BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Masa
nifas (Puerperium) Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan
ibu maupun bayi, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Dalam
memberikan pelayanan pada masa nifas, bidan menggunakan asuhan yang berupa
memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial
ibu/keluarga, memberikan pendidikan dan penyuluhan secara terus menerus. Dengan
pemantauan dan asuhan yang dilakukan pada ibu dan bayi pada masa nifas
diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka
Kematian Bayi.
Perubahan
psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas
menjadi sangat sensitive, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga
terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga
tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu
nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Setelah
proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang
baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan
dukungan positif bagi ibu.
Masa nifas
(Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama
kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam
setelah lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya. Terjadi perubahan peran
sebagai orang tua yang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya terhadap kelahiran
seorang bayi. Mengalami perubahan stimulus dan kegembiraan untuk memenuhi
kebutuhan bayi. Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan
merasakan gelaja-gejala psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui.
Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan
psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang
lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara
ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagi bidan untuk
mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai
apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi
atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa nifas?
2. Apakah definisi gangguan psikologi
postpartum yaitu pada depresi post partum, post partum blues, dan post partum
psikosa ?
3.
Apakah
penyebab gangguan psikologi postpartum ?
4.
Bagaimana
penanggulangan dari gangguan-gangguan psikologi postpartum ?
5.
Bagaiman
contoh kasus pada setiap gangguan-gangguan psikologi postapartum ?
C. TUJUAN
1.
Untuk
mengetahui kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa
nifas
2. Untuk melengkapi tugas dari mata kuliah
“Askeb 3 Nifas”.
3. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan
terhadap pembaca dan begitu pula dengan penulis sendiri.
D. MANFAAT
Hasil
dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya tentang kebutuhan psikologis dan perubahan yang dialami ibu pada masa
nifas
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERUBAHAN
PSIKOLOGIS IBU DALAM MASA NIFAS
1. Perubahan
peran
Terjadinya
perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya
suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.
Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk
perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat
masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama
masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat,
berolah raga, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa
nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru, disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan terus berkembang
dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan waktu cenderung
mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan. Pada awalnya, orang tua belajar mengenal
bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau
badan dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan
bayinya akan kasih sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan.
Periode berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu
kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi
(suami-istri, ayah-ibu, orang tua anak, dan anak-anak).
2.
Peran menjadi orang tua setelah melahirkan
Selama
periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama
perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus
mengenali hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan
dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan
tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya
berlangsung selama kira-kira empat minggu. Periode berikutnya mencerminkan satu
waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan keluarga. Periode waktu meliputi peran
negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan
kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas
merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi.
3.
Tugas dan tanggung jawab orang tua
Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima
keadaan bila anak yang dilahirkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena
dampak dari kekecewaan ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan anak. Walaupun
kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang
tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut
tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut. Orang tua perlu memiliki
keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-kegiatan
pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk memenuhi
kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda
tersebut. Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap
bayinya, antara lain :
a.
Orang
tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan
khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini
berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen
dan status fisik anaknya.
b.
Orang
tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang
terpisah dari diri mereka, artinya
seseorang yang memiliki banyak kebutuhan
dan memerlukan perawatan.
c.
Orang
tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas
merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam
mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
d.
Orang
tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
e.
Orang
tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik
bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota
keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi. Dalam
menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh
bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab
itu bidan perlu memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara
merawat bayinya, untuk membantu mengangkat harga dirinya.
B.
ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU PADA MASA NIFAS
Setelah
melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi
kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap
bayinya, berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang
diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan
merasa tanggung jawab yang luar biasa sekarang untuk menjadi seorang ibu.
Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan
sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk
bimbingan dan pembelajaran. Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa
nifas, antara lain adalah :
1. Periode
“Taking In” atau “Fase dependent”
Pada hari
pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada
saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain.
Rubin (1991) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang
disebut dengan taking in phase
Dalam
penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.
Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan. Pada saat
ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas
selanjutnya dengan baik. Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya
selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa
mengganggu proses masa nifas.
a.
