BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa yang diawali sejak beberapa jam setelah plasenta
lahir dan berakhir setelah 6 minggu setelah melahirkan. Akan tetapi seluruh
organ kandungan baru pulih kembali, seperti dalam keadaan sebelum hamil dalam
waktu 3 bulan setelah bersalin.
Masa nifas tidak kalah penting dengan masa-masa ketika hamil, karena pada
saat ini organ-organ reproduksi sedang mengalami proses pemulihan setelah
terjadinya proses kehamilan dan bersalin.
Masa nifas dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu pasca nifas, masa
nifas dini, dan masa nifas lanjut, yang masing-masing memiliki cirri khas
tertentu. Pasca nifas adalah masa setelah persalinan sampai 24 jam sesudahnya
(0-24 jam setelah melahirkan). Masa nifas dini adalah masa permulaan nifas
yaitu 1 hari sesudah melahirkan sampai 7 hari lamanya (1 minggu pertama). Masa
nifas lanjut adalah 1 minggu sesudah melahirkan sampai dengan 6 minggu setelah
melahirkan.
Periode pasca persalinan meliputi masa transisi kritis bagi ibu, bayi dan
keluarganya secara fisiologis, emosional dan social. Baik di Negara maju maupun
Negara berkembang, perhatian utama bagi ibu dan bayi terlalu banyak tertuju
pada masa kehamilan dan persalinan, sementara keadaan yang sebenarnya justru
merupakan kebalikannya, oleh karena resiko kesakitan dan kematian ibu serta
bayi lebih sering terjadi pada masa pascapersalinan. Keadaan ini terutama
disebabkan oleh konsekuensi ekonomi, disamping ketidaktersediaan pelayanan atau
rendahnya peranan pasilitas kesehatan dalm menyediakan pelayanan kesehatan yang
cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan juga menyebabkan
rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan deteksi dini sera penatalaksanaan
yang adekuat terhadap masalah dan penyakit yang timbul pada masa
pascapersalinan (Saifuddin, 2008).
Walaupun menderita nyeri dan tidak nyaman, kelahiran bayi biasanya
merupakan peristiwa yang menyenangkan karena dengan berakhirnya masa kehamilan
yang telah lama ditunggu-tunggu dan dimulainya suatu kehidupan baru. Namun
kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu. Kemungkinan
timbul masalah atau penyulit
Cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2009 adalah 71,54%, sementara target
cakupan kunjungan ibu nifas pada tahun 2015 adalah 90%. Berdasarkan data dari
profil kesehatan tahun 2009 cakupan kunjungan masa nifas di Jawa Tengah yaitu
73, 38%.
B. Tujuan
Tujuan umum
Agar mahasiswi
mengetahui apa saja yang termasuk dalam deteksi dini komplikasi masa nifas.
Tujuan khusus
1. Mahasiswi dapat mengetahui apa itu
perdarahan post partum.
2. Mahasiswi dapat mengetahui apa saja yang
termasuk kedalam infeksi masa nifas.
3.
Mahasiswi dapat mengetahui hasil penelitian tentang penatalaksanaan pencegahan
infeksi nifas.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masa Nifas
Masa nifas
merupakan masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandung kembali seperti semula sebelum hamil, yang berlangsung selama 6 – 8
minggu atau dalam agama islam disebut 40 hari.(mochtar R, 1998 )
Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah
lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan. (Pusdiknakes, 2003:003).
Masa
nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu.
(Abdul Bari,2000:122).
Masa
nifas merupakan masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang
meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran reproduksi kembali ke
keadaan tidak hamil yang normal. (F.Gary cunningham,Mac Donald,1995:281).
Masa nifas adalah masa setelah seorang ibu melahirkan bayi
yang dipergunakan untuk memulihkan kesehatannya kembali yang umumnya memerlukan
waktu 6- 12 minggu. ( Ibrahim C, 1998).
Adapun kebijakan
program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan
kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1.
Menilai kondisi
kesehatan ibu dan bayi.
2.
Melakukan
pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas
dan bayinya.
3.
Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada
masa nifas.
4.
Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
DETEKSI DINI
KOMPLIKASI MASA NIFAS 2 JAM PERTAMA
Asuhan yang
diberikan pada 2 jam pertama masa nifas yaitu :
- Pantau
tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri, kandung kemih dan darah yang keluar
setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam
kedua kala empat. Jika ada temuan yang tidak normal, tingkatkan
frekusensi observasi dan penilaian kondisi ibu.
- Masase
uterus untuk membuat kontaraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama satu
jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat. Jika ada temuan
yang tidak normal, tingkatkan frekusensi observasi dan penilaian kondisi
ibu.
- Pantau
temperatur tubuh setiap jam dalam dua jam pertama pascapersalinan. Jika
meningkat, pantau dan tatalaksana sesuai dengan apa yang diperlukan.
- Nilai
perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama satu jam pertama
dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala empat.
- Ajarkan
ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang
keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek.
- Minta
anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan bantu ibu mengenakan baju
atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman, duduk
bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga agar bayi diselimuti dengan
baik. Bagian kepala tertutup baik, kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan
untuk dipeluk dan diberi ASI.
- Lakukan
asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
B. DETEKSI DINI
KOMPLIKASI MASA NIFAS 6 JAM MASA NIFAS
Asuhan yang
diberikan pada 6 jam masa nifas yaitu :
- Mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
- Mendeteksi dan perawatan penyebab
lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.
- Memberikan konseling pada ibu dan
keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
- Pemberian ASI awal
- Mengajarkan cara mempererat hubungan
antara ibu dan bayi baru lahir.
- Menjaga
bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.
- Setelah
bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi
untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru
lahir dalam keadaan baik.
C. DETEKSI DINI
KOMPLIKASI MASA NIFAS 6 HARI MASA NIFAS
Asuhan yang
diberikan pada 6 hari masa nifas yaitu :
- Memastikan
involusi uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi
fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal.
- Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi dan perdarahan.
- Memastikan ibu
mendapat istirahat yang cukup.
- Memastikan ibu
mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan.
- Memastikan ibu
menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.
- Memberikan
konseling tentang perawatan bayi baru lahir.
D. DETEKSI DINI
KOMPLIKASI MASA NIFAS 6 MINGGU MASA NIFAS
Asuhan yang
diberikan pada 6 minggu masa nifas yaitu :
- Menanyakan
penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas.
- Memberikan
konseling KB secara dini.
DETEKSI DINI KOMPLIKASI PADA MASA
NIFAS DAN PENANGANANNYA
A. Perdarahan
Pervaginam postpartum
1.
Pengertian
Perdarahan
pervaginam yang 500 ml atau lebih setelah anak lahir atau setelah kala 3. Perdarahan
ini terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di dua jam pertama. Kalau
terjadi perdarahan, maka tinggi rahim akan bertambah naik, tekanan darah
menurun, dan denyut nadi ibu menjadi cepat. Namun terdapat beberapa masalah
mengenai defenisi ini :
a)
Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang
sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah tersebut
bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine, darah juga tersebar pada
spon, handuk dan kain di dalam ember dan di lantai.
b)
Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai
dengan kadar haemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat
menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada
anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat mengalami akibat
fatal dari kehilangan darah.
c)
Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu
beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pasca bersalin harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan.
Penilaian resiko pada saat antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu pasca bersalin harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan.
2.
Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Perdarahan pasca persalinan di bagi menjadi
perdarahan pascapersalinan primer dan sekunder
a)
Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum
Haemorrhage atau perdarahan pascapersalinan segera)
Perdarahan pascapersalinan primer
terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pascapersalinan primer
adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir.
Terbanyak dalam 2 jam pertama.
b)
Perdarahan pascapersalinan sekunder (late Postpartum
Haemorrhage atau perdarahan masa nifas atau perdarahan pascapersalinan lambat)
Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan pascapersalinansekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta atau membran.
3.
Jenis-Jenis
Perdarahan Postpartum
a)
Atonia Uteri
Atonia
uteri adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri.
·
Penyebab atonia
uteri :
1)
Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia,
polihidramnion, atau paritas tinggi.
2)
Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3)
Multipara dengan
jarak kelahiran pendek
4)
Partus lama / partus terlantar
5)
Malnutrisi.
6)
Penanganan salah
dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum terlepas dari dinding
uterus.
·
Gejala Klinis Atonia Uteri :
1)
Uterus tidak berkontraksi dan lunak
2)
Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir
3)
Fundus uteri
naik
4)
Terdapat
tanda-tanda syok
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. Pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. Urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
Perdarahan Post
Partum
1. Perdarahan
ini bisa terjadi segera begitu ibu melahirkan. Terutama di dua jam pertama yang
kemungkinannya sangat tinggi.
2. Terjadi
perdarahan, maka tinggi rahim akan bertambah naik.
Involusi
|
TFU
|
Berat
Uterus
|
Bayi
lahir
|
Setinggi
pusat
|
1000
gram
|
Uri
Lahir
|
2 jari bawah
pusat
|
750 gram
|
1 minggu
|
½ pusat
sympisis
|
500 gram
|
6 minggu
|
Bertambah
kecil
|
50 gram
|
8 minggu
|
Sebesar
normal
|
30 gram
|
·
Pecegahan
Perdarahan Postpartum
Cara yang terbaik untuk
mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah memimpin kala II dan kala III
persalinan sesuai dengan prosedur dan tidak terburu-buru.
·
Tindakan Segera
1.
Memaantau
keadaan ibu dan tanda- tanda vital ibu untuk mencegah terjadinya tanda dan
gejala syok
2.
Melakukan masase
fundus uteri dan merangsang puting susu
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM,IV,atau SC
Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara IM,IV,atau SC
3.
Memberikan
drivat prostaglandin F2a ( carboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek
samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris, dan taki kardia.
Pemberian misoprostol 800-1000ug per rectal
4.
Melakukan
kompresi bimanual internal
Gambar 1.1 Kompresi Bimanual Interna
5.
Mengajarkan
keluraga cara Kompresi bimanual eksternal
Kompresi aorta abdominalis
Kompresi aorta abdominalis
Gambar 1.2 Kompresi Bimanual Eksterna
6.
Memasang infuse
RL untuk mencegah dehidrasi pada ibu akibat perdarahan yang di alami
7.
Jika perdarahan tidak berhenti segera rujuk
pasien ke fasilitas yang lebih memadai untuk menghidari terjadinya komplikasi
yang lebih berat yang akan berujung pada kematian, disertai inform consent.
·
Skema
Penatalaksanaan Atonia Uteri
Gambar 1.3 Skema Penatalaksanaan
Atonia Uteri
b)
Retensio
Plasenta
Retensio Plasenta adalah
terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi.
·
Jenis-jenis Retensio
Plasenta
1.
Plasenta
Adhesiva
Plasenta
adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.
Plasenta Akreta
Plasenta
akreta adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian
lapisan miornetrium.
3.
Plasenta Inkreta
Plasenta
inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki
miornetnum.
4.
Plasenta Perlireta
Plasenta
perlireta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5.
Plaserita Inkarserata
Plasenta
inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh
kontriksi osteuni uteri.
·
Penanganan
Retensio Plasenta
1.
Resusitasi
Pemberian
oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta
pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat
yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan
saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan darah.
2.
Drip oksitosin
(oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%
(normal saline) sampai uterus berkontraksi.Plasenta coba dilahirkan dengan
Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk
mempertahankan uterus.
3.
Jika plasenta
tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta
adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
·
Skema
Penatalaksanaan Retensio Plasenta
Gambar
1.4 Skema penatalaksanaan Retensio Plasenta
c)
Laserasi atau
Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam keadaan dimana
plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Luka
perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
(1)
Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum
(2)
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot
perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
(3)
Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot
spingter ani
(4)
Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectum
Gambar
1.5 Derajat Laserasi Jalan lahir
d)
Sisa Plasenta
dan Selaput Ketuban
Suatu bagian dari plasenta,satu atau
lebih lobus tertinggal di dalam uterus
·
Penyebab
a. his yang kurang baik
a. his yang kurang baik
b. Tindakan pelepasan plasenta
yang salah
c.
Plasenta akreta
·
Prinsip Dasar
Sisa
plasenta yang masih banyak tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan
perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum lambat (biasanya
terjadi 6-10 hari). Pada perdarahan post partum dini akibat sisa plasenta
ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan
kontraksi rahim baik.gejala pada post partum lambat yaitu perdarahan yang
berulang ulang atau berlangsung terus.
·
Penanganan Sisa plasenta
a.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dg kuretase.Kuretase harus
dilakukan secara hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
kuretase pada abortus.
b. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta dilanjutkan dg pemberian obat uterustonika melalui suntikan atau per
oral
c.
Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Apabila diagnosa sisa plasenta ditegakkan maka bidan boleh melakukan pengeluaran sisa plasenta secara manual atau digital, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Gambar
1.6 Manual Sisa Plasenta
1.
Perbaikan keadaan umum ibu (pasang infus)
2.
Kosongkan kandung kemih
3.Memakai
sarung tangan steril
4.Desinfeksi
genetalia eksternA
5.Tangan
kiri melebarkan genetalia eksterna,tangan kanan dimasukkan secara obstetri
sampai servik
6.Lakukan
eksplorasi di dalam cavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta
7.Lakukan
pengeluaran plasenta secara digital
8.Setelah
plasenta keluar semua diberikan injeksi uterus tonika
9.Berikan
antibiotik utk mencegah infeksi
10.Observasi
tanda-tanda vital dan perdarahan
·
Sikap Bidan
Bidan hanya diberi kesempatan
utk melakukan pelepasan sisa plasenta dengan manual atau digital dala m keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan.Bila dengan cara tersebut tidak bisa teratasi,pasien segera dirujuk.
·
Hal-hal Yang dilakukan Bila
Penanganan Digital
Jika perdarahan masih segera dilakukan utero vagina tamponade selama 24 jam,diikuti pemberian uterus tonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke 4 baru dilakukan kuretase utk membersihkannya.
Jika perdarahan masih segera dilakukan utero vagina tamponade selama 24 jam,diikuti pemberian uterus tonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut dan pada hari ke 4 baru dilakukan kuretase utk membersihkannya.
Keluarkan sisa plasenta dg
cunam ovum atau kuret besar. Jaringan yg melekat dg kuat mungkin merupakan
plasenta akreta. Usaha utk melepaskan plasenta terlalu kuat melekatnya dapat
mengakibatkan perdarahan hebat atau perforasi uterus yang biasanya membutuhkan
tindakan histerektomi.
e)
Inversio Uteri
Inversion uteri adalah keadaan dimana fundus uteri
terbalik sebagian atauseluruhnya masuk ke
dalam kavum uteri.
·
Pembagian
inversio uteri :
1.
Inversio uteri
ringan
Fundus uteri terbalik menunjol ke
dalam kavum uteri namun belum keluar dari rongga rahim.
2.
Inversio uteri
sedang
Fundus uteri terbalik dan sudah
masuk ke dalam vagina
3.
Inversio uteri
berat
Uterus dan vagina semuanya terbalik
dan sebagian sudag keluar vagina
Gambar
1.7 Pembangian Inversio Uteri
·
Penyebab
inversion uteri :
1.
Spontan
a.
Grande kultipara
b.
Atonia uteri
c.
Kelemahan alat
kandungan
d.
Tekanan intra
abdominal (mengejan)
2.
Tindakan
a.
Cara crade yang
berlebihan
b.
Tarikan tali
pusat
c.
Manual plasenta
yang dipaksakan
d.
Perlekatan
plasenta pada dinding rahim
·
Penanganan
inversio uteri
1.
Pencegahan
: hati-hati dalam memimpin persalinan, jangan terlalu mendorongrahim atau
melakukan perasat Crede berulang-ulang
dan hati-hatilah dalam menarik tali pusat
serta melakukan pengeluaran plasenta
dengan tajam.
2.
Bila
telah terjadi maka terapinya : ± Bila ada perdarahan atau syok, berikan infus dan transfusi darah serta perbaikikeadaan
umum. ± Segera itu segera lakukan reposisi kalau perlu dalam narkosa. ± Bila tidak
berhasil maka lakukan tindakan operatif secara per abdominal(operasi Haultein)
atau per vaginam(operasi menurut Spinelli). ± Di luar rumah sakit dapat dibantu dengan melakukan
reposisi ringan yaitudengan tamponade
vaginal lalu berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
B.
Infeksi
di Masa Nifas
Infeksi nifas merupakan masuknya bakteri pada traktus
genitalia, terjadi sesudah melahirkan, kenaikan suhu sampai 380
C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam pertama. Gejala infeksi
nifas tergantung pada bagian tubuh yang diserang. Pada minggu-minggu pertama,
gejala yang terjadi akibat perluasan infeksi biasanya belum terlihat. Setelah
infeksi berkembang lebih lanjut, barulah gejala berikut mulai
terlihat. Bila infeksi terjadi pada daerah antar lubang vagina dan anus,
bagian luar alat kelamin, vagina atau mulut rahim, biasanya timbul gejala,
yakni :
1.
Rasa nyeri dan
panas pada te mpat yang terinfeksi.
2.
Kadang-kadang
rasa perih muncul ketika buang air kecil.
3.
Sering juga
disertai demam.
4.
Bila terjadi
infeksi pada selaput lendir rahim, gejalanya bisa dikenali dari cairan yang
keluar setelah melahirkan.Cairan ini seringkali tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta atau selaput ketuban. Padahal ini mengakibatkan
gejala berikut :
1)
Suhu tubuh
meningkat.
2)
Rahim membesar
disertai rasa nyeri.
Bila infeksi menyebar melalui pembuluh
darah balik ke berbagai organ tubuh, seperti paru-paru, ginjal, otak atau
jantung akan mengakibatkan terjadinya abses-abses di tempat tersebut.Bila
infeksi menyebar melalui pembuluh getah bening dalam rahim, dapat langsung
menuju selaput perut atau kadang melalui permukaan selaput lendir rahim menuju
saluran telur serta indung telur. Gejala yang timbul berupa :
Rasa sakit
Denyut nadi
meningkat
Suhu
tubuh meningkat disertai menggigil
Jika infeksi terjadi, ibu mengalami
gejala demam tinggi dan darah nifas berbau busuk. Selain itu rahim bisa menjadi
lembek dan tak berkontraksi sehingga bisa terjadi perdarahan. Meski infeksi ini
jarang berakibat fatal, tapi bila terjadi bisa menyebabkan kematian.
Beberapa bakteri dapat menyebabkan
infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab
tertinggi AKI. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi
yang meluas ke saluran urinary, payudara dan pembedahan merupakan penyebab
terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari temperature atau
suhu pembengkakan takikardi dan malaise.
Sedangkan gejala local dapat berupa
uterus lembek, kemerahan, dan rasa nyeri pada payudara atau adanya disuria.
Infeksi alat genital. Ibu beresiko terjadinya infeksi postpartum karena adanya
luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital termasuk
episotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks, infeksi post SC
kemungkinan yang terjadi.
1.
Gambaran klinis infeksi umum dapat dalam
bentuk :
a.
Infeksi local
b.
Pembengkakan
luka episiotomy
c.
Terjadi nanah
d.
Perubahan warna
lokal
e.
Pengeluaran
lochea bercampur nanah
f.
Mobilisasi
terbatas karena rasa nyeri
g.
Suhu badan
meningkat
2.
Infeksi
general :
a.
Tampak sakit dan
lemah
b.
Suhu meningkat
diatas 380 C
c.
TD meningkat /
menurun
d.
Pernafasan dapat
meningkat / menurun
e.
Kesadaran
gelisah / koma
f.
Terjadi gangguan
involusi uterus
g.
Lochea berbau,
bernanah serta kotor
3.
Etiologi
Organisme
pada bekas implantasi plasenta/laserasi akibat persalinan adalah:
a.
Kuman anaerob: kokus
gram positif (peptostreptokok, peptokok,bakteriodes,dan clostridium)
b.
Kuman aerob:
gram positif dan E.coli
4.
Faktor
predisposisi infeksi masa nifas diantaranya adalah :
a.
Persalinan
berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
b.
Teknik aseptic
yang tidak baik dan benar
c.
Tertinggalnya
plasenta selaput ketuban dan bekuan darah
d.
Ketuban pecah
dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam
e.
Keadaan yang
dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antepartum dan post partum,
anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil dengan penyakit
infeksi.
f.
Manipulasi intrauterus
g.
Hematom/hemoragi(darah hilang lebih dari 1000ml)
h.
Perawatan perineum yang tidak tepat
i.
Keadaan
yang dapat menurunkan kekebalan tubuh
j.
Infeksi
vagina/serviks/penyakit menular seksual yang tidak ditangani
k.
Trauma/luka terbuka
Selain itu, Terjadinya infeksi masa
nifas adalah sebagai berikut:
1.
Manipulasi
penolong : terlalu sering melakukan pemeriksaan dalam, alat yang dipakai kurang
steril.
2.
Infeksi yang
didapat di rumah sakit (nosokomial)
3.
Hubungan seks
menjelang persalinan
4.
Sudah terdapat
infeksi intrapartum : persalinan lama / terlantar, ketuban pecah dini lebih
dari 6 jam, terdapat pusat infeksi dalam tubuh (local infeksi)
5.
Keadaan abnormal
pada rahim
Beberapa
keadaan abnormal pada rahim adalah :
a.
Sub involusi
uteri
Proses
involusi rahim tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan
rahim terhambat. Penyebab terjadinya sub involusi uteri adalah terjadinya
infeksi pada endometrium, terdapat sisa plasenta dan selaputnya, terdapat
bekuan darah, atau mioma uteri.
b.
Perdarahan pada
masa nifas sekunder
Adalah
perdarahan yang terjadi pada 24 jam pertama. Penyebabnya adalah terjadinya
infeksi pada endometrium dan terdapat sisa plasenta dan selaputnya.
c.
Flegmansia alba
dolens
Merupakan
salah satu bentuk infeksi puerpuralis yang mengenai pembuluh darah vena
femoralis. Gejala kliniknya adalah :
1)
Terjadinya
pembengkakan pada tungkai
2)
Berwarna putih
3)
Terasa sangat
nyeri
4)
Tampak bendungan
pembuluh darah
5)
Temperature
badan dapat menigkat
MACAM
MACAM INFEKSI MASA NIFAS
a.
Infeksi
perineum, vulva, vagina, dan serviks
Nyeri serta panas pada
tempat infeksi dan kadang kadang perih bila kencing. Bila getah radang bias
keluar, biasanya keadaannya tidak berat , suhu 38 derajat Celsius dan nadi
dibawah 100x permenit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah
radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40 derajat Celsius
disertai menggigil.
b.
Endometritis
Radang selaput lendir rahim atau
endometritis adalah peradangan yang terjadi pada endometrium, yaitu lapisan
sebelah dalam pada dinding rahim, yang terjadi akibat infeksi.
Jenis infeksi yang paling sering
ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas
Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium.
Endometritis
dibagi menjadi 3 macam:
o Endometritis postpartum
Peradangan
yang terjadi setelah melahirkan.
o Endometritis sinsitial
Peradangan
pada dinding rahim akibati tumor jinak yang disertai sel intisial dan trofoblas
yang banyak.
o Endometritis tuberkulosa
Peradangan
pada endometrium dan tuberculosa.
Patofisiologi
Kuman-kuman memasuki endometritis,
biasanya pada luka insersio plasenta dan dalam waktu singkat mengikuti seluruh
endometrium, infeksi dengan kuman yang tidak beberapa potogen radang terbatas
pada endometrium. Jaringan desi dua bersama-sama dengan bekuan dari menjadi
nekrolis dan mengeluarkan getah berbau dan terdiri atas keeping-keping nekrolis
serta cairan. Infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan
terjadilah penjalaran, penyebaran melalui pembuluh darah, septikemia dan
piemia.
Penyebab :
Infeksi
umumnya disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat patogen.
- Streptoeoceus
baemolyticus golongan A – D sangat berbahaya 50 %.
- Dari
semua kematian karena nifas.
- Septikomia
kuman-kuman dan sarangnya di uterus langsung masuk ke dalam peredaran darah
umum dan menyebabkan infeksi umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat
lain antara lain : paru-pari, ginjal, jantung, dll, dan menyebabkab terjadi
abses.
PREDISPOSISI
1 . Persalinan berlangsung
lama sampai terjadi persalinan terlantaTindakan operasi persalinan
2
. Tertinggalnya plasenta
selaput ketuban dan bekuan darah
3 . Ketuban
pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam
4 . Keadaan yang dapat menurunkan
keadaan umum, yaitu perdarahan antepartum dan post partum, anemia pada saat
kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil dengan penyakit infeksi.
5 . Paritas
6 . Umur
7 . Gizi
8 . Faktor kekebalan dalam AS
9 . Pekerjaan di luar rumah.
10 . Trauma
11 . Aborsi
12 . Kelahiran
kembar
13 . Kerusakan
jalan lahir
14 . Kelanjutan retensio plasenta yang mengakibatkan
involusi pasca persalinan menjadi menurun
15. Adanya
korpus luteun persisten.
16.Persalinan Pervaginam
Jika
dibandingkan dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya endometritis
pada tersalinan pervaginam relatif jarang.Bila persalinan pervaginam
disertai penyulit yaitu pada ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama
dan pemeriksaan dalam berulang, maka kejadian endometritis akan meningkat
sampai mendekati 6%. Bila terjadi korioamniotis intrapartum, maka kejadian
endometritis akan lebih tinggi yaitu mencapai 13%.
17.Persalinan SC
SC merupakan faktor predisposisi
utama timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan status sosial ekonomi
penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah lamanya proses
persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan pemakaian alat
monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america college
of obsetricians andgynekologists menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis
pada tindakan secsio caesarea.
18. Bakteriologi
Meskipun pada serviks umumnya terdapat bakteri,
kavum uteri biasanya steril sebelum selaput ketuban pecah. Sebagai akibat
proses persalinan dan manipulasi yang dilakukan selama proses persalinan
tersebut, cairan ketuban dam mungkin uterus akan
terkontaminasi oleh bakteri aerob dan anaerob.
Tanda-tanda / Gejala
- Kadang-kadang
lochea tertahan oleh darah sisa plasenta dan selaput ketuban
- Uterus
pada endometritis agak besar dan nyeri pada perabaan dan lunak
- Endometritis
tidak meluas pada hari pertama agak nyeri dan kurang sehat.
- Hari
ketiga suhu menaik
- Nadi
cepat
C. Peritonitis
Peritonitis
nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya, ada
kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga
peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
Peritonitis,
yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis.
Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita
demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada
pelvioperitonitis bisa terdapat pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya
terkumpul dalam kavum douglas harus dikeluarkan dengan kolpotomia posterior
untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau kandung kencing.
Peritonitis
umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan penyakit berat.
Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.
Infeksi
nifas dapat menyebar melalui pembuluh limpe di dalam uterus langsung mencapai
peritoneum dan menyebabkan peritonitis atau melalui jaringan diantara kedua
ligamentum latum dan menyebabkan parametritis (Sellulisis Pelvika).
Peritonitis
mungkin terbatas pada rongga pelvis saja (pelvio peritonilis). Peritonilis umum
merupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan sepertiga/33% dari sebab kematian infeksi.
Patofisiologis
:
Infeksi jaringan ikat pelvis dalap
terjadi melalui tiga jalan, yakni :
1. Penyebaran
melalui limpe dari luka serviks yang terinfeksi atau endometritis.
2. Penyebaran
langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum.
3. Penyebaran
sekunder dari tromboflebilis pelvik, proses ini dapat tinggal terbatas pada
dasar ligamentum latum/menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan.
Penyebaran Melalui Permukaan
Endometrium
D. Salpingitis
Salpingitis
adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba. Hal ini sering digunakan secara
sinonim dengan penyakit radang panggul (PID), meskipun PID tidak memiliki
definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit pada saluran
kelamin bagian atas perempuan, seperti endometritis, ooforitis, myometritis,
parametritis dan infeksi pada panggul peritoneum. Sebaliknya, salpingitis hanya
merujuk infeksi dan peradangan di saluran tuba.
Ketika
peradangan terjadi, ekstra cairan sekresi atau nanah terkumpul di dalam tabung
tuba. Infeksi dari salah satu tabung tuba biasanya menyebabkan infeksi lain.
Hal ini terjadi karena bakteri bermigrasi melalui pembuluh getah bening di
dekatnya.
Salpingitis
adalah salah satu penyebab paling umum infertilitas wanita. Jika salpingitis
tidak segera diobati, infeksi dapat menyebabkan kerusakan permanen pada tuba
falopi sehingga telur dilepaskan setiap siklus mestruasi tidak bisa bertemu
dengan sperma.
INSIDEN SALPINGITIS
Di
Amerika dari tahun 1995-2001, terdapat sekitar 769.859 kasus salpingitis setiap
tahunnya. Dari jumlah tersebut 91% yang di diagnosa dengan rata – rata 25.235 (
4 dari 1000 wanita usia 15 – 44 tahun ).
Organisasi
Kesehatan Dunia telah menerbitkan data tentang jumlah kasus tentang gonore dan
klamidia di seluruh dunia tahun 1995. Pada tahun itu, sekitar 31 juta kasus
infeksi Gonore dan 22,5 juta kasus infeksi Chlamydia, merupakan organisme
penyebab utama salpingitis dan terjadi pada wanita di seluruh dunia. Secara
geografis, sebagian besar kasus ini berada di negara berkembang. Prevalensi
tertinggi berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, dengan terendah di
Asia Timur dan Pasifik. Selain itu, komplikasi penyakit menular seksual,
termasuk salpingitis, lebih umum di negara-negara dengan sumber daya yang lebih
miskin.
EPIDEMIOLOGI
Lebih
dari satu juta kasus salpingitis dilaporkan setiap tahunnya di AS, namun jumlah
insiden ini diperkirakan jauh lebih besar, ini disebabkan ketidak tahuan
penderita dan bahkan banyak kasus dilaporkan ketika penyakit telah kronis. Pada
wanita usia 16-25 tahun, salpingitis adalah infeksi yang paling berbahaya.
Salpingitis mempengaruhi sekitar 11% dari perempuan pada usia subur.
Salpingitis
banyak di temukan pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Namun hal ini dianggap
sebagai efek dari riwayat seks sebelumnya, gonta – ganti pasangan dan kurangnya
pengetahuan kesehatan yang baik merupakan faktor resiko independen untuk
salpingitis. Sebagai akibat peningkatan resiko akibat berganti – ganti pasangan,
maka prevalensi tertinggi salpingitis adalah remaja (15-24 tahun).
Kurangnya kesadaran dini dan
kurangnya kemauan untuk menggunakan alat kontrasepsi umumnya juga menjadi
faktor meningkatnya salpingitis.
ETIOLOGI
Salpingitis
merupakan sinonim dari penyakit radang panggul (PID). PID terjadi karena
infeksi polimikrobakterial pada sistem genitalia wanita ( uterus, tuba fallopi
dan ovarium ) yang menyebabkan peningkatan infeksi pada daerah vagina atau
servikx.
Infeksi
ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause maupun
selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi
bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan
(misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi
endometrium).
Penyebab lainnya yang lebih jarang
terjadi adalah:
·
Aktinomikosis (infeksi bakteri)
·
Skistosomiasis (infeksi parasit)
·
Tuberkulosis.
·
Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen
khusus.(medicastore)
·
Beberapa bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk
salpingitis meliputi:
·
Klamidia
·
Gonococcus (yang menyebabkan gonore)
·
Mycoplasma
·
Staphylococcus
·
Streptococcus.
Tingkat perlukaan pada perineum
dapat dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu :
Tingkat 1 ; bila perlukaan hanya terbatas pada
mukosa vagina/ kulit perineum. bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan.
Pada perlukaan
Tingkat 2 : perlukaan lebih panjang sampai
otot, difragma,diafragma urogenital. hendaknya luka dijahit kembali secara cermat. Jahitan
hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam kemudian di tempat perlukaan
akan timbul edema. Penanganan perlukaan perineum
Tingkat 3 : perlukaan sampai muskulus sfingter
ani (otot anus).
memerlukan teknis penjahitan khusus. Pertama tama dilakukan penjahitan otot
sfingter ani, setelah itu dilakukan penjahitan seperti perlukaan tingkat 2.
Luka pada perineum serta alat-alat reproduksi lainnya akan
berangsur-angsur sembuh dalam 6 minggu setelah persalinan. Pada daerah perineum
akan sedikit meninggalkan parut bekas luka robekan atau penjahitan.
infeksi
pada robekan perineum kerap terjadi apabila luka terbuka dibiarkan dan menjadi
ulkus yang disertai dengan pus(nanah) atau karena keadaan yang kurang bersih
dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik Pada infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum,
jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan
mudah lepas, serta luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus (
asuhan kebidanan pada masa nifas,2009) infeksi ini dapat menjalar ke atas
menjadi servitis, endoservitis, endometritis, parametritis dan abses (Buku ajar
Patologi Obstetri untuk mahasiswa kebidanan,2009). Penanganan komplikasi yang
lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu nifas mengingat kondisi
fisik ibu nifas masih lemah (Suwiyoga, 2004).
Penyebab
:
- Karena bekas sayatan epistiotomi
sehingga jahitan mudah lepas atau karena ruptur luka terbuka dan menjadi ulkus
yang disertai dengan pus.
- Keadaan yang kurang bersih dan
tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
Tanda dan Gejala :
- Gejala yang selalu ada :
1. Demam
2. Nyeri tekanan pada perut bagian bawah
3. Gatal-gatal
- Gejala yang kadang ada yaitu :
1. Nyeri lepas
2. Perut kembung
3. Merah dibagian perineum
4. Mual muntah
5. Syok
Penanganan :
- Jika terdapat pus atau cairan,
bukalah luka dan bersihkan luka tersebut
- Angkat kulit yang nekrotin dan
jahitan subkutikuler tetapi jangan angkat jahitan fasia
- Jika terdapat abses
tanpa selulitis, tidak perlu diberikan antibiotika. Kompres luka Minta pasien
mengganti kompres sendiri, ganti pembalut, baju juga personal hygiene.
E.
Salpingitis Ooforitis
- Kadang-kadang
jaringan infeksi menjalar ketuba fallopii dan ovarium disini terjadi
salpingitis dan/ abfritis yang sukar dipisahkan dari polvio peritonitis
Gambar Klinis
- Infeksi
pada perineum, pulva, vagina dan serviks.
Gejala :
- Rasa
nyeri
- Panas
pada daerah infeksi
- Kadang-kadang
perih pada saat keneing
- Bila
getah radang bisa keluar suhu 38 0 C , nadi 100 x 1
- Bila
getah radang tidak keluar suhu 738 0C – 40 0 C dan menggigil.
F.
Septicemia dan Piemia
Tanda gejala
- Terjadi
mendadak dari plemia
- Penderita
mudah sakit dan lemah
- Hari
ke 3 pasien suhu menaik 39-400 C
Pencegahan
- Selama
kehamilan
Oleh karena onomia merupakan
presdisposisi untuk infeksi nifas harus diusahakan perbaikan gizi merupakan
faktor paling karenanya, diet yang harus diperhatikan.
selama persalinan
- Usaha
pencegahan membatasi masuk kuman-kuman dalam jalan lahir.
- Selesaikan
persalinan dengan trauma sedikit mungkin mencegah terjadi pendarahan banyak.
- Petugas
dalam kamar bersalin harus menutup hidung dengan masker.
- Penderita
dengan infeksi pernapasan tidak boleh masuk kamar bersalin.
- Alat-alat
dalam kamar bersalin suci dari hama.
- Jika
terjadi SC dengan pendarahan maka harus disiapkan transfuse.
Selama Nifas
Jika terdapat luka pada beberapa
tempat jalan rahir pada hari pertama PP, harus dijaga agar luka tidak masuki
kuman dari luar. Oleh sebab itu alat-alat dan kain yang berhubungan dengan
genetaria harus suci dari hama.
Pengobatan :
Antibiotika memegang peranan yang
sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Sebelum terapi dimulai dilakukan
pembiakan gemu vagina serta serviks, jika perlu juga dari darah dan kemudian
dilakukan tes kepekaan menahankan terhadap antibiotic.
G. Tromboflebitis.
Perluasan infeksi nifas ialah
perluasan/invasi mikroorganisme pathogen yang mengikuti aliran darah di
sepanjang pena dan cabang-cabang sehingga terjadi tromboflebitis.
Klasifikasi/Pengelompokan :
1. Pelviotromboflebitis
Mengenai vena dan dinding uretus dan
ligamentum yaitu vena ovarika, vena eterina dan vena hipogastrika dan paling sering
vena ovarika destra karena infeksi terjadi pada tempat implantusi plasenta.
2. Tromboflebilis Femoralis
Tromboflebilis Femoralis mengenai
vena pada tungkai, misalnya vena fomoralis, vena poplitea dan vena safena.
Patofisiologis
Nyeri yang terdapat pada perut
bagian bawah dan/perut bagian samping timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas
dengan atau tanpa panas.
Tanda dan gejala
Ø
Penderita tampak sakit berat dengan mengeluh :
Ø
Mengigil berulang kali.
Ø
Suhu badan meningkat secara tajam 36 0C menjadi 40 0C.
Ø
Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.
Ø
Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana, terutama
ke ;paru-paru.
Gambaran
Darah
ü
Terdapat leukositasis, meskipun setelah endotoksin menyebar
ke sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia. Untuk membuat
kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum dimulainya mengigil.
ü Pada periksa dalam hampir tidak
ditemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah vena ovarika.
Komplikasi
a.)
Komplikasi
pada paru-paru infark, abses, pneumonia.
b.)
Komplikai
pada ginjal sinistra, nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria
dan hematuria.
c.)
Komplikasi pada persalinan, mata dan jaringan subkutun
Penanganan
1. Rawat Inap
Penderita tirah baring untuk
pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah terjadinya emboli pulmonum.
2. Terapi Medik
Pemberian antibiotika (lihat
antibiotika, kombinasi dan alternatif, seperti yang tercantum dalam
penatalaksaan korioam nionitis) heparin jika terdapat tanda-tanda-tanda atau
dugaan emboli pulmonum.
3. Terapi Operatif
Pengikatan vena kaya inferior dan
vena ovarika jika emboi septik terus berlangsung sampai mencapai paru-paru,
meskipun sedang dilakukan heparinisasi
H. Selulitis pelvic
Sellulitis
pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalm nifas. Bila suhu
tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri dan
kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini dapat dicurigai terhadap
kemingkinan sellulitis pelvic. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan
tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah tengah jaringan yang
meradang itu bisa tumbuh abses.
P
encegah Infeksi
Selama Nifas
Masa kehamilan
1)
Mengurangi atau mencegah factor-faktor predisposisi
2)
pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi
yang perlu
3)
koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan
dilakukan hati-hati
selama persalinan
1)
hindari partus lama dan ketuban pecah lama
2)
menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin
3)
perlukaan jalan lahir dijahit sebaik-baiknya dan menjaga
sterilitas
4)
mencegah terjadinya perdarahan banyak
5)
semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung
dengan masker
6)
yang menderita infeksi pernafasan tidak boleh masuk kamar
bersalin
7)
alat-alat dan kain-kain yang dipakai harus dicuci dengan
steril dan bersih
8)
hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang
selama nifas
1) Luka-luka dirawat dengan baik
jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan pakaian serta kain yang
berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
2) Penderita dengan infeksi nifas
sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu sehat.
3) Pengunjung dari luar sebaiknya pada hari-hari pertama dibatasi
sedapat mungkin.
Komplikasi lain yang harus
diwaspadai adalah :
1)
Sakit kepala, nyeri epigastrik, penglihatan kabur
2)
Pembengkakan diwajah/ ekstremitas
3)
Demam,muntah,rasa sakit waktu berkemih
4)
Payudara yang berunah menjadi merah, panas,dan atau terasa
sakit
5)
Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama
6)
Rasa sakit, merah, lunak, atau pembengkakan dikaki
7)
Merasa sedih atau tidak mampu mengasuk bayinya sendiri
Infeksi
Luka Perineal dan Luka Abdominal
Penyebab
1. Keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi
yang kurang baik.
- Pengeluaran
cairah kemerahan yang tidak ada/sedikit.
- Odema
meluas melalui dari tempat insisi dan melembarkan.
- Bila
terdapat pus dan cairan pada luka, buka dan lakukan pengeluaran.
- Daerah
jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan dilakukan debrideman.
- Bila
infeksi sedikit tidak perlu antibiotik
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
2. Komplikasi dini pada masa nifas banyak sekali diantaranya perdarahan post partum dan infeksi pada masa nifas. oleh karena itu, harus segera ditangani guna mencegah komplikasi lebih lanjut.
1. Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
2. Komplikasi dini pada masa nifas banyak sekali diantaranya perdarahan post partum dan infeksi pada masa nifas. oleh karena itu, harus segera ditangani guna mencegah komplikasi lebih lanjut.
SARAN
• Mahasiswa
Semoga makalah ini bisa membuat pembaca lebih banyak mengerti tentang Deteksi dini komplikasi pada masa nifas
• Bidan
Sebagai seorang bidan, kita harus melakukan kunjungan pada masa nifas karena pada masa ini terjadi banyak sekali komplikasi dan penyulit yang harus di deteksi secara dini.
• Mahasiswa
Semoga makalah ini bisa membuat pembaca lebih banyak mengerti tentang Deteksi dini komplikasi pada masa nifas
• Bidan
Sebagai seorang bidan, kita harus melakukan kunjungan pada masa nifas karena pada masa ini terjadi banyak sekali komplikasi dan penyulit yang harus di deteksi secara dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar