BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masa
nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin
yaitu kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan. Nifas
yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab melahirkan atau setelah
melahirkan. Darah nifas yaitu darah yang tertahan tidak bisa keluar dari rahim
dikarenakan hamil. Maka ketika melahirkan, darah tersebut keluar sedikit demi
sedikit. Darah yang keluar sebelum melahirkan disertai tanda-tanda kelahiran,
maka itu termasuk darah nifas juga. Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula
(sebelum hamil).
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan. Waktu
masa nifas yang paling lama pada wanita pada umumnya 40 hari, dimulai sejak
melahirkan atau sebelum melahirkan (yang disertai tanda-tanda kelahiran).
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan
kebidanan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis, untuk
itu perlu diperiksakan ke bidan atau dokter. Sehingga kita sebagai bidan harus
mengetahui perubahan fisiologis, oleh sebab itu, penulis membuat makalah dengan
judul “Perubahan Fisiologis Masa Nifas Dan Menyusui”.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
a.
Bagaimana
perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi ?
b.
Bagaimana
perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan ?
c.
Bagaimana
perubahan fisiologis masa nifas pada sistem perkemihan ?
d.
Bagaimana
perubahan fisiologis masa nifas pada sistem musculoskeletal?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan
dari pembuatan makalah yang berjudul “Perubahan Fisiologis Masa Nifas Dan
Menyusui yaitu:
a.
Untuk
Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem reproduksi
b.
Untuk
Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan
c.
Untuk
Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada system perkemihan
d.
Untuk
Mengetahui perubahan fisiologis masa nifas pada sistem musculoskeletal
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERUBAHAN
SISTEM REPRODUKSI
1. Sistem Reproduksi pada Masa Kehamilan
a. Uterus
Tumbuh membesar primer, maupun sekunder akibat pertumbuhan isi konsepsi
intrauterin. Estrogen menyebabkan hiperplasi jaringan, progesteron berperan
untuk elastisitas / kelenturan uterus. Taksiran kasar perbesaran uterus pada perabaan tinggi fundus :
1) tidak
hamil / normal : sebesar telur ayam (+ 30 g)
2)
kehamilan 8 minggu : telur bebek
3)
kehamilan 12 minggu : telur angsa
4)
kehamilan 16 minggu : pertengahan simfisis-pusat
5)
kehamilan 20 minggu : pinggir bawah pusat
6)
kehamilan 24 minggu : pinggir atas pusat
7)
kehamilan 28 minggu : sepertiga pusat-xyphoid
8)
kehamilan 32 minggu : pertengahan pusat-xyphoid
9) 36-42
minggu : 3 sampai 1 jari bawah xyphoid
No.
|
Waktu involusi
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Berat Uterus
|
1.
|
Bayi lahir
|
Setinggi pusat
|
1000gr
|
2.
|
Plasenta lahir
|
Dua jari dibawah pusat
|
750gr
|
3.
|
1 minggu
|
Pertengahan pusat simpisis
|
500gr
|
4.
|
2 minggu
|
Tidak teraba diatas simpisis
|
350gr
|
5.
|
6 minggu
|
Bertambah kecil
|
50gr
|
6.
|
8 minggu
|
Sebesar normal
|
30gr
|
Tabel perubahan
uterus.
Ismus uteri,
bagian dari serviks, batas anatomik menjadi sulit ditentukan, pada kehamilan
trimester I memanjang dan lebih kuat. Pada kehamilan 16 minggu menjadi satu
bagian dengan korpus, dan pada kehamilan akhir di atas 32 minggu menjadi segmen
bawah uterus. Serviks uteri mengalami hipervaskularisasi akibat stimulasi
estrogen dan perlunakan akibat progesteron. Sekresi lendir serviks meningkat pada kehamilan memberikan gejala
keputihan.
b. Ovarium
Selama kehamilan ovarium tenang/beristirahat. Tidak terjadi pembentukan dan
pematangan folikel baru, tidak terjadi ovulasi, tidak terjadi siklus hormonal
menstruasi. Walaupun istilah involusi saat ini telah digunakan untuk
menunjukkan kemunduran yang terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif,
kadang lebih banyak mengarah secara spesifik pada kemunduran uterus yang
mengarah ke ukurannya.
2. Sistem Reproduksi pada Masa Nifas
Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan
berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan yang
terjadi di dalam tubuh seorang wanita sangatlah menakjubkan. Uterus atau rahim
yang berbobot 60 gram sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah
besarnya hingga 1 kg selama masa kehamilan dan setelah persalinan akan kembali
ke keadaan sebelum hamil. Seorang bidan dapat membantu ibu untuk memahami
perubahan-perubahan ini.
a.
Involusi Uterus
Involusi uterus
atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Involusi uteri dapat juga dikatakan
sebagai proses kembalinya uterus pada keadaan semula atau keadaan sebelum
hamil. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan
decidua/endometrium dan pengelupasan lapisan pada tempat implantasi plasenta
sebagai tanda penurunan ukuran dan berat serta perubahan tempat uterus, warna
dan jumlah lochia.
F Proses involusi uterus
adalah sebagai berikut :
1. Iskemia Miometrium,Disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat
uterus relative anemi dan menyebabkan serat otot atrofi
2. Autolysis,Autolysis merupakan proses penghancuran diri
sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan
jaringan otot yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula
dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan atau dapat juga dikatakan
sebagai pengrusakan secara langsung jaringan hipertropi yang berlebihan hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
3. Efek Oksitosin,Oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Penurunan ukuran uterus yang cepat itu dicerminkan oleh perubahan lokasi
uterus ketika turun keluar dari abdomen dan kembali menjadi organ pelviks.
Segera setelah proses persalinan puncak fundus kira-kira dua pertiga hingga
tiga perempat dari jalan atas diantara simfisis pubis dan umbilicus. Kemudian
naik ke tingkat umbilicus dalam beberapa jam dan bertahan hingga satu atau dua
hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pelviks yang secara
abdominal tidak dapat terpalpasi di atas simfisis setelah sepuluh
hari.Perubahan uterus ini berhubungan erat dengan perubahan-perubahan pada
miometrium. Pada miometrium terjadi perubahan-perubahan yang bersifat
proteolisis. Hasil dari proses ini dialirkan melalui pembuluh getah
bening.Decidua tertinggal dalam uterus setelah separasi dan ekspulsinplasenta
dan membrane yang terdiri dari lapisan zona basalis dan suatu bagian lapisan
zona spongiosa pada decidua basalis (tempat implantasi plasenta) dan decidua
parietalis (lapisan sisa uterus).
F Decidua yang tersisa ini
menyusun kembali menjadi dua lapisan sebagai hasil invasi leukosit yaitu :
1. Suatu degenerasi nekrosis lapisan superficial yang
akan terpakai lagi sebagai bagian dari pembuangan lochia dan lapisan dalam
dekat miometrium.
2. Lapisan yang terdiri dari sisa-sisa endometrium di
lapisan basalis.
Endometrium akan diperbaharui oleh proliferasi epithelium endometrium.
Regenerasi endometrium diselesaikan selama pertengahan atau akhir dari
postpartum minggu ketiga kecuali di tempat implantasi plasenta.Dengan involusi
uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs plasenta
akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan, suatu campuran antara darah yang dinamakan lochia, yang biasanya
berwarna merah muda atau putih pucat. Pengeluaran Lochia ini biasanya berakhir
dalam waktu 3 sampai 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar pada hakekatnya mengikis
pembuluh darah yang meembeku pada tempat implantasi plasenta yang
menyebabkannya menjadi terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lochia.
b.
Involusi tempat plasenta
Setelah
persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan kasar, tidak rata
dan kira-kira sebesar telapak tangan. Dengan cepat luka ini mengecil, pada
akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan
luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Biasanya luka yang
demikian sembuh dengan menjadi parut, tetapi luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara
dilepaskan dari dasarnya tetapi diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah
permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga dari
sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.Regenerasi endometrium terjadi di tempat
implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Epitelium berproliferasi meluas ke
dalam dari sisi tempat ini dan dari lapisan sekitar uterus serta di bawah
tempat implantasi plasenta dari sisa-sisa kelenjar basilar endometrial di dalam
deciduas basalis. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam
decidua basalis. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen
dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus,
setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun”
setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat
genetalia menjadi agak kendor.
c.
Perubahan pada Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks yang akan menganga
seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna
serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.Beberapa hari
setelah persalinan, ostium externum dapat dilalui oleh 2 jari,
pinggir-pinggirnya tidak rata tetapi retak-retak karena robekan dalam
persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja, dan
lingkaran retraksi berhubungan dengan bagian atas dari canalis cervikallis.Pada
serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks memanjang
seperti celah. Karena hyper palpasi ini dank arena retraksi dari serviks,
robekan serviks menjadi sembuh. Walaupun begitu, setelah involusi selesai,
ostium externum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil, pada umumnya
ostium externum lebih besar dan tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada
pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh robekan ke samping ini
terbentuk bibir depan dan bibir belakang pada serviks.
d.
Lochia
Dengan adanya
involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan
sisa cairan. Campuran antara darah dan decidua tersebut dinamakan Lochia, yang
biasanya berwarna merah muda atau putih pucat.Lochia adalah ekskresi cairan
rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina
normal. Lochia mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan
volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik Lochia terdiri
dari eritrosit,peluruhan deciduas, sel epitel dan bakteri. Lochia mengalami
perubahan karena proses involusi.
F Pengeluaran
Lochia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
a. Lochia Rubra/ merah (kruenta)Lochia ini muncul pada hari
1 sampai hari ke 4 masa postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya
merah dan mengandung darah dari perobekan/luka pada plasenta dans erabut dari
deciduas dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo,
sisa mekoneum dan sisa darah.
b. Lochea Sanguinolenta, lochea ini muncul pada hari ke 4
sampai hari ke 7 postpartum. Cairan berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
c. Lochea Serosa, lochea ini muncul pada hari ke 7 sampai
ke 14 postpartum. Warnanya biasanya kekuningan atau kecoklatan. Lochia ini
terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d. Lochea Alba, Lochea ini berlangsung selama 2 sampai 6
minggu postpartum. Warnanya lebih pucat, putih kekuningan dan lebih banyak
mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.
Lochea rubra yang menetap pada awall periode postpartum menunjukkan adanya
perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan tertinggalnya
sisa/selaput plasenta. Lochea serosa/alba yang berlanjut bisa menandakan adanya
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada
abdomen. Bila pengeluaran Lochia tidak lancar maka disebut Lochiastasis. Kalau Lochia tetap berwarna merah setelah 2 minggu ada kemungkinan
tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang kurang sempurna yang
sering disebabkan retroflexio uteri.Lochia mempunyai suatu karakteristik bau
yang idak sama dengan secret menstrual. Bau yang paling kuat pada Lochia Serosa
dan harus dibedakan juga dengan bau yang menandakan infeksi.Lochia disekresikan
dengan jumlah banyak pada awal jam postpartum yang selanjutnya akan berkurang
sejumlah besar sebagai lochia rubra, sejumlah kecil sebagai lochia serosa dan
sejumlah lebih sedikit lagi lochia alba.Umumnya jumlah lochia lebih sedikit
bila wanita postpartum berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini
terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas manakala wanita dalam
posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala dia berdiri. Total jumlah rata-rata pembuangan Lochia kira-kira 8 hingga 9 oz atau
sekitar 240 hingga 270 ml.
e.
Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan
vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua
organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu secara berangsur vulva
dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina -angsur
akan muncul kembali sementara labia manjadi lebih menonjol.Segera setelah
melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari
pada keadaan sebelum melahirkan.Ukuran vagina akan selalu lebih besar
dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut
dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan
pada akhir puerperium dengan latihan harian.
B. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN
1. Sistem pencernaan pada masa kehamilan
Sekresi saliva menjadi lebih asam dan lebih banyak, dan asam lambung
menurun. Perbesaran uterus lebih menekan diafragma, lambung dan intestin.Pada
bulan-bulan awal masa kehamilan, sepertiga dari wanita mengalami mual dan
muntah. Sebagaimana kehamilan berlanjut, penurunan asam lambung, melambatkan
pengosongan lambung dan menyebabkan kembung. Menurunnya gerakan peristaltik
tidak saja menyebabkan mual tetapi juga konstipasi, karena lebih banyak feses
tedapat dalam usus, lebih banyak air diserap akan semakin keras jadinya.
Konstipasi juga disebabkan oleh tekanan uterus pada usus bagian bawah pada awal
masa kehamilan dan kembali pada akhir masa kehamilan.Gigi berlubang terjadi
lebih mudah pada saliva yang bersifat asam selama masa kehamilan dan membutuhkan
perawatan yang baik untuk mencegah karies gigi. Pada bulan-bulan terakhir,
nyeri ulu hati dan regurgitasi (pencernaan asam) merupakan ketidaknyamanan yang
disebabkan tekanan keatas dari perbesaran uterus. Pelebaran pembuluh darah
rektum (haemoroid dapat terjadi). Pada persalinan, rektum dan otot-otot yang
memberikan sokongan sangat teregang.
2. Sistem pencernaan pada masa nifas
a. Nafsu Makan
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi
makanan ringan. Ibu sering kali cepat lapar setelah melahirkan dan siap makan
pada 1-2 jam post primordial, dan dapat ditoleransi dengan diet yang ringan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia, dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua
kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering
ditemukan.kerapkali untuk pemulihan nafsu makan, diperlukan waktu 3 – 4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua
hari, gerak tubuh berkurang dan usus bagian bawah sering kosong jika sebelum
melahirkan diberikan enema.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal
c.Pengosongan Usus
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering
kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di
perineum akibat episiotomi, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang
teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.Kebiasaan
mengosongkan usus secara regular perlu dilatih kembali untuk merangsang
pengosongan usus. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu yang
berangsur-angsur untuk kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti
biasa dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk defekasi.
Faktor-faktor tersebut mendukung konstipasi pada ibu nifas dalam minggu
pertama. Suppositoria dibutuhkan untuk membantu eliminasi pada ibu nifas. Akan
tetapi proses konstipasi juga dapat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu
dan kekhawatiran lukanya akan terbuka bila ibu buang air besar.
C. PERUBAHAN
SISTEM PERKEMIHAN
1. Fungsi Sistem Perkemihan
F Mencapai
hemostatis internal
a.
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan yang
terdapat dalam tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang terlarut di
dalamnya. 70 % dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan dikenal sebagai
cairan intraselular. kandungan air sisanya disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraselular dibagi antara plasma darah, dan cairan yang langsung memberikan
lingkungan segera untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
1. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat
gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air
yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan
asam basa tubuh
batas normal PH
cairan tubuh adalah 7,35-7,40Bila PH >7,4 disebut alkalosis
c. Mengeluarkan sisa metabolisme, racun dan zat toksin
ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama
urea, asam urat, dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu
proses involusi ueri dan ibu merasa nyaman. namun demikian, pasca melahirkan
ibu merasa buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum antara
lain karena adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehinggs terjadi
retensi urin, diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang
teretansi dalam tubuh, terjadi selama dua hari setelah melahirkan,depresi dan
spingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh
iritasimuskulus spingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah placenta di lahirkan,kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tinhkat bawah dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi
kelebihan cairan.keadaan ini di sebut dengan diuresis pasca partum. ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan
penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. pengeluaran
cairan yang berlebihan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang di sebut
kebalikan metabolisme air pada masa hamil.
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urin pada pasien
dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi di bandingkan resiko
serupa pada persalinandengan sectio caesar. 10% pasien pasca persalinan
menderita inkontinensia yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu pasca
persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat dilakukan latihan
pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca
persalinan mungkin ada maslah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter
selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4jam,
dilakukan kateteriasi dan bila jumlah residu > 200ml maka kemungkinan ada
gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam
kemudian, bila volume urin < 200 ml kateter dibuka dan pasien diharapkan
dapat berkemih seperti biasa.
2. Keseimbangan dan keselarasan berbagai
proses di dalam tubuh
a. Pengaturan Tekanan Darah
menurunkan volume darah dan serum sodium (Na) akan meningkatkan serum
pottasium lalu merangsang pengeluaran renin yang dalam aliran darah diubah
menjadi angiotensin yang akan mengekskresikan aldosteron sehingga mengakibatkan
terjadinya retensi Na+ + H2O kemudian terjadi peningkatan volume darah yang
meningkatkan tekanan darah.Angiotensin juga dapat menjadikan vasokontriksi
perifer yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
b. Perangsangan produksi sel darah merah
Dalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritropoietin untuk
merangsang sumsum tulang hormon ini dihasilkan oleh ginjal.
3.Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar sterorid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan funngsi ginjal
selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. diperlukan kira-kira dua sampai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke
keadaan sebelum hamil ( Pada sebagian kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius
bisa menetap selama tiga bulan.
4.Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif
pada ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang
meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang
berinvolusi, Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga
menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita
melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa terjadi
pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu
persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
5.Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme untuk mengurangi
cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada
malam hari, selama dua sapai tiga hari pertema setelah melahirkan. Diuresis
pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya
peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume
darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan
cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum.
Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut
kebalikan metabilisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of
pregnancy)
6.Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan,
yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami
hiperemesis dan edema, seringkali disertai di daerah-daerah kecil hemoragi.
Kandung kemih yang oedema, terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan
overdistensi, pengosongan yang tak sempurna dan urine residual kecuali jika
dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan
saat tidak merasa untuk berkemih.Pengambilan urine dengan cara bersih atau
melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan
meatus urinarius bisa juga mengalami edema. mih. Penurunan berkemih, seiring
diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung
kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan
berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik.
pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu
proses berkemih normal. Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih
dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung
kemih secara adekuat, tonus kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam
lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir.
D. PERUBAHAN SISTEM MUSKULOSKELETAL / DIASTASIS
RECTUS ABDOMINKUS
Sistem muskuloskeletel pada masa nifas
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik padsa masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat
gravitasi ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu
ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua
sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan
setelah melahirkan.
a. Dinding perut dan peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang pada wanita yang
asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis sehingga sebagian
dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fascia tipis
dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau mengejan.
b. Kulit abdomen
Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan
mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang dinamakan
strie. Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya
dapat normal kembali dalam beberapa minggu.
c. Striae
Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk
garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga
terjadi pemisahan muskulus rektus abdominishal tersebut dapat dilihat dari
pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat
menentukan berapa lama tonus otot kembali normal.
d. Perubahan Ligamen
Ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan
dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan
letak uterus menjadi retroflexi. Tidak jarang pula wanita mengeluh
“kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament, fasia, jaringan
penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
e.Simpisis pubis
Meskipun relatif jarang, tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan
penyebab utama morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidakmampuan
jangka panjang. Hal ini biasanya ditandai oleh nyeri tekan signifikan pada
pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak ditempat tidur atau saat
berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Sering kali klien tidak mampu
berjalan tanpa bantuan. Sementara pada kebanyakan wanita gejala menghilang
setelah beberapa minggu atau bulan, pada beberapa wanita lain gejala dapat
menetap sehingga diperlukan kursi roda.
Masa nifas ( puerpurium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas
iniyaitu 6 – 8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali
seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masa nifas merupakan suatu rentang waktu yang amat penting bagi kesehatan ibu
dan anak setelah melewati masa hamil dan melahirkan, tugas bidan dan perawat
adalah merawat secara akurat, baik untuk ibu nifas sendiri maupun bayinya.
Terdapat
beberapa perubahan ketika seorang ibu melahirkan atau dalam masa nifas, dalam
kejadian tersebut ada yang patologis dan patofisiologis ,
perubahan yang
terjadi dalam masa nifas diantaranya yaitu perubahan sistem reproduksi,perubahan
sistem pencernaan,sistem perkemihan dan lain-lain seperti yang sudah dijelaskan
dalam makalah ini.
Dengan membaca
makalah ini pembaca diharapkan dapat menilai sendiri apakah ada kelainan yang
terjadi selama masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Johnson Ruth,
Taylor Wendy. Buku Ajar Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta. EGC. 2005
PUSDIKNAKES-WHO-JHPIEGO.
Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta : PUSDIKNAKES. 2003.
Yeyeh Ai
Rukiyah, dkk. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta. Trans Info Media.
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar