Selasa, 02 Desember 2014

KELOMPOK 16 (Imunisasi BCG)



          BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi.Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.
Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat.Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.
Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan.
Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan.
BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
B.   Sejarah Vaksinasi BCG
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis. Tuberkulosis adalah penyakit yang biasanya menyerang paru-paru, tapi bisa juga tuberkulosis ini menyerang organ tubuh yang lain. Bagaimana sejarah awalnya imunisasi BCG ini terbentuk?
Seperti dilansir dari en.wikipedia.org, penemuan tentang vaksin BCG (vaksin yang digunakan untuk imunisasi BCG) berkaitan sekali dengan penyakit variola atau smallpox. Jean Antoine Villemin pertama kali menemukan tuberkulosis pada sapi pada tahun 1854, kemudian dia mentransmisikan tuberkulosis tersebut.
Kemudian pada tahun yang sama, Robert Koch pertama kali bisa membedakan Mycobacterium bovis dengan Mycobacterium tuberculosis. Seperti Bunda ketahui, Mycobacterium bovis adalah bakteri yang saat ini digunakan sebagai vaksin BCG, sedangkan Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri yang menyebabkan penyakit tuberkulosis.
Pada abad ke-18, para ilmuwan telah berhasil memberi imunisasi untuk melawan penyakit variola atau smallpox. Berdasarkan keberhasilan menghadapi variola tersebut, para ilmuwan berpikir mungkin bisa mengobati tuberkulosis dengan cara yang serupa, yaitu membuat imunisasi melawan tuberkulosis.
Para ilmuwan mencoba menemukan korolari pada tuberkulosis dengan menggambar paralel antara tuberkulosis pada sapi dengan cowpox. Cowpox adalah virus yang menyebabkan penyakit kulit.
Hipotesis yang dibuat ilmuwan adalah tuberkulosis pada sapi tersebut mungkin bisa digunakan untuk memperkuat sistem imun manusia agar dapat melindungi diri dari infeksi tuberkulosis.
Pada akhir abad ke-19, uji klinis terkait hipotesis ilmuwan tersebut dilakukan di Itali. Ternyata, uji klinis tersebut membawa bencana karena Mycobacterium bovis sama berbahayanya dengan Mycobacterium tuberculosis.










C. Rumusan Masalah
1.      Apa saja definisi dari imunisasi?
2.      Apa saja jenis imunisasi?
3.      Apa efek samping dari imunisasi?
4.      Apa penyakit-penyakit yang ditimbulkan pada anak yang tidak di imunisasi?
5.      Kapan jadwal pemberian imunisasi pada anak?

D.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa definisi dari imunisasi.
2.      Untuk mengetahui definisi imunisasi BCG.
3.      Untuk mengetahui definisi TBC
4.   Untuk mengetahui tanda dan gejala TBC.
5.   Untuk mengetahui cara pencegahan TBC
6.      Untuk mengetahui jadwal pemberian imunisasi pada anak















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Pengertian imunisasi

            Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memsukan vaksin yakni virus atau bakteri yang sudah dilemahkan, dibunuh atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi.
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh, 2008, p10)
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio). (Hidayat, 2008, p54)
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Imunisasi berarti anak di berikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal terhadap suatu penyakit tapi belum kebal terhadap penyakit yang lain. (Notoatmodjo, 2003)
Imunisasi merupakan suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit. (Atikah, 2010, p1)
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang.Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Umar,2006).
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan kepada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti bodi untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat,2008).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan atau imunitas pada bayi dan anak sehingga terhindar dari penyakit (Supartini,2002).
Imunisasi adalah pemberian satu atau lebih anti gen yang infeksius pada seorang individu untuk merangsang system imun dan memproduksi anti bodi yang akan mencegah infeksi (Schwartz,2004)
Imunisasi adalah proses yang menginduksi imunitas secara artifisial dengan pemberian bahan antigenic dan penggunaan agen infeksi hidup yang dilemahkan atau diinaktifkan (Wahab,2000)
Imunisasi adalah pemberian antigen untuk memicu imunitas seseorang sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap infeksi (Hinchliff, 1999).
Imunisasi biasanya lebih fokus diberikan kepada anak-anak karena sistem kekebalan tubuh mereka masih belum sebaik orang dewasa, sehingga rentan terhadap serangan penyakit berbahaya.Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan lengkap terhadap berbagai penyakit yang sangat membahayakan kesehatan dan hidup anak (www.litbang.depkes.go.id).



Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman atau bibit kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan kedalam tubuh. dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut, tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit penyerang tubuh (http://harry-arudam.blogspot.com/2012/03/pengertian-imunisasi.html).
Suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (http://pkmdanaurawah.blogspot.com/2011/10/pengertian-imunisasi-dan-cara-pemberian.html).
Imunisasi adalah tindakan pemberian kekebalan terhadap serangan penyakit tertentu dengan jalan memasukkan suatu zat antibody ke dalam tubuh (http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2021254-pengertian-imunisasi/).

B.      Tujuan imunisasi

Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan suatu penyakit tertentu dari dunia. (Ranuh, 2008, p10)
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini, penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tuberkulosis. (Notoatmodjo, 2003)
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.

Secara umun tujuan imunisasi antara lain:  
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.  
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka mordibitas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita.
C. Manfaat imunisasi
a. Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian.
b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara.

D. Jenis-jenis imunisasi
Imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:

a. Imunisai aktif

Merupakan pemberian suatu bibit penyakit yang telah dilemahakan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan meresponnya. Contoh imunisasi aktif adalah imunisasi polio dan campak. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa unsur-unsur vaksin, yaitu:
1. Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan dimatikan, eksotoksin yang didetoksifikasi saja, atau endotoksin yang terikat pada protein pembawa seperti polisakarida, dan vaksin dapat juga berasal dari ekstrak komponen-komponen organisme dari suatu antigen. Dasarnya adalah antigen harus merupakan bagian dari organisme yang dijadikan vaksin.
2. Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba. Bahan-bahan yang digunakan seperti air raksa dan antibiotik yang biasa digunakan.
3. Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh antigen, misalnya antigen telur, protein serum, dan bahan kultur sel.

4. Adjuvan, terdiri dari garam alumunium yang berfungsi meningkatkan sistem imun dari antigen. Ketika antigen terpapar dengan antibodi tubuh, antigen dapat melakukan perlawanan juga, dalam hal ini semakin tinggi perlawanan maka semakin tinggi peningkatan antibodi tubuh.

b. Imunisasi pasif

Merupakan suatu proses meningkatkan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat imunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kandungan, misalnya antibodi terhadap campak.









E.Imunisasi Bacillus Celmette-Guerin (BCG)
a.      Pengertian BCG
Bacille Calmette-Guérin (BCG) adalah vaksin untuk tuberkulosis yang dibuat dari baksil tuberkulosis (Mycobacterium bovis) yang dilemahkan dengan dikulturkan di medium buatan selama bertahun-tahun. Vaksin BCG 80% efektif dapat mencegah selama 15 tahun, tetapi efeknya bervariasi tergantung kepada kondisi geografis.
Dokter Albert Calmette dan seorang peneliti bernama Camille Guerin, berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit TBC, yang dinamakan vaksin Bacillus Calmette Guerin atau BCG. [1]Penelitian mereka untuk menemukan vaksin ini telah dimulai sejak tahun 1906, ketika Guerin menemukan bahwa ketahanan terhadap penyakit TBC berkaitan dengan adanya virus tubercle bacili yang hidup di dalam darah. [1]
Pada 1921, mereka berhasil mengembangkan jenis basil yang tidak brbahaya bagi manusia, setelah ditemukan vaksin ini mereka ujicobakan kepada bayi-bayi di Paris.Namun, pada 1930, program vaksinasi BCG sempat menimbulkan bencana dengan meninggalnya sejumlah bayi di Jerman akibat TBC, justru setelah mereka divaksin.
Pada 1950, University Illinois di Amerika Serikat mendapat lisensi untuk memproduksi vaksin ini dan menjualnya di AS. Namun, karena masih kuatnya penentangan masyarakat AS, vaksin ini tidak digunakan secara rutin.
b. Fungsi

Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan Tuberkulosis (TBC) tuberkulosis disebabkan oleh sekelompok bakteria bernama Mycobacterium tuberculosis complex. Pada manusia, TBC terutama menyerang sistem pernafasan (TB paru), meskipun organ tubuh lainnya juga dapat terserang (penyebaran atau ekstraparu TBC). Mycobacterium tuberculosis biasanya ditularkan melalui batuk seseorang. Seseorang biasanya terinfeksi jika mereka menderita sakit paru-paru dan terdapat bakteria didahaknya. Kondisi lingkungan yang gelap dan lembab juga mendukung terjadinya penularan. Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput selaput otak (yang terberat). Infeksi primer terjadi saat seseorang terjangkit bakteri TB untuk pertama kalinya. Bakteri ini sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berkembang. Komplikasi pada penderitaan TBC, sering terjadi pada penderita stadium lanjut.
Berikut, beberapa komplikasi yang bisa dialami:

1. Hemomtasis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan     kematian karena syok hipofolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Lobus yang tidak berfungsi akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi pada paru.
4. Pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura): kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lainnya seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Insufiensi kardio pulmoner.

Menurut Nufareni (2003), Imunisasi BCG tidak mencegah infeksi TB tetapi mengurangi risiko TB berat seperti meningitis TB atau TB miliar. Faktor-faktor yang mempangaruhi efektifitas BCG terhadap TB adalah perbedaan vaksin BCG, lingkungan, faktor genetik, status gizi dan faktor lain seperti paparan sinar ultraviolet terhadap vaksin.

c. Cara pemberian dan dosis

Vaksin BCG merupakan bakteri tuberculosis bacillus yang telah dilemahkan. Cara pemberiannya melalui suntikan. Sebelum disuntikan, vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Dosis 0,05 cc untuk bayi dan 0,1 cc untuk anak dan orang dewasa. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi usia 0-2 bulan, akan tetapi biasanya diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan. Dapat diberikan pada anak dan orang dewasa jika sudah melalui tes tuberkulin dengan hasil negatif.
Imunisasi BCG disuntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas. Disuntikan ke dalam lapisan kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm, ukuran 26). Kerjasama antara ibu dengan petugas imunisasi sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat.
BCG.jpg










Contoh obat Vaksinasi BCG




bayi 4.jpg

Cara pemberian vaksinasi BCG pada bayi dengan cara penyuntikan intracutan


d. indikasi
Merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG, pencegahan imunisasi BCG untuk TBC yang berat seperti TBC yang selaput otak, TBC milier (pada seluruh lapangan paru) atau TBC tulang. Imunisasi BCG ini merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Frekuensi pemberiaan imunisasi BCG adalah satu kali dan waktu pemberian imunisasi BCG pada umur 0-11 bulan, akan tetapi pada umumnya  diberikan pada bayi umur 2 atau 3 bulan, kemudiaan cara pemberiaan imunisasi BCG melalui intra derma. Efek samping pada BCG dapat terjadi ulkus pada daerah suntikan dan dapat terjadi limfadenitis regional, dan reaksi panas.

e. Kontra indikasi

Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia,penderita infeksi HIV).
Imunisasi BCG tidak boleh diberikan pada kondisi:
1. Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim, furunkulosis, dan sebagainya.
2. Imunisasi tidak boleh diberikan pada orang atau anak yang sedang menderita TBC karena reaksi yang mungkin terjadi:
1.    Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.
2.    Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.





f. Efek samping

Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi dengan vaksin lain. Imunisasi BCG tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu diberikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan khusus, karena luka ini akan sembuh dengen sendirinya secara spontan. Kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher. Pembesaran kelenjar ini terasa padat, namun tidak menimbulkan demam.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1.    Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.

Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.
g. Jadwal Vaksinasi BCG
Jadwal-Imunisasi-IDAI-2014.jpg-645x301.png           
           











Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
F. Penyakit Tuberculosis (TBC)
a. Pengertian TBC
          Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc"). Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan.) Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah. Pengobatan sulit dilakukan dan memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,[3] dan infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik.[3] Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis yang aktif di tingkat global. Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara berkembang. Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. Tuberkulosis tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 5–10% saja yang menunjukkan hasil positif. Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS. Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.
b.Tanda-tanda dan Gejala
Dari kelompok yang bukan pengidap HIV namun kemudian terinfeksi Tuberkulosis, 5-10% di antaranya menunjukkan perkembangan penyakit aktif selama masa hidup mereka. Sebaliknya, dari kelompok yang terinfeksi HIV dan juga terinfeksi Tuberkulosis, ada 30% yang menunjukkan perkembangan penyakit aktif. Tuberkulosis dapat menginfeksi bagian tubuh mana saja, tapi paling sering menginfeksi paru-paru (dikenal sebagai Tuberkulosis paru). Bila Tuberkulosis berkembang di luar paru-paru, maka disebut TB ekstra paru. TB ekstra paru juga bisa timbul bersamaan dengan TB paru. Tanda dan gejala umumnya antara lain demam, menggigil, berkeringat di malam hari, hilangnya nafsu makan, berat badan turun, dan lesu. Dapat pula terjadijari tabuh yang signifikan.

1.     TB paru

Bila infeksi Tuberkulosis yang timbul menjadi aktif, sekitar 90%-nya selalu melibatkan paru-paru. Gejala-gejalanya antara lain berupa nyeri dada dan batuk berdahak yang berkepanjangan. Sekitar 25% penderita tidak menunjukkan gejala apapun (yang demikian disebut "asimptomatik"). Kadangkala, penderita mengalami sedikit batuk darah. Dalam kasus-kasus tertentu yang jarang terjadi, infeksi bisa mengikis ke dalam arteri pulmonalis, dan menyebabkan pendarahan parah yang disebut Aneurisma Rasmussen. Tuberkulosis juga bisa berkembang menjadi penyakit kronis dan menyebabkan luka parut luas di bagian lobus atas paru-paru. Paru-paru atas paling sering terinfeksi. Alasannya belum begitu jelas. Kemungkinan karena paru-paru atas lebih banyak mendapatkan aliran udara] atau bisa juga karena drainase limfa yang kurang baik pada paru bagian atas.

2.     TB ekstra paru

Dalam 15–20% kasus aktif, terjadi penyebaran infeksi hingga ke luar organ pernapasan dan menyebabkan TB jenis lainnya. TB yang terjadi di luar organ pernapasan disebut "tuberkulosis ekstra paru". TB ekstra paru umumnya terjadi pada orang dewasa dengan imunosupresi dan anak-anak. TB ekstra paru muncul pada 50% lebih kelompok pengidap HIV.[12] Lokasi TB ekstra paru yang bermakna termasuk: pleura (pada TB pleuritis), sistem saraf pusat (pada meningitisTB), dan sistem kelenjar getah bening (pada skrofuloderma leher). TB ekstra paru juga dapat terjadi di sistem urogenital (yaitu pada Tuberkulosis urogenital) dan pada tulang dan persendian (yaitu pada penyakit Pott tulang belakang). Bila TB menyebar ke tulang maka dapat disebut "TB tulang", yang merupakan salah satu bentuk osteomielitis.[1] Ada lagi TB yang lebih serius yaitu TB yang menyebar luas dan disebut sebagai TB diseminata, atau biasanya dikenal dengan nama Tuberkulosis Milier. Di antara kasus TB ekstra paru, 10%-nya biasanya merupakan TB Milier.





c.Penyebab

1. Mikobakteria

Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada dinding selnya.[18] MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inang organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.
Dengan menggunakan pewarnaan histologis pada sampel dahak yang diekspektorat, peneliti dapat mengidentifikasi MTB melalui mikroskop (dengan pencahayaan) biasa. (Dahak juga disebut "sputum"). MTB mempertahankan warna meskipun sudah diberi perlakukan larutan asam, sehingga dapat digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Dua jenis teknik pewarnaan asam yang paling umum yaitu: teknik pewarnaan Ziehl-Neelsen, yang akan memberi warna merah terang pada bakteri BTA bila diletakkan pada latar biru, dan teknik pewarnaan auramin-rhodamin lalu dilihat dengan mikroskop fluoresen.
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab TB: M. bovis, M. africanum, M. canetti, dan M. microti. M. africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika. M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini. M. canetti merupakan jenis langka dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika. M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.
mikroba.jpgMikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii. Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.



mikrobacterium Tuberculosis

2.Faktor-faktor Resiko

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa orang lebih rentan terhadap infeksi TB. Di tingkat global, faktor resiko paling penting adalah HIV; 13% dari seluruh kasus TB ternyata terinfeksi juga oleh virus HIV. Masalah ini umum ditemukan di kawasan sub-Sahara Afrika, yang angka HIV-nya tinggi. Tuberkulosis terkait erat dengan kepadatan penduduk yang berlebihan serta gizi buruk. Keterkaitan ini menjadikan TB sebagai salah satu penyakit kemiskinan utama. Orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi TB antara lain: orang yang menyuntik obat terlarang, penghuni dan karyawan tempat-tempat berkumpulnya orang-orang rentan (misalnya, penjara dan tempat penampungan gelandangan), orang-orang miskin yang tidak memiliki akses perawatan kesehatan yang memadai, minoritas suku yang beresiko tinggi, dan para pekerja kesehatan yang melayani orang-orang tersebut. Penyakit paru-paru kronis adalah faktor resiko penting lainnya. Silikosis meningkatkan resiko hingga 30 kali lebih besar. Orang-orang yang merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terkena TB dibandingkan yang tidak merokok. Adanya penyakit tertentu juga dapat meningkatkan resiko berkembangnya Tuberkulosis, antara lain alkoholisme/kecanduan alkohol dan diabetes mellitus (resikonya tiga kali lipat). Obat-obatan tertentu, seperti kortikosteroid dan infliximab (antibodi monoklonal anti-αTNF) juga merupakan faktor resiko yang semakin penting, terutama di kawasan dunia berkembang. Meskipun kerentanan genetik juga bisa berpengaruh, namun para peneliti belum menjelaskan sampai sejauh mana peranannya.
d. Mekanisme

1. Penularan

Ketika seseorang yang mengidap TB paru aktif batuk, bersin, bicara, menyanyi, atau meludah, mereka sedang menyemprotkan titis-titis aerosol infeksius dengan diameter 0.5 hingga 5 µm. Bersin dapat melepaskan partikel kecil-kecil hingga 40,000 titis. Tiap titis bisa menularkan penyakit Tuberkulosis karena dosis infeksius penyakit ini sangat rendah. (Seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi).
Orang-orang yang melakukan kontak dalam waktu lama, dalam frekuensi sering, atau selalu berdekatan dengan penderita TB, beresiko tinggi ikut terinfeksi, dengan perkiraan angka infeksi sekitar 22%. Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun. Biasanya, hanya mereka yang menderita TB aktif yang dapat menularkan penyakit ini. Orang-orang dengan infeksi laten diyakini tidak menularkan penyakitnya. Kemungkinan penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain jumlah titis infeksius yang disemprotkan oleh pembawa, efektifitas ventilasi lingkungan tempat tinggal, jangka waktu paparan, tingkat virulensistrain M. tuberculosis, dan tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi. Untuk mencegah penyebaran berlapis dari satu orang ke orang lainnya, pisahkan orang-orang dengan TB aktif ("nyata") dan masukkan mereka dalam rejimen obat anti-TB. Setelah kira-kira dua minggu perawatan efektif, orang-orang dengan infeksi aktif yang non-resisten biasanya sudah tidak menularkan penyakitnya ke orang lain. Bila ternyata kemudian ada yang terinfeksi, biasanya perlu waktu tiga sampai empat minggu hingga orang yang baru terinfeksi itu menjadi cukup infeksius untuk menularkan penyakit tersebut ke orang lain.

 

2.Patogenesis

Sekitar 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis mengidap infeksi TB laten yang bersifat asimtomatik, (kadang disebut LTBI/Latent TB Infections). Seumur hidup, orang-orang ini hanya memiliki 10% peluang infeksi latennya berkembang menjadi penyakit Tuberkulosis aktif yang nyata. Resiko TB pada pengidap HIV untuk berkembang menjadi penyakit aktif meningkat sekitar 10% setiap tahunnya. Bila tidak diberi pengobatan yang efektif, maka angka kematian TB aktif bisa mencapai lebih dari 66%.
Infeksi TB bermula ketika mikobakteria masuk ke dalam alveoli paru, lalu menginvasi dan bereplikasi di dalam endosom makrofag alveolus. Lokasi primer infeksi di dalam paru-paru yang dikenal dengan nama "fokus Ghon", terletak di bagian atas lobus bawah, atau di bagian bawah lobus atas. Tuberkulosis paru dapat juga terjadi melalui infeksi aliran darah yang dikenal dengan nama fokus Simon. Infeksi fokus Simon biasanya ditemukan di bagian atas paru-paru. Penularan hematogen (melalui pembuluh darah) ini juga dapat menyebar ke lokasi-lokasi lain seperti nodus limfa perifer, ginjal, otak dan tulang.[1][46] Tuberkulosis berdampak pada seluruh bagian tubuh, meskipun belum diketahui kenapa penyakit ini jarang sekali menyerang jantung, otot skeletal, pankreas, atau tiroid.
Tuberkulosis digolongkan sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan radang granulomatosa. Sel-sel seperti Makrofag, limfosit T, limfosit B, dan fibroblast saling bergabung membentuk granuloma. Limfosit mengepung makrofag-makrofag yang terinfeksi. Granuloma mencegah penyebaran mikobakteria dan menyediakan lingkungan khusus bagi interaksi sel-sel lokal di dalam sistem kekebalan tubuh. Bakteri yang berada di dalam granuloma menjadi dorman lalu menjadi sumber infeksi laten. Ciri khas lain granuloma adalah membentuk kematian sel abnormal (nekrosis) di pusat tuberkel. Dilihat dengan mata telanjang, nekrosis memiliki tekstur halus, berwarna putih keju dan disebut nekrosis kaseosa.
Bakteri TB bisa masuk ke dalam aliran darah dari area jaringan yang rusak itu. Bakteri-bakteri tersebut kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan membentuk banyak fokus-fokus infeksi, yang tampak sebagai tuberkel kecil berwarna putih di dalam jaringan. Penyakit TB yang sangat parah ini disebut tuberkulosis milier. Jenis TB ini paling umum terjadi pada anak-anak dan penderita HIV. Angka fatalitas orang yang mengidap TB diseminata seperti ini cukup tinggi meskipun sudah mendapatkan pengobatan (sekitar 30%).
Pada banyak orang, infeksi ini sering hilang timbul. Perusakan jaringan dan nekrosis seringkali seimbang dengan kecepatan penyembuhan dan fibrosis. Jaringan yang terinfeksi berubah menjadi parut dan lubang-lubangnya terisi dengan material nekrotik kaseosa tersebut. Selama masa aktif penyakit, beberapa lubang ini ikut masuk ke dalam saluran udara bronkhi dan material nekrosis tadi bisa terbatukkan. Material ini mengandung bakteri hidup dan dapat menyebarkan infeksi. Pengobatan menggunakan antibiotik yang sesuai dapat membunuh bakteri-bekteri tersebut dan memberi jalan bagi proses penyembuhan. Saat penyakit sudah sembuh, area yang terinfeksi berubah menjadi jaringan parut.



e. Pencegahan

1. Vaksin

Sejak tahun 2011, satu-satunya vaksin yang tersedia adalah bacillus Calmette–Guérin (BCG). Walaupun BCG efektif melawan penyakit yang menyebar pada masa kanak-kanak, masih terdapat perlindungan yang inkonsisten terhadap TB paru. Namun, ini adalah vaksin yang paling umum digunakan di dunia, dengan lebih dari 90% anak-anak yang mendapat vaksinasi. Bagaimanapun, imunitas yang ditimbulkan akan berkurang setelah kurang lebih sepuluh tahun. Tuberkulosis tidak umum di sebagian besar Kanada, Inggris Raya, dan Amerika Serikat, jadi BCG hanya diberikan kepada orang dengan resiko tinggi. Satu alasan vaksin ini tidak digunakan adalah karena vaksin ini menyebabkan tes kulit tuberlulin memberikan positif palsu, sehingga tes ini tidak membantu dalam penyaringan penyakit. Jenis vaksin baru masih sedang dikembangkan.

2.Kesehatan masyarakat

World Health Organization (WHO) mendeklarasikan TB sebagai "emergensi kesehatan global pada tahun 1993. Tahun 2006, Kemitraan Stop TB mengembangkan gerakan Rencana Global Stop Tuberkulosis yang ditujukan untuk menyelamatkan 14 juta orang pada tahun 2015.Jumlah yang telah ditargetkan ini sepertinya tidak akan tercapai pada tahun 2015, sebagian besar disebabkan oleh kenaikan penderita HIV dengan tuberkulosis dan munculnya resistensi tuberkulosis multi-obat (multiple drug-resistant tuberculosis, MDR-TB). Klasifikasi tuberkulosis yang dikembangkan oleh American Thoracic Society pada umumnya digunakan dalam program kesehatan masyarakat.
Karena kuman TB ada di mana-mana termasuk di Mal, Kantor dan tentunya juga di Rumah Sakit, maka pencegahan yang paling efektif adalah Gaya Hidup untuk menunjang Ketahanan Tubuh kita:
  • Cukup gizi, jangan telat makan
  • Cukup istirahat, jika capai istirahat dulu
  • Jangan Stres Fisik, capai berlebihan
  • Jangan Stres Mental, berusahalah berpikir positip dan legowo (bisa menerima)
gamabr BRONKOPNEUMONIA.jpg




         
Contoh bayi yang terkena TBC
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Imunisasi merupakan hal yang terpenting dalam usaha melindungi kesehatananak anda. Imunisasi bekerja dengan cara merangsang timbulmya kekebalan tubuhyang akan melindungi anak anda dari penyakit-penyakit sebagai berikut: polio,campak, gondongan, campak Jerman, influenza, tetanus, difteri dan pertusis (batuk rejan).Tanpa pemberian vaksin, jumlah kematian anak-anak yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut meningkat dan banyak orang yang mengalami komplikasi kronik setelah menderita penyakit tersebut.

B.     SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas maka di sarankan :
Perlu peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang imunisasi di kalangan paramedis sehingga pelayanan kesehatan khususnya imunisasi dapat diberikan sesuai dengan standar asuhan pelayanan kesehatan.
Perlu pemberian pendidikan kesehatan kepada masyarakat yang sebenarnya tentang pentingnya imunisasi dan hal-hal yang berkaitan sehingga masyarakat tidak perlu takut membawa anaknya imunisasi.










DAFTAR PUSTAKA

^ a b c d e Susilo, Taufik Afdi. Ensiklopedi Pengetahuan Dunia Abad 20. Javalitera. Yogyakarta 2010. Halaman 24





Tidak ada komentar:

Posting Komentar