Periode ini terjadi
selama 2-3 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung,
perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
b.
Ia mungkin
akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan.
c.
Tidur tanpa
gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang
istirahat.
d.
Peningkatan
nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta
persiapan proses laktasi aktif.
e.
Dalam
memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu.
Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan
pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus
dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan
leluasa dan terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam
hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan
oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan
komunikasi yang baik antara pasien dan bidan. 2.
2. Periode
“Taking Hold” atau “Fase independent”
Pada ibu-ibu
yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan,
maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk
melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan
bantuan orang lain tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri.
Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin
(1961) menggambarkan fase ini sebagai fase taking
hold
Pada
fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa
ini ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tersebut,
cenderung menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan
penting memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
a.
Periode ini
berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b.
Ibu menjadi
perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan meningkatkan
tanggung jawab terhadap bayi.
c.
Ibu
berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB,BAK, serta kekuatan dan
ketahanan tubuhnya.
d.
Ibu berusaha
keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya menggendong,
memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
e.
Pada masa
ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal
tersebut.
f.
Pada tahap
ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi.
g.
Tahap ini
merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya,
jangan sampai menyinggung perasaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman
karena ia sangat sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu
salah” pada ibu karena hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya
ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan yang bidan berikan.
3. Periode
“Letting Go”
Periode atau
Fase Mandiri (letting go) dimana masing-masing individu mempunyai kebutuhan
sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus
berusaha memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari
sebuah keluarga.
a.
Periode ini biasanya
terjadi setelah ibu pulang kerumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
b.
Ibu
mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi
dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini
menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
c.
Depresi post
partum umumnya terjadi pada periode ini.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesnya masa transisi kemasa menjadi orang tua pada saat
post partum, antara lain:
1)
Respon dan
dukungan keluarga dan teman Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang pertama
kali melahirkan akan sangat membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena
ia belum sepenuhnya berada pada kondisi stabil, baik fisik maupun
psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan peran barunya yang
begitu fantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran sebagai
seorang ibu. Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses
adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan
yang sehat.
2)
Hubungan
dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi Hal yang dialami oleh
ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya terhadap perannya
sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya ia harus
berjuang untuk melahirkan bayinya dan hal tersebutakan memperkaya
pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus terjadi, setelah seorang
ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk lebih
meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.
3)
Pengalaman
melahirkan dan membesarkan anak yang lalu Walaupun kali ini adalah bukan lagi
pengalamannya yang pertama melahirkan bayinya, namun kebutuhan untuk
mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda dengan ibu yang
baru melahirkan anak pertama. Hanya perbedaannya adalah teknik
penyampaian dukungan yang diberikan lebih kepada support dan apresiasi
dari keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya yang
lalu
4)
Pengaruh
budaya Adanya adat istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikit
banyak akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini.
Apalagi jika ada hal yang tidak sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan
dengan budaya yang dianut. Dalam hal ini, bidan harus bijaksana dalam
menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus diberikan.
Keterlibatan keluarga dari awal dalam menentukan bentuk asuhan dan perawatan
yang harus diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam pemberian
asuhan.
C. PERAN BIDAN
Tanggung jawab utama bidan adalah membagi informasi
tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan jika sesuatu tidak
berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak mendengarkan suara bayi dan
ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari bidan pada
saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan jauh lebih baik menghibur daripada
keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.
1.
Menjalin
hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang
dengan bayinya
2.
Hal ini
merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan datang
3.
Waspada
terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :
a.
Perilaku
negatif orang tua
b.
Sikap verbal
dan nonverbal
c.
Interaksi
yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)
d.
Ucapan
kekecewaan/merendahkan
4.
Upaya
memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak
bayinya bercerita, dan sebagainya)
5.
Mendorong
orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif
tentang bayinya
6.
Berikan
anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :
a.
Anjurkan
pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin menangis,
marah, lebih baik dekspresikan saja.
b.
Usahakan
agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan gunakan untuk
tidur, walaupun hanya 10 menit).
c.
Berikan
motivasi pad ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah
melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti
akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah menjadi ocehan dan tawa
yang menggemaskan,
bayi yang
“menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan,
dan lain-lain
d.
Minta
bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu mengurus si
kecil.
e.
Ibu yang
baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak
istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa
mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.
f.
Hindari
makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung kafein, karena kedua
makanan ini berfungsi untuk memperburuk depresi.
g.
Konsumsi
makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar
h.
Coba berbagi
rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan dari mereka bisa
membantu mengurangi depresi
BAB III
KASUS POST
PARTUM BLUES
Ny. “M”
dengan kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang anak yang berjenis kelamin
lak-laki di BPS Prita Yeni Surantiah Pesisir Selatan dengan partus spontan dan
normal.
Tetapi
setelah ± 3 hari post
partum ibu mengatakan kurang tidur karena bayinya yang selalu menangis, ibu
juga mengatakan bahwa ia kurang percaya diri dalam merawat bayinya. Selain itu
: suami ibu juga mengatakn ibu sensitive dan mudah tersinggung dan juga kurang
menyayangi bayinya.
Penanganan:
Hal-hal yang
disarankan pada ibu adalah sebagai berikut:
- Minta bantuan suami atau keluarga jika ibu ingin istirahat
- Beritahu suami tentang apa yang dirasakan oleh
ibu
- Buang rasa cemas dan khawatir akan kemampuan
merawat bayi
- Meluangkan waktu dan cari hiburan untuk diri
sendiri
komunikasikan
segala permasalahan atau hal lain yang ingin di ungkapkan,bicarakan rasa cemas
yang dialami,bersikap tulus dan ikhlas dalam menerima aktivitas san peran baru
setelah melahirkan,bersikap fleksibel dan tidak terlalu perfectsionis dalam
mengurus bayi dan rumah tangga,belajar tenang dan menarik nafas panjang dan
meditasi,kebutuhan istirahat yang cukup,tidurlah ketika bayi sedang
tidur,berolah raga ringan,bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru,dukungan
tenaga kesehatan,dukungan suami,keluarga,teman,teman sesama ibu,konsultasikan
pada dokter atau orang yang professional agar dapat meminimalisir faktor resiko
lainnya dan melakukan pengawasan.
Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual,
sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya,
yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu
akan merasakan gelaja-gejala psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui.
Meskipun demikian, ada pula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan
psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang
lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas
sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagi bidan
untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat
menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu
variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.
B.
Saran
Meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan dalam penanganan kasus ibu yang mengalami perubahan
psikologis pada masa nifas dan Dengan pembuatan makalah
ini diharapkan pembaca bisa memahami konsep dasar postpartum blues dan
bagaimana penerapan asuhan yang tepat diberikan kepada pasien yang menderita
masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat
menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan
perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Setelah diketahui
bagaimana asuhan yang benar maka diharapkan postpartum blues ini berkurang atau
dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca dapat membagi
informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya saat di
lapangan nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarawati, Eny
Ratna dan Wulandari, Diah. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:Nuha
Medika.
Suherni et al. 2008. Perawatan Masa Nifas.
Yogyakarata: Fitramala.
http://susanthy123.blogspot.com/p/makalah-masalah-masalah-dalam-masa.html
http://susanthy123.blogspot.com/p/makalah-masalah-masalah-dalam-masa.html
Vivian Nanny Lia
Dewi, Tri Sunarsih.2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Sulistyawati, Ari. 2009. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi : Yogyakarta.
Prawirohardjo,
Sarwono.2008.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sastrawinata,
R.S., Inversio Uteri, Obstetri Patologi, hal 238-242, Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran UNDIP, Bandung, 1984.
Mansjoer
Arif et.al., Perdarahan Pasca Persalinan, Ilmu Kebidanan dan Kandungan, Kapita
Selekta, Edisi 3, Jilid I, hal 313, Medik Aesculapius, Jakarta, 1999.
Wiknjosastro
H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu Bedah
Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar