Selasa, 02 Desember 2014

KELOMPOK 19 (Imunisasi Thipoid)




BAB I
PENDAHULUAN
       
A. Latar Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) di sebut sebagai antigen. Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang di luar tubuh di sebut anti bodi. Zat anti terhadap racun yang disebut anti oksidan. Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung pada jumlah zat anti yang di bentuk.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas. Virulen yang baru untuk pertama kali di kenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi atau antitoksin terhadap antigen tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai pengalaman untuk mengatasinya. Tetapi pada reaksi yang kedua,ketiga dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen antibodi, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman berarti bahwa anak telah menjadi tebal (imun) terhadap penyakit tersebut. Dari uraian ini, yang penting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda akan terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.

Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberi reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan pertahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal di perlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak tersebut harus mendapat suntikan atau imunisasi ulangan.

Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2008).

Besarnya angka pasti kasus demam thypoid di dunia, sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2009,
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam thypoid di seluruh dunia
dengan kejadian 600.000 kasus kematian tiap tahun. Kejadian demam thypoid di
Asia Selatan dan Tenggara termasuk China pada tahun 2010 rata-rata 1.000 per
100.000 penduduk per tahun. Kejadian demam thypoid tertinggi di Papua New Guinea
sekitar 1.208 per 100.000 penduduk per tahun. Kejadian di Indonesia
masih tinggi yaitu 358 per 100.000 penduduk pedesaan dan 810 per 100.000
penduduk perkotaan per tahun dengan rata-rata kasus per tahun 600.000-1.500.000 penderita. Angka kematian demam thypoid di Indonesia masih tinggi dengan CFR sebesar 10%.
Di Indonesia prevalensi 91% kasus demam thypoid terjadi pada umur 3-19 tahun.

Demam thypoid masih merupakan penyakit infeksi tropik sistematik, bersifat endemis, dan masih merupakan problema kesehatan. Di Indonesia penderita demam thypoid cukup banyak diperkirakan 800 per 100.000 penduduk 2 pertahun dan tersebar di mana-mana. Demam thypoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak,
umur 5-9 tahun dan laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 3:1.
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi sistematik yang disebabkan kuman batang gram
negatif Salmonella typhi maupun Salmonella para typhiA, B, C. Penyakit ini
ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
tersebut, dikenal sebagai penularan tinja-mulut (Fecaloral). Oleh karena itu,
penting kebiasaan untuk hidup bersih (Ngastiyah, 2005).

Pada pasien demam thypoid biasanya mengalami gangguan pemenuhan
nutrisi karena menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus
sehingga makanan harus di sesuaikan. Diet yang di berikan ialah makanan yang
mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan
gas serta pemberiannya harus melihat keadaan pasien (Ngastiyah, 2005).

Masalah yang terjadi pada pasien demam thypoid diantaranya yaitu
hipertermi dan dapat terjadi penurunan kesadaran, nyeri pada ulu hati yang
disebabkan karena proses inflamasi pada usus, kekurangan volume cairan,
gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan dapat terjadi resiko infeksi (Suriadi, 2010).

B. Rumusan masalah
            a. apa saja definisi dari imunisasi ?
            b. reaksi apa saja yang akan timbul ?
            c. apa saja jenis vaksin ?
            d. perbedaan imunisasi aktif dan pasif ?
            e. penyakit apa saja yang harus di cegah dengan vaksin ?
            f. bagaimana cara pemberian imunisasi ?
            g. apa saja efek samping dari imunisasi ?

C. Tujuan
            a. mengetahui apa saja definisi dari imuniasasi
            b. untuk mengetahui reaksi apa saja pada imunisasi
            c. untuk mengetahui apa saja jenis imunisasi
            d. untuk mengetahui perbedaan imunisasi aktif dan pasif
           

















BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian imunisasi

Sistem imunisasi dapat mencegah antigen menginfeksi tubuh. Sistem imunitas ini bersifat alami dan artificial. Imunisasi bersifat spesifik dan non spesifik. Saat antigen menginfeksi tubuh, imunitas non spesifik yang terdiri dari sel komplemen dan makrofag akan bertarung dengan cara memakan zat antigen tersebut. Setelah itu baru imunitas spesifik yang menyempurnakan perlawanan dari imunitas kata. Imunitas spesifik terdiri dari imunitas humoral dan imunitas seluler.

Sistem pertahanan humoral menghasilkan imonoglobulin (IgM, IgA, IgD, IgG, IgE), sedangkan sistem pertahanan seluler terdiri dari sel limfosit B dan sel limfosit T (sel Th1, Th2, Tc). Pada tahap selanjutnya, imunitas spesifik menghasilkan suatu sistem memori. Pada masa anak-anak imunitas seluler akan berkembang spesifik setelah 2-3 tahun, sedangkan imunitas humoral harus menunggu sampai 6-9 tahun. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

Imunitas antifecial, bekerja secara aktif dan pasif, bekerja secara aktif bila sesuatu zat diinduksikan ke dalam tubuh yang bertujuan untuk merangsang sistem imun mengeluarkan antibodi , sebagai contoh adalah imunisasi. Bekerja secara pasif jika menyuntikan serum yang berisi antibodi kedalam tubuh, sebagai contoh serum bisa ular. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti resisten atau kebal. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merasngsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem imun tubuh mempunyai suatu sistem memori (daya ingat), ketika vaksin masuk ke dalam tubuh, maka akan dibentuk antibodi untuk melawan vaksin tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sabagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antingen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih cepat dan banyak walaupun antigen bersifat lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya. Oleh karena itu imunisasi efektif mencegah penyakit infeksius. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)

Imunisasi dapat dilakukan pada orang dewasa ataupun anak – anak, pada anak–anak karena sistem imun belum sempurna. Sedangkan pada usia 60 tahun terjadi penurunan sistem imun nonspesific seperti produksi air mata menurun, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan susu, dan perubahan fungsi sel sistem imun, baik seluler maupun humoral. Dengan demikian usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi, penyakit autoimun dan keganasan. Namun usia lanjut masih menunjukkan respon yang baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga pemberian vaksin dapat meningkatkan antibodi dengan efektif. (Proverawati A dan Andhini CSD, 2010)


B. Tujuan imunisasi anjuran
Kebanyakan imunisasi bertujuan untuk memberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-penyakit yang berbahaya dan sering terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi tidak menyenangkan untuk bayi (karena biasanya disuntik), tapi rasa sakit yang sementara akibat suntikan ini demi untuk kesehatan anak dalam jangka waktu panjang. (Aminah MS, 2009)

Tujuan imunisasi anjuran sama dengan tujuan imunisasi pada umumnya yaitu untuk melindungi dan mencegah terhadap penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak. Jenis-jenis penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi, yang diwajibkan ada 6 macam penyakit: tuberkolosis (TBC), difteri, pertusis (batuk rejan atau batuk 100 hari), tetanus, poliomielitis, dan campak. Sedangkan imunisasi yang di anjurkan seperti penyakit radang hati (hepatitis), penyakit gondongn (mums), penyakit campak jerman (rubella), penyakit tifes paratifes, penyakit kolera (Aminah MS, 2009).

C.Jenis – jenis Imunisasi
Menurut Proverawati A dan Andhini CSD (2010) imunisasi ada 2 macam, yaitu:
1.Imunisasi aktif
Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah iminisasi polio atau campak.

2.Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara memberikan zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta ) atau binantang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh Imunisasi pasif adalah penyuntikkan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah terdapat pada bayi yang baru lahir diman bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.

D.Pelayanan imunisasi
Kegiatan pelayanan imunisasi terdiri dari kegiatan operasional rutin dan khusus. Kegiatan tersebut adalah:
1.Kegiatan imunisasi rutin
Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus menerus harus dilakukan pada periode waktu yang telah ditentukan. Kegiatan ini terdiri atas;

Imunisasi dasar pada bayi

1.Imunisasi ini dilakukan pada bayi umur 0-11 bulan, meliputi: BCG, DPT, Polio, Hepatitis, Campak. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar yang lengkap, terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, Hepatitis 3 kali dan Campak 1 kali. Untuk menilai kelengkapan status imunisasi dasar bayi, dapat dilihat dari cakupan imunisasi campak, karena pemberian imunisasi campak dilakukan paling akhir, setelah keempat imunisasi dasar pada bayi yang lain telah dilakukan.
1.                  Imunisasi pada wanita usia subur (WUS)
2.                  Imunisasi pada anak sekolah dasar


2.Imunisasi tambahan
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi. Kegiatan ini tidak rutin dilakukan, karena hanya ditujukan untuk penanggulangan penyakit tertentu. Berikut beberapa kegiatan imunisasi tambahan:

Backlog fighting
Merupakan upaya aktif dalam melengkapi imunisasi dasar pada anak yang berumur 1-3 tahun. Sasaran utama dari backlog fihgting adalah desa atau kelurahan yang belum mencapai desa UCI selama dua tahun berturut-turut. Universal child imunization (UCI) adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan), ibu hamil, wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi lengkap pada bayi meliputi: 1 dosis BC, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 3 dosis Hepatitis B, 1 dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis campak dan 2 dosis TT (hristopher, yayan A. 2009).

Crash program
Kegiatan ini ditujukan untuk wilayah yang memerlukan intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB (kejadian luar biasa). Pemilihan lokasi crash program didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: Angka kematian bayi tinggi dan angka PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) tinggi, infrastruktur (tenaga, sarana, dana kurang) dan desa selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target UCI (Universal Child Imunization).

3.Imunisasi dalam penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)

4.Kegiatan imunisasi khusus, seperti:
·                     Pekan imunisasi nasional (PIN)
·                     Sub pekan imunisasi nasional
·                     Cactch-up campaign campak
Walaupun imunisasi merupakan suatu hal yang lazim dilakukan, tetapi perlu kehati-hatian dalam melakukannya.




Kontra indikasi pemberian imunisasi
Kontra indikasi dalam pemberian ada 3, yaitu:
1.                  Analvilaksis atau reaksi hipersensitiva (reaksi tubuh yang terlalu sensitif) yang hebat merupakan kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang demam dan panas lebih dari 380C merupakan kontraindikasi pemberian DPT atau HB1 dan campak.
2.                  Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lainnya sebaiknya diberikan.
3.                  Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu kembali lagi ketika bayi sudah sehat.

Penanganan bagi bayi yang mengalami kondisi sakit, sebaiknya tetap diberikan imunisasi:
1.                  Pada bayi yang mengalami alergi atau asma imunisasi masih bisa diberikan. Kecuali jika alergi pada komponen khusus dari vaksin yang diberikan.
2.                  Sakit ringan seperti infeksi saluran pernafasan atau diare dengan suhu dibawah 38,50C.
3.                  Riwayat keluarga tentang peristiwa yang membahayakan setelah imunisasi. Riwayat yang belum tentu benar ini membuat keengganan bagi ibu untuk memberikan imunisasi pada anaknya, akan tetapi hal ini bukan masalah besar, jadi imunisasi masih tetap diberikan.
4.                  Pengobatan antibiotik, masih biasa diberikan bersamaan dengan pemberian munisasi.
5.                  Dugaan infeksi HIV atau positif terinfeksi HIV dengan tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS, jika menunjukkan tanda-tanda dan gejala AIDS kecuali imunisasi BCG, imunisasi yang lain tetap berlaku.
6.                  Anak diberi ASI, bukan masalah pemberian ASi jika disertai pemberian imunisasi.
7.                  Pemberian imunisasi juga dapat dilakukan pada bayi yang sakit kronis, seperti penyakit jantung kronis, paru-paru, ginjal atau liver.
8.                  Pada penderita down’s syndrome atau pada anak dengan kondisi saraf yang stabil seperti kelumpuhan otak yang disebabkan karena luka, imunisasi boleh saja diberikan.
9.                  Bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur) atau berat bayi saat lahir rendah.
10.              Sebelum atau pasca operasi.
11.              Kurang gizi.
12.              Riwayat sakit kuning pada kelahiran.

E.Macam2 imunisasi anjuran
Imunisasi anjuran merupakan imunisasi non program seperti MMR (Mumps Measles Rubella), Hib (Hemophilus Influenzae tipe B), menginitis, influenza, IPD (Invasive Pneumococcal Disease), tifoid dan hepatitis A (Sostroasmoro, 2007).


F.imunisasi tipoid
Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri Salmonella typhi. Bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, dan makanan-minuman yang tidak higienis. Dia masuk melalui mulut, lalu menyerang tubuh, terutama saluran cerna.

Gejala khas terinfeksi bakteri tifus adalah suhu tubuh yang berangsur-angsur meningkat setiap hari, bisa sampai 400c. Biasanya di pagi hari demam akan menurun tapi lalu meningkat di waktu sore/malam. Gejala lainnya adalah mencret, mual berat, muntah, lidah kotor, lemas, pusing, dan sakit perut, terkesan acuh tak acuh bahkan bengong, dan tidur pasif (tak banyak gerak). Pada tingkat ringan atau disebut paratifus (gejala tifus), cukup dirawat di rumah. Anak harus banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan bergizi, dan minum antibiotik yang diresepkan dokter. Tapi kalau berat, harus dirawat di rumah sakit. Penyakit ini, baik ringan maupun berat, harus diobati hingga tuntas untuk mencegah kekambuhan. Selain juga untuk menghindari terjadi komplikasi karena dapat berakibat fatal.

Namun pencegahan tetaplah yang terbaik, terlebih Indonesia merupakan negara endemik penyakit tifus.

1). Pemberian imunisasi

jenis-jenis vaksin anti-typhoid
Di Malaysia, terdapat 2 jenis vaksin anti-typhoid yang digunapakai iaitu vaksin yang berbentuk pil(untuk dimakan) dan vaksin yang diberikan melalui suntikan. Namun begitu penggunaan vaksin suntikan lebih popular berbanding pil di Malaysia.
Vaksin tifoid pil:
§  Vaksin diberikan dalam bentuk kapsul. Diberikan 3 kapsul yang dimakan pada hari ke 1, 3, dan 5.
Foto Kredit: Voisin/Phanie / Rex Feature
§  vaksin diberikan kepada individu yang berumur lebih dari 6 tahun ke atas.
§  Imunisasi diberikan setiap 3 tahun bagi pengendali makanan.

Vaksin Tifoid suntikan:
§  Vaksin disuntikkan di lengan atau paha.
§  vaksin diberikan kepada individu yang berumur lebih dari 2 tahun ke atas.
§  Imunisasi diberikan setiap 3 tahun bagi pengendali makanan.



2). Efek samping
Kemerahan di tempat suntikan. Juga bisa muncul demam, nyeri kepala/pusing, nyeri sendi, nyeri otot, nausea (mual), dan nyeri perut Umumnya berupa bengkak, nyeri, ruam kulit, dan (jarang dijumpai). Efek tersebut akan hilang dengan sendirinya.


Dua jenis vaksin yang tersedia di Indonesia antara lain vaksin subunit dan live attenuated vaccine.
Vaksin subunit ini diberikan sekali dan dapat melindungi kita selama tiga tahun, dan hanya perlu diulang tiga tahun berikutnya. Efektifitasnya bisa mencapai 50-80%. Selain vaksin subunit ada pula jenis vaksin lain yang berisi kuman hidup yang telah dilemahkan. Jenis vaksin hidup  ini hanya diberikan untuk anak berusia di atas lima tahun dengan dosis empat kapsul setiap dua hari sekali selama satu minggu. Untuk anak berusia lebih dari dua tahun, diberikan dalam bentuk cair 3-4 dosis setiap dua hari sekali. Vaksin ini harus diminum sebelum makan. Perlindungannya juga mencapai tiga tahun.
Perlu diketahui, kedua jenis vaksin ini tidak dapat diberikan bagi ibu hamil dan menyusui.


G. Siapa dan kapan harus vaksinasi?


Vaksinasi typhoid direkomendasikan untuk beberapa prioritas kelompok sebagai berikut :
·         para traveller ( pelancong ) yang berpergian menuju daerah ( negara ) epidemik.
·         mereka yang berinteraksi dekat dengan penderita typhoid karier.
·         tinggal / merawat anggota keluarga yang sedang terkena tipes.
·         para pekerja laboratorium yang bekerja dengan materi yang berkaitan dengan bakteri salmonella typhi.
·         Dokter yang memegang bangsal dan memeriksa pasien tiphoid
·         anak – anak usia sekolah ( rentang usia 5 – 15 tahun ) merupakan kelompok usia yang paling sering terkena typhoid.
·         Orang yang ingin mendapat perlindungan terhadap penyakit Tipes
Intinya semua orang yang tinggal di daerah endemis tipes perlu mendapatkan vaksinasi.

H. Apakah vaksin demam typhoid aman dan efektif?


Salah satu jenis vaksin yang tersedia saat ini adalah vaksin demam typhoid polisakarida   inaktif. Beberapa keunggulan vaksin jenis ini diantaranya, efektifitasnya yang baik untuk mencegah typhoid dengan perlindungan hingga 3 tahun, tingkat kenyamanan dengan efek samping lokal yang bersifat sementara dan segera hilang.
Sebuah studi terbaru di India melaporkan,vaksin ini tak hanya efektif melindungi individu yang divaksin dari demam tifoid, keluarga dan lingkungan di sekitarnya pun dapat ikut merasakan manfaatnya. Dalam dunia kesehatan, fenomena ini disebut herd immunity,yaitu ketahanan kelompok terhadap serangan penyakit, di mana sebagian besar anggotanya bersifat imun (kebal).

I.Bagaimana cara mendapatkan vaksinasi demam typhoid?

Vaksin tifoid adalah vaksin yang masih langka di Indonesia, oleh karena itu sulit untuk mendapatkan vaksinnya, hanya klinik Imunisasi saja yang sedia vaksin tifoid.
J.Pengertian Thypoid

Demam thypoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora (Ngastiyah, 2005).
Demam thypoid ialah suatu penyakit infeksi menular yang menyerang
pada saluran pencernaan di bagian usushalus (Murwani, 2011).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella typhosa(Nugroho, 2011).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2008).

K.Etiologi

Menurut Nursalam(2008), penyebab demam thypoid adalah Salmonella typhosa yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.Basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora.45
b.Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic),
antign H(flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien terdapat zat anti (aglutinin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut.

L.Patofisiologi

Kuman masuk melalui mulut sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
 ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus, dan kandung empedu.Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini
terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan kelainan pada saluran disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, 2010).

M.Gambaran Klinis

Menurut Ngastiyah (2005), gambaran klinis demam thypoid pada
anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing tidak bersemangat dan nafsu makan kurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :

a.Demam

Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsung turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b.Gangguan pada saluran pencernaan.

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertainyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.



c.Gangguan Kesadaran

Umunya kesadaran pasien menurun yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

Menurut Suriadi (2010), gejala klinis demam thypoid yaitu:

1.Nyeri kepala, lemah, lesu.
2.Demam tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu tubuh berfluktuasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga suhu berangsur angsur turun dan kembali normal.

3.Gangguan pada saluran cerna: halitosis,
bibir kering dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), meteorismus,
mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai nyeri pada perabaan.

4.Gangguan kesadaran: penurunan kesadaran (apatis, somnolen).

5.Komplikasi

Menurut Ngastiyah (2005), pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi pada anak, maka dapat berakibat fatal seperti:

a.Pada usus halus

1.Perdarahan Usus

Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika pendarahan banyak dapat terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.




2.Perforasi usus

Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma
pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3.Peritonitis

Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defence musculair).

b.Komplikasi di luar usus

Komplikasi di luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia)
yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

N. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suriadi (2010), pemeriksaan diagnostik pada pasien demam
thypoid yaitu:

a.Pemeriksaan darah tepi: leukopenia, limfositosis, anemia,
trombositopenia.
b.Pemeriksaan sumsum tulang: menunjukkan gambaran hiperaktif sumsumtulang
c.Biakan empedu: terdapat hasil Salmonella typhosa pada urin dan tinja.
Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil Salmonella typhosa pada urine dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
d.Pemeriksaan widal: didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1 per 200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetap tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.



Menurut Ngastiyah (2005), pemeriksaan diagnostik pada pasien demam thypoid adalah:

a.Pemeriksaan darah tepi yang terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative pada permulaan sakit.
b.Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal. Biakan empedu untuk menemukan
Salmonella typhosadan pemeriksaan widal merupakan pemeriksaan yang dapat menetukan diagnosis thypus secara pasti.

O .Penatalaksanaan

Menurut Suriadi (2010), penatalaksaan pasien demam thypoid yaitu:
a.Isolasi, desinfeksi pakaian, dan ekskreta
b.Istirahat selama demam hingga dua minggu
c.Diet  tinggi kalori, tinggi protein, tidak mengandung banyak serat
d.Pemberian antibiotik kloramfenikol dengan dosis tinggi

P. Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Nutrisi dengan Thypoid
Menurut Nursalam (2008), asuhan keperawatan anak yaitu:

a.Pengkajian

1.Identitas

2.Keluhan utama berupa demam mencapai 39-40 0C, mual, muntah, anoreksia, diare, sakit kepala, nyeri otot.

3.Riwayat kesehatan meliputi A (antropometric measurement) pengukuran antropometri,
 B (biochemical data) data biomedis, C (clinical sign) tanda-tanda klinis status gizi, D (dietary) tentang diet.


4.Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama tiga minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

5.Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitya berat dan terlambat mendapat pengobatan).

6.Pemeriksaan fisik


a.Mulut,
 terdapat nafas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah (ragaden).
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),sementara ujung dan tepinya berwarna
kemerahan, dan jarang disertai tremor.

b.Abdomen,
 dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).Bisa terjadi konstipasi, atau    mungkin diare atau normal.


Q. Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien Demam Thypoid

Pasien demam thypoid umunya menderita gangguan kesadaran apatik sampai sopor-koma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi sehingga nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain itu, pasien demam thypoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus halus sehingga makanan harus di
sesuaikan. Diet yang di berikan ialahmakanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas serta pemberiannya harus melihat keadaan pasien.
Jika keadaan pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu diberikan 2x1 gelas per hari, jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
Jika keadaan pasien menurun sekali diberikan makanan cair per sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika keadaan pasien membaik makanan beralih secara bertahap ke lunak (Ngastiyah, 2005).

Pada mulanya penderita thypoid Menurut Pudiastuti (2011), dapat diberikan bubur saring kemudian bubur kasar untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. Pada penderita demam thypoid, diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup serta rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Makanan yang
dapat diberikan yaitu:

a.Pada minggu pertama dapat diberikan diet cair seperti susu, bubur kacang hijau yang dihaluskan.
b.Pada minggu kedua apabila sudah sedikit membaik diberikan diet lunak seperti bubur dan tim.
c.Pada minggu ketiga apabila sudah membaik dapat diberikan nasi biasa
dalam porsi sedikit secara bertahap.


Penyebab Kekurangan Nutrisi Pada Pasien Thypoid
Menurut Murwani (2011), penyebab kekurangan nutrisi pada pasien
demam thypoid adalah penurunan nafsu makan yang di tandai dengan mual,

 

R.  Bagaimana Agar Tidak Terkena Tiphoid ?

Bila anda sering menderita tifoid kemungkinan besar makanan atau minuman yang Anda konsumsi tercemar bakterinya. Hindari jajanan di pinggir jalan terlebih dahulu. Atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri Tipes.
Untuk mencegah agar seseorang terhindar dari penyakit ini kini sudah ada Vaksin Tipes atau Tifoid yang disuntikkan dan dapat melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun. Mintalah Dokter anda memberikan imunisasi tersebut.
Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan seperti gizi yg baik, tidur 7-8 jam/24 jam, olah raga secara teratur 3- 4 kali seminggu selama 1 jam. Bagi orang yang pernah mengalami penyakit Tipes sebaiknya tidak melakukan kegiatan yang sangat melelahkan. Karena akan lebih mudah kambuh kembali daripada orang yang sama sekali belum menderita Tipes.
Hindarilah makanan yang tidak bersih. Cucilah tangan sebelum makan. Bagi penderita carrier (tidak menderita penyakit ini, namun dapat menyebarkan bakterinya) tetap mengkonsumsi obat.













BAB III
PENUTUP

A.kesimpulan
1.        Typoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
2.      Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

3.         Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.

4.      Tanda dan gejalah :Minggu I Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Dan pada Minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

B.Saran
-           Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik.
-           Dengan kasus demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman mengenai bagian-bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat mengetahui cara pencegahan yang benar.


DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.

Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.

Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.

Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.

Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.

Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.

Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.





                                                           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar