BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Trauma lahir intrakranial pada neonatus
umumnya berupa perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial pada neonatus
dapat terjadi akibat trauma mekanis, trauma hipoksik, atau gabungan keduanya.
Dengan kemajuan bidang obstetri, trauma lahir mekanis umumnya dapat dihindari
atau dikurangi, tetapi trauma hipoksik sering lebih sukar untuk dihindari.
Trauma hipoksik yang terjadi pada bayi kurang bulan atau bayi prematur sering
menimbulkan terjadinya perdarahan intrakranial. Hal ini disebabkan masih
imaturnya susunan saraf pusat, sistem sirkulasi serebral, dan sistem
autoregulasi bayi kurang bulan. Pada waktu ini perdarahan intrakranial pada
neonatus lebih sering dijumpai pada bayi kurang bulan dibandingkan dengan bayi cukup
bulan. Lokasi
perdarahan intrakranial dapat terjadi ekstraserebral seperti perdarahan dalam rongga subdural atau rongga subaraknoid. Selain itu dapat pula ditemukan di parenkim serebrum atau serebelum, atau masuk ke dalam ventrikel yang berasal dari perdarahan di matriks germinal subependimal atau pleksus koroid.(6)
perdarahan intrakranial dapat terjadi ekstraserebral seperti perdarahan dalam rongga subdural atau rongga subaraknoid. Selain itu dapat pula ditemukan di parenkim serebrum atau serebelum, atau masuk ke dalam ventrikel yang berasal dari perdarahan di matriks germinal subependimal atau pleksus koroid.(6)
Klasifikasi perdarahan intrakranial pada neonatus
menurut Volpe, dalam garis besarnya secara klinis dibagi dalam empat jenis,
yaitu : (1) Perdarahan subdural, pada bayi cukup bulan lebih sering dijumpai
dibandingkan dengan bayi kurang bulan, umumnya faktor penyebabnya berupa
trauma. (2) Perdarahan subaraknoid primer, pada bayi kurang bulan lebih sering
dijumpai dibandingkan bayi cukup bulan, umumnya faktor penyebabnya berupa
trauma atau faktor hipoksia. (3) Perdarahan intraserebelar, umumnya dijumpai
pada bayi kurang bulan yang disebabkan oleh faktor hipoksia atau mungkin oleh
faktor trauma. (4) Perdarahan periventrikular-intraventrikular, dijumpai pada
bayi kurang bulan, umumnya disebabkan faktor hipoksia
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
Pengertian Perdarahan Intrakranial ?
2.
Apa
Penyebab Terjadinya Perdarahan Intrakranial ?
3.
Apa
Gejala Perdarahan Intrakranial ?
4.
Bagaimana
Penatalaksanaan Perdarahan Intrakarnial ?
C.
TUJUAN
1.
Agar
mahasiswa dapat mengetahui definisi perdarahan intracranial.
2.
Agar
mahasiswa dapat mengetahui penyebab terjadinya perdarahan intracranial.
3.
Agar
mahasiswa dapat mengetahui gejala perdarahan intracranial.
4.
Agar
mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan perdarahan intracranial
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
Perdarahan Intrakranial adalah
perdarahan di dalam tulang tengkorak.
Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
Perdarahan bisa terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:
- Perdarahan yang terjadi di dalam
otak disebut perdarahan intraserebral
- Perdarahan diantara otak dan rongga
subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid
- Perdarahan diantara lapisan
selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural
- Perdarahan diantara tulang
tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Perdarahan intrakranial pada
neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat
menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental
Perdarahan Intrakranial Neonatus
ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejaklahir sampai
umur 4 minggu. Sebabnya banyak. Sering Perdarahan Intrakranial Neonatus tak dikenal/dipikirkan
karena gejala gejalanya tidak khas. Perdarahan Intrakranal Neonatus meliputi
perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan
intraventrikuler.
B.
INSIDENSI
Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi Perdarahan Intrakranial Neonatus. Holt 3 menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 4 13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan (BCB). Laki-laki : perempuan = 5 : 2,7 (Saxena), 1,9 : 1 (Banerjee) 4 , 6
C.
ETIOLOGI
• Trauma kelahiran
1. partus biasa.
– pemutaran/penarikan kepala yang
berlebihan.
– disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 6 .
– disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase 6 .
2. partus buatan (ekstraksi vakum,
cunam).
3. Partus presipitatus.
• Bukan trauma kelahiran:
Umumnya
ditemukan pada bayi kurang bulan (BKB). Faktor dasar ialah prematuritas dan
yang lain merupakan faktor pencetus PIN seperti hipoksia dan iskemia otak yang
dapat timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang - kejang,
kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga hiperosmolaritas/hipernatremia 1,5,7 Ada
pula PIN yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan pembekuan darah.
D. PATOGENESIS
Pada trauma kelahiran, perdarahan
terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh – pembuluh darah intrakranial secara langsung.
Pada perdarahan yang bukan karena trauma kelahiran, faktor dasar ialah
prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional
dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat
tertentu jalannya berkelok kelok, kadang – kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor – faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini ter- utama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
tertentu jalannya berkelok kelok, kadang – kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor – faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini ter- utama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis Perdarahan Intrakranial Neonatus yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB. sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi 6 . Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala – gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. (Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43)
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga
subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan
subaraknoid dapat dibuktikan dengan
fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (ke-
celakaan)
Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler 7. Dari semua jenis Perdarahan Iintrakranial Neonatus, perdarahan periventrikuler meme- gang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75–90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan
intraventrikuler 1 Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (ke-
celakaan)
Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler 7. Dari semua jenis Perdarahan Iintrakranial Neonatus, perdarahan periventrikuler meme- gang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75–90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral.
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan
intraventrikuler 1 Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
E. GAMBARAN KLINIK
Gejala-gejala Perdarahan Intrakranial tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan :
•
Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada
perdarahan subaraknoid.
•
Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching,
opistotonus. Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan
menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan
subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas.
•
Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar,
refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina,
nistagmus dan eksoftalmus.
•
Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan
susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi pernapasan normal/takipnea
dan sianosis intermiten.
•
Cephalic cry (menangis merintih).
•
Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjuk- kan perdarahan yang luas dengan
kerusakan pada korteks 9.
•
Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian
bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung
lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung
lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan
lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot
muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/
parenkim. 44 Cermin Dunia Kedokteean No. 41, 1986
•
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati,
somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat,
kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di
atas ditemukan pada bayi prematur yang 24–48 jam sebelumnya menderita asfiksia,
maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan
Intrakranial Neonatus dapat dibedakan 2 sindrom 7:
1. Salutatorysyndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-
jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna
tetapi biasanya dengan gejala sisa.
2.
catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung
beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
•
pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan
intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada Perdarahan Intrakranial
Neonatus untuk diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial)
dan untuk mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada
pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom,
kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan likuor berdarah,
dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnyaperdarahan.
•
pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:
– tanda-tanda anemi posthemoragik
– analisa gas darah (0 2 dan CO 2 )
–gangguan pembekuan darah terutama
pada PIN yang non traumatik. Mc Donald dkk
mendapat kadar rendah fibrinogen,
trombosit, antitrombin III faktor VIII 10. Faktor-faktor ini
menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
•
Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang
sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-
lipatan kulit kepala dan mulase.
•
Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein dkk
menentukan derajat perdarahan intraven- trikuler sebagai berikut l1 derajat 0 :
tidak ada perdarahan intrakranial.
derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub- ependimal.
derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub- ependimal.
Deraja tII : perdarahan
intraventrikuler.
derajat III : perdarahan intraventrikuler
+ dilatasi ventrikel.
derajat IV : perdarahan intraventrikuler
+ dilatasi ventrikel
dengan perluasan ke parenkim otak.
Derajat
I, II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3–4 minggu kemudian biasanya
tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III ,IV umumnya berprognosis buruk, bila
tidak
meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus.
meninggal akan disertai komplikasi berat seperti hidrosefalus.
•
Dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis PIN dapat diketahui 12.
Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.
G.
DIAGNOSIS
Diagnosis Perdarahan Intrakranial sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus/BKB, sekitar 20% kasus dengan gejala- gejala yang diduga Perdarahan Intrakranial Neonatus, ternyata bukan. Oleh karena itu, Perdarahan Intrakranial harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan gejala – gejala yang hampir sama, misalnya:
•
Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala – gejala
kesukaran bernapas (apnea, takipnea, siano- sis), lemah (letargi), kejang –
kejang, muntah dan lain-lain.
Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepato splenomegali, ikterus, pneumoni 13. Selain itu lekositosis.
Untuk membedakan dengan PIN yaitu riwayat persalinan seperti ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang agak khas pada infeksi ialah hepato splenomegali, ikterus, pneumoni 13. Selain itu lekositosis.
•
Tetanus neonatorum dengan kejang – kejang, dibedakan dengan Perdarahan Intrakranial
Neonatus karena partus tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu
terjadi pada akhir minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba
sukar minum karena trismus dan gejala lain.
•
Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi. Ibunya
penderita DM dan perlu pemeriksaan kadar glukosa darah bayi.
•
Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang – kejang akibat ketergantungan
vitamin B6
karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B6 dosis tinggi. Dibedakan dengan Perdarahan Intrakranial Neonatus berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvantibus pada bayi.
karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B6 dosis tinggi. Dibedakan dengan Perdarahan Intrakranial Neonatus berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex juvantibus pada bayi.
•
Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi. Biasanya
disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada Perdarahan Intrakranial
kadang-kadang ada perdarahan.
•
Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum dan
kosta, merintih (expiratory grunting), bradikardi, hipotermi, kejang – kejang,
hipotoni. Dibedakan
dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain). Lebih jelas, diagnosis Perdarahan Intrakranial ditegakkan berdasarkan :
dengan PIN yaitu gejala gangguan pernapasan dan riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan lain-lain). Lebih jelas, diagnosis Perdarahan Intrakranial ditegakkan berdasarkan :
•
anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah
lahir dan gejala
-gejala yang men-curigakan.
-gejala yang men-curigakan.
•
pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala-gejala nerologik, fraktur tulang
kepala dan tanda-tanda peninggi-an tekanan intrakranial.
•
pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.
•
pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan foto kepala.
H. Macam-Macam
Perdarahan Intrakranial
1.
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Perdarahan
intraserebral merupakan salah satu jenis stroke, yang disebabkan oleh adanya
perdarahan ke dalam jaringan otak. Perdarahan intraserebral terjadi secara
tiba-tiba, dimulai dengan sakit kepala, yang diikuti oleh tanda-tanda kelainan
neurologis (misalnya kelemahan, kelumpuhan, mati rasa, gangguan berbicara,
gangguan penglihatan dan kebingungan). Sering terjadi mual, muntah, kejang dan
penurunan kesadaran, yang bisa timbul dalam waktu beberapa menit.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak.
Pungsi
lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga
terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Pembedahan bisa memperpanjang
harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat.
Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam
otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh pendeirta yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh pendeirta yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
2.
PERDARAHAN SUBARAKNOID
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara
otak dan selaput otak (rongga subaraknoid). Sumber dari perdarahan
adalah pecahnya dinding pembuluh darah yang lemah (apakah suatu malformasi
arteriovenosa ataupun suatu aneurisma) secara tiba-tiba. Kadang aterosklerosis
atau infeksi menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah
pecah.
Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling
sering menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi
setelah suatu cedera kepala. Perdarahan subaraknoid karena aneurisma biasanya
tidak menimbulkan gejala. Kadang aneurisma menekan saraf atau mengalami
kebocoran kecil sebelum pecah, sehingga menimbulkan pertanda awal, seperti
sakit kepala, nyeri wajah, penglihatan ganda atau gangguan penglihatan lainnya.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu
sebelum aneurisma pecah. Jika timbul gejala-gejala tersebut harus segera dibawa
ke dokter agar bisa diambil tindakan untuk mencegah perdarahan yang hebat.
Pecahnya aneurisma biasanya menyebabkan sakit kepala mendadak yang hebat, yang
seringkali diikuti oleh penurunan kesadaran sesaat. Beberapa penderita
mengalami koma, tetapi sebagian besar terbangun kembali, dengan perasaan
bingung dan mengantuk.
Darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak akan mengiritasi
selaput otak (meningen), dan menyebabkan sakit kepala, muntah dan
pusing. Denyut jantung dan laju pernafasan sering naik turun, kadang disertai
dengan kejang. Dalam beberapa jam bahkan dalam beberapa menit, penderita
kembali mengantuk dan linglung. Sekitar 25% penderita memiliki kelainan
neurologis, yang biasanya berupa kelumpuhan pada satu sisi badan.
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan CT scan,
yang bisa menunjukkan lokasi dari perdarahan. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi
lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi
dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan
pembedahan.
Sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena luasnya
kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah terjadi
perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani pembedahan
dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk
terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental
dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat
pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang
selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari. Pembedahan ini sulit dan
angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma
atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan
sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi
meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.
I. PENATALAKSANAAN
Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan
yang lebih parah 14.
• Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik 15
• Menjaga jalan napas tetap bebas,
apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. Bayi letak dalam posisi miring
untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak
ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.
• Pemberian vitamin K serta
transfusi darah dapat dipertim- bangkan.
• Infus untuk pemberian elektrolit
dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5–10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau
glukosa 5–10%dan Nabik 1,5% 4:1.
• Pemberian obat – obatan :
– valium/luminal bila ada kejang –
kejang. dosis valium 0,3–0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti
diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus
30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2
hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum
seterusnya.
– kortikosteroid berupa deksametason
0,5–1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.
– antibiotika dapat diberikan untuk
mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.
• Fungsi lumbal untuk menurunkan
tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran
likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.
• Tindakan bedah darurat: Bila
perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan
bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis
yang cermat 8. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole
dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan
irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena
sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel
lateral dan atrium kanan.
J. PROGNOSIS
Karena kemajuan obstetri, Perdarahan
Intrakranial oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Mortalitas
Perdarahan Intrakranial non traumatik 50–70% 7. Prognosis Perdarahan
Intrakranial bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan, umur kehamilan,
cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi penekanan
pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus
dan kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men- dapat
pertolongan segera. Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai
spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada gangguan serebelum
dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang me- liputi batang otak
padabagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada
perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh
sempurna setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah
16. Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat,
pernapasan tidak teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada
perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan 17.
Pada derajat 1–2 (ringan-sedang), angka kematian 10–25%, sebagian besar sembuh
sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3–4 (sedang-berat),
mortalitas 50–70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele dapat
berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan hidrosefalus.
Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan
periventrikuler 7.( Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 45)
K. PENCEGAHAN
Untuk
mengurangi terjadinya Perdarahan Intrakranial, yang paling penting ialah
pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan
pertolongan dan perawatan yang sebaik- baiknya, baik waktu persalinan maupun
sesudah anak lahir.
Perhatian
khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode
asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan
bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan
hipoksia oleh sebab-sebab lain 18. Pemberian koagulans sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi
pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Telah dilaporkan tinjauan kepustakaan perdarahan intra krakranial pada neonatus yang berkaitan dengan persalinan. Menurut etiologi dapat dibedakan Perdarahan Intrakranial Neonatus yang traumatik/trauma kelahiran dan non-traumatik. Berkat kemajuan obstetri, Perdarahan Intrakranial Neonatus oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang. Perdarahan Intrakranial Neonatus non-traumatik yang ditemukan pada BKB merupakan masalah pediatrik, baik menyangkut diagnosis maupun penatalaksanaan dan pencegahannya.
B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat memberikan manfaat khususnya
mahasiswi DIII kebidanan dan tinjauan kasus diatas dapat memberikan gambaran
tentang tanda gejala serta penanganan preeklamsi sesuai kewenangan dan
kompetensi bidan.Terlebih lagi,kita sebagai bidan dimasa depan dapat melakukan
pencegahan preventif melalui antenatal care yang berkualitas agar preeklamsi
tidak menjadi eklamsi bahkan dapat di tanggulangi.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Roberton NRC and Howart P. Hypernatremia as a Cause of Intracranial
Haemorrhage. Arch Dis Child. 1975; 50:
938-41.
2. Saxena HMK, Mithilesh C, Santos KB and Gosh S.
Intracranial Haemorrhage, A Cause of Perinatal Mortality. Indian Ped. 1978; 15:
403.
3. Banerjee CK, Narang A and Bhakov ON. Cerebral
Intraventricular Haemorrhage and Autopsy. Indian Ped. 1977; 14: 115-6.
4. Volpe JJ. Neonatal Periventricular Haemorrhage: Past,
Present and Future. J Paed. 1978; 92: 693
5. Leksmono PR, Hafid A dan Sajid DM. Cedera Otak dan
Dasar-dasar Pengelolaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 1984; 34: 32-
6. Schaffer and Avery. Intracranial Haemorrhage, Disease of
New- born. 3rd ed. Philadelphia-London-Toronto: WB Saunders Co. 1971; pp 601-5.
7. Mc Donald MM, Johnson ML, Rumack CM, Koops BL, Guggen-
heim MA and Hathaway WE. Role of Coagulopathy in Newborn Intracranial Haemorrhage.
Pediatrics. 1984;74: 26-7.
8. Susworo. Peranan Radiologik Pada Kelainan Otak. Cermin
Dunia Kedokteran.1984; 34: 28-9. 13. Purnomo Suryantoro, Moch Bachtiar dan
Achmad Suryono. Penanganan Infeksi Pada Bayi Baru Lahir. Kumpulan Naskah Ilmiah
Simposium dan Seminar Neonatologi, Jakarta 1977.
9. Nelson. Texbook of Pediatrics. 10th ed. Tokyo: Igaku
Shoin Ltd. 1975.
10. Arhan Arief. Renjatan Pada Neonatus. BIKA I KUI. 1983;
hal 36-40.
11. Cole VA, Durbin GM, 011afson A, Reynolds EO, Rivers RP
and Smith 1F. Pathogenesis. of Intraventicular Haemorrhage in New- born
Infants. Arch Dis Child. 1974;49: 722-3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar