungkinan agnesis tulang-tulang ini dengan kurangnya fusi dari lengkung zigometik dan agnesis palatina.
            Cleft palate dapat secara radiografi. Ultrasound yang berkualitas baik dapat mendeteksi cacat dengan jelas. Resolusi tinggi dari computed tomography (CT) terutama untuk telinga bagian dalam, telinga tengah dan cacat tulang belakang, serta magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendiagnosa.
Oligohidramnion adalahsuatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan janin pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangicairan amniotik yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya pertumbuhan mandibula. Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan tulang janin menyebabkan dagu tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum. Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami pergerakandimanadagu yang tertekan menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat. Pertumbuhan rahang yang terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan ukuran rahang menjadi lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak mendapat tempat yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup  secara sempurna.
Pada kasus sindrom Pierre Robin dengan ukuran rahang yang lebih kecil, menimbulkan manifestasi yang berupa letak lidah yang lebih ke posterior (glosoptosis) dan celah langit-langit yang menyebabkan terhambatnya jalan nafas sebagai permasalahan utama dan kesulitan dalam pemberian makan pada bayi.

Gambar 1. Penderita sindrom Pierre Robin dengan mikrognasia disertai gangguan
pernafasan.(Anonymous. Pierre robin sequence. <http://www.drchetan.com> (19 Oktober 2010)).


2.5 Gambaran Klinis
Sifat klinis yang utama pada sindrom Pierre Robin adalah terjadinya
gangguan pertumbuhan rahang pada masa intrauterin. Ukuran mandibula yang lebih kecil dari ukuran normal, posisi lidah yang jatuh ke belakang, dan celah langit-langit menyebabkan terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas dan kesulitan dalam pemberian makan pada penderita sindrom Pierre Robin, khususnya pada bayi.

2.5.1 Mikrognasia
Mikrognasia adalah yg ditandai dengan gejala hipoplasia mandibula dimana ukurannya lebih kecil dari ukuran normal.Mikrognasia merupakan faktor utama yang menyebabkan meningkatnya resiko terjadi obstruksi, karena penderita mikrognasia memiliki posisi lidah yang jauh lebih ke posterior, sehingga mengurangi daerah lintasan udara pada saluran pernafasan bagian atas.Menangis pada anak dapat menyebabkan jalan nafas tetap terbuka, dan pada saat anak tertidur terjadi sumbatan jalan nafas, sehingga menyebabkan pengeluaran energi yang meningkat. Karena masalah respirasi tersebut, pemberian makan mungkin menjadi sangat sulit sehingga menyebabkan kurangnya pemasukkan makanan. Jika keadaan ini tidak diterapi dapat menyebabkan kelelahan, kegagalan jantung, dan bahkan kematian.
Gambar 2. Anak dengan ukuran rahang yang lebih kecil darinormal(mikrognasia).
(Morokuma S. Abnormal fetal movements, micrognathia and pulmonary hypoplasia: a case report. <http://www. biomedcentral.com> (23 Oktober 2010)).

2.5.2 Glosoptosis
Glosoptosis mendeskripsikan keberadaan lidah jatuh ke belakang yang dapat menyebabkan obstruksi faringeal. Ukuran rahang yang abnormal tidak dapat memberi dukungan yang cukup pada lidah untuk maju ke depan. Keberadaan lidah yang cenderung ke posterior menyebabkan tersumbatnya jalan nafas, sehingga kemungkinan besar terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas dan berakibat fatal bila tidak segera ditangani.

Gambar 3.Posisilidah cenderung ke posterior. (Cozzi F,Pierro A. Glossoptosis apnea syndrome in infancy.Pediatrics J 1985:839).

2.5.3 Celah Langit-langit
Celah langit-langit adalah terdapatnya celah pada langit-langit (palatum)
yang terjadi karena palatum tidak menutup secara sempurna. Celah langit-
langit merupakan suatu bentuk kelainan sejak lahir atau cacat bawaan pada wajah yang sangat banyak dijumpai.Pada kasus sindrom Pierre Robin, kelainan yang sering kali terjadi biasanya terdapat celah palatum berbentuk U dan jarang dengan celah berbentuk V yang biasanya tidak disertai celah bibir.Celah bisa melibatkan sisi lain dari palatum, yaitu meluas dari bagian palatum keras di anterior mulut sampai palatum lunak kearah tenggorokan. Penderita biasanya mengalami kesulitan dalam menelan dan menyusuiserta mudah terjadi infeksi pada saluran pernafasan karena tidak adanya pembatas antara rongga mulut dan rongga hidung. Perawatan pada celah langit-langit sebaiknya dilakukan segera pada usia bayi 1,5 –2 tahun dengan tindakan pembedahan sebagai pilihan utama.

Gambar 4. Celah langit-langit(palatum) terdiri atas : a. celah berbentuk U (kiri) dan b.celah berbentuk V ( kanan). (Anonymous. Palatal cleft at pierre robin syndrome.
<http://img.medscape.com> (19 Oktober 2010)).

2.5.4 Obstruksi Saluran Pernafasan Atas
Gangguan saluran pernafasan yang terjadi pada penderita sindrom Pierre
Robin merupakan suatu keadaan berhentinya nafas secara berulang selama interval waktu yang singkat.Obstruksi terjadi akibat penyempitan saluran pernafasan terutama pada ujung posterior palatum lunak dan dasar lidah, dalam hal ini keadaan mikrognasia dianggap sebagai penyebab utama. Penanganan segera sangat dibutuhkan dengan pemasangan selang oksigen
melalui hidung.

2.5.5 Serangan Sianotik
Kebanyakan penyebab terjadinya serangan sianotik adalah kelainan jantung bawaan yang tidak diketahui sebelumnya. Gejala serangan sianotik baru timbul di kemudian hari ketika bayi menyusui, menangis, bangun tidur serta sesudah makan.Sianotik yang tiba-tiba terjadi dapat menyebabkan kulit anak berwarna ungu kebiruan dan sesak nafas.

2.5.6 Serangan Apnea
Serangan apnea disebabkan ketidakmampuan fungsional pusat pernafasan
yang ada hubungannya dengan hipoglikemia atau perdarahan intrakranial. Irama pernafasan bayi tidak teratur dan diselingi serangan apnea. Dengan menggunakan alat pemantau apnea dan memberikan segera oksigen pada bayi ketika timbul apnea, sebagian besar bayi akan bertahan dari serangan apnea, meskipun apnea ini mungkin berlanjut selama beberapa hari atau minggu.


2.5.7 Kelainan Mata
Kelainan mata pada penderita sindrom Pierre Robin yang paling banyak ditemukan adalah katarak dan glaukoma kongenital.Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa mata yang ditemukan pada bayi baru lahir, dimana bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus (gerakan mata yang cepat dan tidak biasa).Glaukoma kongenital adalah peningkatan tekanan cairan di dalam bola mata bayi yang baru lahir(biasanya pada kedua mata). Glaukoma kongenital terjadi akibat adanya gangguan pada perkembangan saluran pembuangan cairan dari mata. Penyakit ini seringkali sebagai penyakit keturunan.

Gambar 5. Katarakmerupakan kelainanmata yangSeringdijumpai pada sindrom
PierreRobin.(Maryasno H.Penglihatan. < http://www.i-am-pregnant.com> (19 Oktober 2010)).

2.5.8 Kelainan Telinga
Gangguan pada telinga yang sering terjadi pada sindrom ini adalah otitis
media yang diikuti dengan kelainan bentuk daun telinga. Penderita sindrom Pierre Robin yang mengalami kelainan celah langit-langit, ada kemungkinan timbulnya masalah pendengaran. Penderita celah langit-langit cenderung menghasilkan banyak cairan yang menumpuk di belakang gendang telinga sehingga dapat menimbulkan infeksi dan penurunan tekanan udara di telinga tengah yang menyebabkan terganggunya pendengaran.


Gambar6. Kelainan bentuk daun telingapenderitasindrom Pierre Robin.(Jackson IT. Congenital syndrome.<http://img.medscape.com> (19 Oktober 2010)).




2.6 Gambaran Radiografis
Gambaran radiografis sindrom Pierre Robin merupakan alat pendukung diagnosa dalam menentukan malformasi kongenital yang terjadi. Dengan melihat keadaan penderita sejak lahir sudah dapat menentukan penderita mengalami kelainan sindrom Pierre Robin. Pemeriksaan melalui evaluasi radiografis dapat mengukur dan mengestimasi apakah mandibula memiliki ukuran normal atau abnormal. Jika memungkinkan, foto sefalometri secara lateral dan frontal dilakukan pada bulan pertama atau kedua setelah kelahiran.


2.7 Manifestasi Klinis
  • Micrognathia atau kelainan rahang bawah yang pendek dan rendah dilaporkan pada kebanyakan kasus (91.7%). Anak memiliki rahang bawah yang kecil, namun akan terjadi pertumbuhan rahang pada setahun pertama. Kelainan rahang bawah yang kecil ini biasanya akan pulih dan anak akan memiliki profil rahang bawah yang normal pada usia 5-6 tahun.
  • Glossoptosis atau gangguan penempatan lidah (lidah terletak di belakang dan mudah jatuh ke belakang) dilaporkan pada 70-85% kasus. Makroglosia atau lidah yang besar juga dilaporkan dialami anak pada 10-15% kasus ini.
  • Kombinasi micrognathia dan glossoptosis ini seringkali menyebabkan ganguan pernafasan pada anak terutama saat sedang tidur (obstructive sleep apnea), jalan nafas yang tersumbat akibat lidah yang jatuh ke belakang sehingga anak seringkali merasa sesak atau ditandai juga dengan anak yang sering tidur mendengkur.
  • Selain itu kombinasi micrognathia dan glossoptosis ini juga menimbulkan kesulitan makan pada anak. Hal inilah yang mungkin menyebabkan sulitnya anak Anda untuk makan dan minum sehingga berat badannya sulit naik. Untuk itu diperlukan terapi dan penanganan untuk gejala ini agar anak Anda dapat minum dan makan secara normal sehingga berat badannya dapat naik.
  • Sedangkan prevalensi kejadian cleft palate, seperti yang terjadi pada anak Anda juga dilaporkan terjadi pada 14-91% kasus Pierre Robin Syndrome. Hal inilah yang dapat menyebabkan gangguan bicara pada anak.
  • Pada Pierre Robin syndome juga seringkali ditemukan adanya gangguan pada telinga antara lain: otitis media (infeksi saluran telinga tengah), tuli dan defek pada daun telinga.
Selain itu gejala sistemik lain yang mungkin juga ditemukan adalah:
  • Gangguan mata berupa: hipermetropi (rabun dekat), miopia (rabun jauh), astigmatisma (silinder), sklerosis kornea dan penyempitan saluran air mata
  • Kelainan jantung seperti: murmur ringan, stenosis pulmoner, patent ductus arteriosus, patent foramen ovale, atrial septal defek dan hipertensi pulmoner
  • Kelainan muskuloskeletal berupa: polidaktili (memiliki jari yang lebih dari 5 pada satu tangan atau kaki), clinodactyly (jari kelingking yang bengkok), oligodactyly (memiliki jari yang kurang dari 5 pada satu tangan atau kaki), clubfeet atau kaki yang rata, genu valgus (kaki X), gangguan pada tulang belakang seperti skoliosis (tulang belakang seperti huruf S), kifosis (bungkuk) dan displasia vertebra
  • Kelainan saraf: keterlambatan bicara, epilepsi, keterlambatan perkembangan saraf dan hidrosefalus
  • Kelainan traktus urinarius: testis yang tidak turun, hidronefrosis dan hidrokel
  • Tingkat keparahan kelainan ini berbeda pada setiap anak. Hampir semua bayi penderita sindrom Pierre Robin mengalami kesulitan makan dan masalah kenaikan berat badan. Rahang kecil menyebabkan ia kesulitan menutup payudara ibu saat menyusu. Jika masalahnya hanya ini, Anda sebaiknya mencoba semua posisi menyusui untuk mendapatkan posisi terbaik.
  • Bayi penderita sindrom Pierre Robin juga mengalami cleft palate. Ia mengalami kesulitan memasukkan puting payudara dan mengisap. Posisi lidah yang menutup rongga mulut juga mengakibatkan bayi kesulitan bernafas, baik saat tidur maupun makan. Dalam posisi tertentu, lidah bayi bisa menghalangi jalan nafas. Semua permasalahan ini menyebabkan proses pemberian ASI maupun susu botol hampir tidak mungkin.
  • Salah satu permasalahan tersulit yang dialami bayi penderita Sindrom Pierre Robin, ia harus belajar bernafas, makan, dan menelan pada saat bersamaan. Akibatnya, bayi Anda cenderung cepat lelah selama makan/minum karena menggunakan banyak sekali energi. Si kecil harus mengisap secara aktif — berusaha menjaga lidah dan otot-otot mulut lain tetap aktif.  Saat ini pun bisa membawa keuntungan buat Anda dan si kecil, yaitu menjadi masa pelekatan yang membahagiakan.
2.8 Komplikasi
Pierre Robin Syndrome dapat menyebabkan komplikasi sebagai berikutnya:
  • Mengalami kesulitan bernafas
  • Mengalami kesulitan untuk makan
  • Menyebabkan kematian dini
  • Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Gagal Jantung Kongestif
  • Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk Tuli
  • Sering mengalami peristiwa tersedak
2.9 Penanganan
  • Penanganan dan pengobatan Pierre Robin Syndrome dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah: Bedah Ortognatik, Cetakan Nasoalveolar, Distraksi Osteogenesis, Endoskopi Saluran Cerna, Osteotomi Le Fort Maksiliari, Osteotomi Pemisahan Sagital Rahang, Prosedur Millard, Trakeostomi
  • Pada kebanyakan pasien, terapi konservatif melalui observasi ketat dan follow up seringkali berhasil. Sesuai dengan perjalan penyakitnya secara alami dan seiring dengan pertumbuhan normal, gangguan pernafasan biasanya akan hilang sendiri tanpa adanya tindakan bedah.
  • Untuk mengatasi masalah gangguan pernafasan, terapi posisi tengkurap terbukti efektif. Jika hal ini tidak berhasil, penempatan bantuan jalan nafas melalui mulut, masker laring, stent nasofaring dan intubasi merupakan opsi lain.
  • Gangguan makan dapat dihilangkan dengan teknik dalam memberi makan (jika masih ASI, anak disusui dengan posisi tegak, bukan tertidur atau miring), modifikasi dot, penggunaan nasogastric atau orogastric feeding tube dan penempatan gastronomy.
  • Sementara tindakan bedah diperlukan jika anak memiliki micrognathia yang parah dengan gangguan nafas dan kegagalan pertumbuhan. Tindakan bedah juga diperlukan untuk memperbaiki cleft palate yang biasanya dilakukan saat usia anaka 6-18 bulan.
  • Untuk penanganan Pierre Robin Syndrome ini diperlukan suatu penanganan yang komprehensif dengan menganalisa secara menyeluruh: insidensi, faktor resiko, sindrom lain yang terkait, gangguan nafas dan makan, pemeriksaan secara menyeluruh (karena seperti telah disebutkan sebelumnya, pierre robin syndrome ini dapat menimbulkan berbagai gejala) dan prognosis.
  • Untuk membantu si kecil bernafas, Anda disarankan untuk menempatkan bayi pada posisi terbaik. Tetapi cara ini pun kadang tidak cukup jika kelainannya cukup parah. Dokter anak biasanya menganjurkam peralatan khusus agar proses bernafas menjadi lebih mudah dan membantu proses makan. Bahkan beberapa bayi membutuhkan operasi agar masalah pernafasan dan makan bisa diatasi.
  • Karena beberapa penderita sindrom Pierre Robin yang mengalami kelainan langit-langit mulut (cleft palate), ada kemungkinan timbul masalah pendengaran. Kebanyakan anak penderita cleft palate cenderung menghasilkan banyak cairan yang menumpuk di belakang gendang telinga. Kondisi inilah yang bisa mempengaruhi fungsi pendengaran, baik ringan maupun berat.
  • Kelainan bentuk rahang ini, sebenarnya bisa dideteksi sejak lahir. Seiring pertumbuhan bayi, Anda tak perlu kuatir. Beberapa penelitian menunjukkan rahang akan tumbuh dalam proporsi normal saat bayi berusia 3-18 bulan. Tetapi jangka waktunya sangat beragam tergantung tingkat keparahannya. Kebanyakan, rahang kembali normal pada usia 6 tahun. Operasi lanjutan untuk memperbaiki rahang bawah jarang dilakukan.
  • Operasi perlu dilakukan untuk menutup langit-langit mulut dan biasanya dilakukan pada bayi usia 12-18 bulan. Tetapi, operasi ini pun kadang-kadang perlu ditunda. Dengan bertambahnya usia bayi, ada kemungkinan langit-langit mulut yang terbuka bisa menyempit. Operasi untuk membantu pernafasan pun bisa ditunda untuk menghindari terjadinya komplikasi lanjutan.


2.10 Tindakan seorang bidan jika menemukan kasus sindrom pierre robin adalah sebagai berikut:
1.      Sebelum dilakukan rujukan bidan harus menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa bayinya mengalami kelainan sindrom pierre robin yang harus dilakukan rujukan karena harus mendapatkan tindakan/perawatan medis yang lebih komprehensif secara menyeluruh dari dokter bedah.karena sindrom pierre robin ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
2.      Lalu selanjutnya buat surat persetujuan bahwa akan dilakukan rujukan untuk mendapatkan penanganan yang lebih komprehensif di rumah sakit.
3.      Jika keluarga sudah menyetujui dan menandatangani surat persetujuan maka tindakan bidan selanjutnya yaitu menyiapkan BAKSOKUDO



















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom Pierre Robin adalah suatu kelainan kongenital yang terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan gejala-gejala utama seperti:mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit.Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan pemberian makan. Kelainan pada beberapa sistem organ
tubuh yang lain dapat ditemukan pada sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, matadisertai terjadinya serangan apnea dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.Dari beberapa penelitian menemukan rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan mekanis pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti dengan peran oligohidramnion.Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang terdapat pada sindrom Pierre Robin adalah kegagalan pertumbuhan mandibula pada masa intrauterin. Sindrom Pierre Robinmerupakan malformasi kongenital yangdapat dideteksi sejak lahir Gambaran radiografis sindrom Pierre Robin merupakan alat pendukung diagnosa dalam menentukan malformasi kongenital yang terjadi.Penanganan dan pengobatan Pierre Robin Syndrome dapat berbeda tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah: Bedah Ortognatik, Cetakan Nasoalveolar, Distraksi Osteogenesis, Endoskopi Saluran Cerna, Osteotomi Le Fort Maksiliari, Osteotomi Pemisahan Sagital Rahang, Prosedur Millard, Trakeostomi
3.2 saran
Sebagai mahasiswa kebidanan kita harus mengetahui tentang penyakit Sindrom Pierre Robin ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit Sindrom ini di lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selain itu asuhan pada klien dengan Sindrom Pierre Robin sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan kebidanan neonatus pada pasien dengan Sindrom ini dan menangani klien jika masih wewenang kita sebagai bidan berhadapan langsung dengan klien dengan Sindrom Pierre Robin.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar