BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Anak
merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan YME kepada setiap pasangan. Setiap
manusia/pasangan tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik
maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih banyak kira jumpai bayi dilahirkan
dengankeadaan cacat bawaan/kelainan kongenital.
Kelainan
kongenital yang cukup berat merupakan penyebab utama kematian bayi dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya, hal ini seakan-akan merupakan suatu seleksi
alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.sekitar 3-4 % bayi baru
lahir memiliki kelainan bawaan yang berat beberapa kelainan baru ditemukan pada
saat anak mulai tumbuh sekitar 7,5 % terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun
tetapi kebanyakan bersifat ringan
Menurut survei
demografi dan kesehatan Indonesia 2002 – 2003, angka kematian neonatal sebesar
20 per 100 kelahiran hidup. Dalam satu tahun sekitar 89.000 bayi berumur
dibawah 1 bulan meninggal. Artinya setiap 6 menit ada 1 bayi meninggal.
Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama
kematian neonatal (27%) setelah BBLR (29%).
Pertolongan
persalinan dengan tenaga kesehatan telah mencapai 73,14% (profil kesehatan
Indonesia, 2003) dan sebagian besar persalinan tersebut dilakukan oleh Bidan.
Bidan sebagai penolong persalinan, sering kali
dihadapkan dengan keadaan bayi lahir mengalami asfiksia. Dimana asfiksia dapat
menyebabkan cacat mental, pneumonia, dan kematian.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Definis kelainan kongenital
2. Patofisiologi kelainan kongenital
3. Penyebab kelainan kongenital
4. Pemeriksaan/diagnosis kelainan
kongenital
5. Penatalaksanaa kelainan kongenital
6. Tindakan bidan terhadap kelainan
kongenital
7. Pencegahan kelainan kongenital
C.
TUJUAN PENULISAN
Beberapa
manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah meningkatnya pemahaman bidan
terhadap kelainan kongenital. Dengan
demikian, strategi untuk memberikan dampak positif terhadap pengurangan angka
kesakitan dan kematian Bayi dan Balita dapat dipraktikkan secara langsung dalam
pelaksanaan asuhan kebidanan yang secara khusus dapat dilaksanakan dalam
program yang komprehensif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital
merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai
sejak bayi lahir. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir
adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh
kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan
kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum disebut kelainan
kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak bayi lahir.
Anomali kongenital atau
kelainan kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu malformasi kongenital yang timbul sejak priode embrional sebagai
gangguan primer morfogenesis atau organogenesis, dan deformitas kongenital yang timbul pada kehidupan fetus akibat
mengalami perubahan morfologik dan struktur, seperti perubahan posisi, maupun
bentuk dan ukuran organ tubuh yang semula tumbuh normal.
Kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati, atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan pertama kehidupan sering diakibatkan
oleh kelainan kongenital besar, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat
lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya.
Berat bayi lahir rendah dengan kelainan kongenital berat, kira-kira 20%
meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan
fisik, radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis kelainan
kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya diagnosis pra/antenatal
dengan beberapa cara pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi,
fetoskopi, pemeriksaan air ketuban, biopsi vilus korionik, dan pemeriksaan
darah janin.
B.
PATOFISIOLOGI KELAINAN KONGENITAL
Berdasarkan
patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Malformasi
Malformasi
adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan
dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu
jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga
menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Beberapa contoh
malformasi misalnya bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit, defek
penutupan tuba neural, stenosis pylorus, spina bifida, dan defek sekat jantung.
Malformasi
dapat digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah
suatu kelainan yang apabila tidak dikoreksi akan menyebabkan gangguan fungsi
tubuh serta mengurangi angka harapan hidup. Sedangkan malformasi minor tidak
akan menyebabkan problem kesehatan yang serius dan mungkin hanya berpengaruh
pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung, ginjal, ekstrimitas, saluran
cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan daun telinga, lipatan pada
kelopak mata, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple), ekstra
putting susu adalah contoh dari malformasi minor.
2.
Deformasi
Deformasi
didefinisikan sebagai bentuk, kondisi, atau posisi abnormal bagian tubuh yang
disebabkan oleh gaya mekanik sesudah pembentukan normal terjadi, misalnya kaki
bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu yang lain seperti
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus,
kehamilan kembar.
3.
Disrupsi
Disrupsi
adalah defek morfologik satu bagian tubuh atau lebih yang disebabkan oleh
gangguan pada proses perkembangan yang mulanya normal. Ini biasanya terjadi
sesudah embriogenesis. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh
tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau
perlekatan. Misalnya helaian-helaian membran amnion, yang disebut pita amnion,
dapat terlepas dan melekat ke berbagai bagian tubuh, termasuk ekstrimitas,
jari-jari, tengkorak, serta muka.
4.
Displasia
Patogenesis
lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah
displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar
disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara
intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek
dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin
berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia
dapat terus-menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
C.
PENYEBAB KELAINAN KONGENITAL
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan sehingga bersifat
multifaktorial.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya kelainan kongenital antara lain:
1) Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan dalam hal ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutya.
Dengan adanya kemajuan
dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat dilakukan pemeriksaan
antenatal terhadap adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah
dapat dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Bila ditemukan adanya
suatu kelainan kromosom, perlu dipikirkan tindakan selanjutnya berdasarkan
pertimbangan medikolegal. Beberapa contoh kelainan kromosom yang dapat ditemukan
antenatal antara lain adalah kelainan kromosom autosomal trisomi 21 sebagai
sindroma down (mongolisme). Kelainan pada kromosom kelamin sebagai sindroma
turner.
2) Faktor Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organa tubuh adalah kelainan talipes equinovarus (clubfoot). Jepitan pita amniotik dapat menyebabkan berubahnya bentuk suatu organ tubuh bahkan mungkin dapat menyebabkan terpurusnya suatu organ (amputasi kongenital).
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ. Sebagai contoh deformitas organa tubuh adalah kelainan talipes equinovarus (clubfoot). Jepitan pita amniotik dapat menyebabkan berubahnya bentuk suatu organ tubuh bahkan mungkin dapat menyebabkan terpurusnya suatu organ (amputasi kongenital).
3) Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu
misalnya virus dalam periode organogenesis, mungkin tidak memberi gejala yang
berarti untuk ibunya karena hanya bersifat subklinis, tetapi terhadap janin
dapt berakibat abortus atau dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan suatu organ
tubuh yang akhirnya menimbulkan kelainan kongenital. Infeksi pada trimesrer
pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh infeksi virus pada
trimester pertama ialah infeksi oleb virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita
kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran
sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain
pada trimester pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain
ialah infeksi virus cytomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan pertumbuhan pada system
saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus, atau mikroftalmia.
4) Faktor Obat
Beberapa jenis obat
tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga
sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari
pemakaian obat-obatan yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi dan bila perlu menunda kehamilan.
5) Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan meningkat pada ibu usia di atas 30 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 40 tahun ke atas. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 1000 kelahiran hidup dan ditemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu usia 35 tahun atau lebih. Anka kejadian yang ditemukan adalah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk ibu berumur 45 tahun.
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa menopause. Kejadian mongolisme akan meningkat pada ibu usia di atas 30 tahun dan akan lebih tinggi lagi pada usia 40 tahun ke atas. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme 1,08 per 1000 kelahiran hidup dan ditemukan risiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu usia 35 tahun atau lebih. Anka kejadian yang ditemukan adalah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur <35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk ibu berumur 45 tahun.
6) Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7) Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda. Dikatakan bahwa penyinaran lebih dari 10.000 milliards pada wanita hamil dikhawatirkan akan mempunyai efek terjadap janin.
Radiasi pada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda. Dikatakan bahwa penyinaran lebih dari 10.000 milliards pada wanita hamil dikhawatirkan akan mempunyai efek terjadap janin.
8) Faktor gizi
Pada binatang percobaan
kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital. Pada manusia, penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan gizi kurang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu bergizi baik. Pada binatang
percobaan adanya defisiensi protein, vitamin A riboflavin, asam folat, tiamin,
dan lain-lain, dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital.
9)
Faktor-faktor
lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak diketahui.
D.
PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS KELAINAN KONGENITAL
Kelainan kongenital
dapat dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap kehidaupan janin intrauterin
(diagnosis antenatal atau diagnosis pranatal), serta diagnosis yang dilakukan
setelah bayi lahir (diagnosis pasca natal).
Indikasi melakukan diagnosis pranatal umumnya dilakukan bila
ibu hamil mempunyai faktor risiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan
kongenital. Faktor risiko ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat
kelainan kongenital dalam keturunan, kelainan kongenital anak yang dilahirkan
sebelumnya, umur ibu yang mendekati masa menopouse, ibu yang menderita penyakit
tertentu, pemakaian obat atau bahan lain yang dianggap teratogen, adanya
kenaikan kadar alfa-fetoprotein pada ibu, kehamilan polihidramnion/oligohidramnion,
pertumbuhan janin terlambat, dan kehamilan ganda.
Beberapa contoh obat yang dipakai selama hamil yang diduga
dapat berpengaruh terhadap janin antara lain adalah pemakaian insulin pada ibu
penderita diabetes yang bergantung kepada insulin; pada kejadian ini
kemungkinan melahirkan bayi dengan kelainan kongenital sekitar 2-4 kali lebih
besar daripada ibu yang normal. Kelainan kongenital yang mungkin ditemukan
dalam keadaan ini misalnya kelainan skeletal, kardiovaskuler, susunan saraf
pusat, genitourinaria, dan gastrointestinal. Ibu penderita epilepsi yang dalam
pengobatan antikonvulsan diduga akan berpeluang mempunyai bayi dengan kelainan
kongenital 2-3 kali lebih tinggi. Kelainan kongenital yang dapat ditemukan
misalnya kelainan jantung kongenital, bibir sumbing atau palatoskizis,
retradasi mental, dan beberapa kelainan traktus urinarius. Ibu epilepsi yang
tidak makan obat antikonvulsan tidak menunjukkan kenaikan angkka kejadian
kelainan kongenital. Antikonvulsan lain yan walaupun belum mutlak bersifat
teratogen tetapi mungkin berperan dalam kejadian kelainan kongenital antara
lain adalah fenitoin, litium, barbiturat, benzodiazepin. Ibu yang mempunyai
riwayat memakai obat sitostatik yang dikenal bersifat teratogen, pemakaian
antikoagulansia, steroid, atau obat psikoterapik, perlu mendapat perhatian
pula. Disamping itu, ibu yang telah lanjut usianya dan ibu yang pada
pemeriksaan darahnya menunjukkan kenaikan kadar alfa-fetoprotein perlu dipantau
lebih lanjut perjalanan kehamilannya.
Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis prenatal antara lain
adalah dengan pemeriksaan radiologik, ultrasonografik, darah ibu terhadap
alfa-fetoprotein ssekitar minggu 16-20 kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel
darah janin, amniosentesis disertai analisis cairan amnion, atau biopsi vilus
korion.
Beberapa contoh kelainan kongenital yang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan secara non invasif (ultrasonografi) pada midtrimester kehamilan
adalah hidrosefalus dengan atau tanpa spina bifida, defek tuba neural,
porensefali, kelainan jantung bawaan yang besar, penyempitan sistem
gastrointestinal (misalnya atresia duodenum yang memberi gambaran gelembung
ganda, kelainan sistem gwnitourinaria; misalnya kista ginjal), dan kelainan
pada paru sebagai kista paru. Dengan panduan alat ultrasonografi mutakhir dapat
dilakukan berbagai tindakan lebih lanjut seperti amniosentesis, pengambilan
darah janin, biopsi vilus korion, maupun tindakan bedah janin. Tindakan bedah
janin dilakukan sebagai upaya untuk mencegah atau mengurangi kerusakan organ
janin selama kehidupan intrauterin sambil menunggu tindakan bedah definitif
yang akan dilakukan setelah bayi lahir.
Amniosentesis transabdominal umumnya dilakukan pada kehamilan
14-20 minggu. Dari cairan amnion yang didapat dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut antara lain pemeriksaan genetik/kromosom, pemeriksaan alfa-fetoprotein
terhadap defek tuba neural (anensefali, meningomielokal), pemeriksaan terhadap
beberapa gangguan metabolik (galaktosemia, fenilketonuria), dan pemeriksaan
lainnya. Dari sampel darah janin yang diperoleh dapat diperiksa beberapa
kelainan darah misalnya hemoglobinopati, hemofilia, atau thalasemia. Dari hasil
biopsi vilus korion dapat diperoleh jaringan janin untuk pemeriksaan sel secara
langsung atau ukuran kultur sel.
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital ditemukan antenatal
secara kebetulan pada waktu pemeriksaan kehamilan, atas indikasi tertentu
karena adanya gangguan dalam kehamilan misalnya pertumbuhan janin terhambat,
keadaan poli/oligohidramnion. Bila pada diagnosis pranatal ditemukan adanya
kelainan kongenital, maka harus difikirkan langkah selanjutnya. Bila kelainan
tersebut masih dapat dikoreksi, maka kelahiran bayi dalm risiko ini sebaiknya
dilakukan di rumah sakit rujukan. Sedangkan pada kelainan yang sukar atau tidak
dapat dikoreksi, maka pertimbangkan medikolegal dan putusan orang tua sangat
diperlukan untuk kelanjutan kehamilannya. Bila telah diketahui adanya faktor
risiko kelainan kongenital pada pasangan
orang tua yang dapat diturunkan kepada anaknya, maka sebaiknya dilakukan
langkah untuk konseling genetik.
E.
PENATALAKSANAAN KELAINAN KONGENITAL
Secara klinis,
penanganan kelainan kongenital pada suatu organ tubuh umumnya memerlukan
tindakan bedah . Sesuai dengan jenis dan tindakan bedah yang harus dilakukan, kelainan
kongenital dapat dibagi dalam kelompok (1) kelainan kongenital yang memerlukan
tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena
kelainan kongenital tersebut mengancam jiwa bayi; dan (2) kelainan kongenital
yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus demikian tindakan
dilakukan secara berencana atau selektif.
Sering kelainan kongenital yang ditemukan bersifat
multipel atau berupa kelainan kongenital yang sukar dikoreksi (ansefali),
sehingga koreksi bedah pada saat ini belum memungkinkan; sementara ini
penanganannya hanya secara medis dan bersifat konservatif. Penanganan anomali
kongenital medis karena kelainan kromosom atau genetik, atau yang bersifat
sistemik dilakukan sesuai dengan jenis kelainan tersebut, disertai dengan upaya
lain untuk menghindarkan terjadinya berbagai komplikasi.
F.
TINDAKAN BIDAN DALAM MENEMUKAN KELAINAN KONGENITAL
Tindakan
bidan dalam menemukan kelainan kongenital segera lakukan rujukan, kemudian
memberi tahu keluarga agar dapat menerima keadaan bayi. Dan memberikan motivasi
kepada ibu supaya ibu dapat menerima dan tidak syok.
Bila bidan menemukan
tanda adanya kelainan dalam kehamilan segeralah bidan anjurkan ibu untuk
melakukan USG dan segera mengambil keputusan untuk meneruskan kehamilan atau
tidak.
G.
PENCEGAHAN KELAINAN KONGENITAL
Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan
terutama ibu dengan kehamilan di atas usia 35 tahun:
·
Tidak
merokok dan menghindari asap rokok
·
Menghindari
alkohol
·
Menghindari
obat terlarang
·
Memakan
makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal
·
Melakukan
olahraga dan istirahat yang cukup
·
Melakukan
pemeriksaan prenatal secara rutin
·
Mengkonsumsi
suplemen asam folat
·
Menjalani
vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi
·
Menghindari
zat-zat yang berbahaya.
Imunisasi membantu mencegah penyakit akibat infeksi.
Meskipun semua vaksin aman diberikan pada masa hamil, tetapi akan lebih baik
jika semua vaksin yang dibutuhkan telah dilaksanakan sebelum hamil.
Seorang wanita sebaiknya menjalani vaksinasi berikut:
Seorang wanita sebaiknya menjalani vaksinasi berikut:
- Minimal 3 bulan sebelum hamil : MMR
- Minimal 1 bulan sebelum hamil : varicella
- Aman diberikan pada saat hamil
- Booster tetanus-difteri (setiap 10 tahun)
- Vaksin hepatitis A
- Vaksin hepatitis B
- Vaksin influenza (jika pada musim flu kehamilan akan memasuki trimester kedua atau ketiga)
- Vaksin pneumokokus.
Zat yang berbahaya
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
Beberapa zat yang berbahaya selama kehamilan:
- Alkohol
- Androgen dan turunan testosteron
(misalnya danazol)
- Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitors
(misalnya enalapril, captopril)
- Turunan kumarin (misalnya warfarin)
- Carbamazepine
- Antagonis asam folat (misalnya metotrexat dan
aminopterin)
- Cocain
- Dietilstilbestrol
- Timah hitam
- Lithium
- Merkuri organik
- Phenitoin
- Streptomycin dan kanamycin
- Tetrasyclin
- Talidomide
- Trimethadion dan paramethadion
- Asam valproat
- Vitamin A dan turunannya (misalnya isotretinoin,
etretinat dan retinoid)
- Infeksi
- Radiasi.Meskipun bisa dilakukan berbagai tindakan
untuk mencegah terjadinya kelainan bawaan, ada satu hal yang perlu diingat
yaitu bahwa suatu kelainan bawaan bisa saja terjadi meskipun tidak
ditemukan riwayat kelainan bawaan baik dalam keluarga ayah ataupun ibu,
atau meskipun orang tua sebelumnya telah melahirkan anak-anak yang sehat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kelainan kongenital
merupakan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai
sejak bayi lahir. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir
adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh
kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan
kepribadian. Sedangkan anomali kongenital atau yang umum disebut kelainan
kongenital defek morfologi yang dijumpai sejak bayi lahir.
Berdasarkan patogenesis, kelainan kongenital dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: Malformasi, Deformitas, Disrupsi, Displasia.
Penyebab kelainan kongenital: kelainan genetik dan kromosom, faktor
mekanis,
faktor infeksi, faktor obat, faktor mur ibu, faktor hormonal, faktor radiasi,
faktor gizi dan faktor lain.
Beberapa cara untuk
menegakkan diagnosis prenatal antara lain adalah dengan pemeriksaan radiologik,
ultrasonografik, darah ibu terhadap alfa-fetoprotein sekitar minggu 16-20
kehamilan, fetoskopi,pengambilan sampel darah janin, amniosentesis disertai
analisis cairan amnion, atau biopsi vilus korion. Sesuai dengan jenis dan tindakan
bedah yang harus dilakukan, kelainan kongenital dapat dibagi dalam kelompok (1)
kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus
dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut mengancam jiwa bayi;
dan (2) kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada
kasus demikian tindakan dilakukan secara berencana atau selektif.
B. SARAN
Sebagai bidan hendaknya kita dapat
mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelainan kongenital. Dan dapat
melakukan tindakan segera supaya dapat mencegah kematian. Serta dapat melakukan
pemeriksaan antenatal secara kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
http : // arny –midwife
.blogspot .com / 2011 /02 /kelainan
-kongenital . html
http : // green lovaa
.wordpress .com / 2013 /01/04 makalah – kelainan – congenital –pada bbl/
http : // www .angel firc .com /ga / kachmaf DSOG
/congenital .html
Markum, A H.1991. “Ilmu Kesehatan Anak”. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
A.H Markum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar