Minggu, 14 Desember 2014

KELOMPOK 22 (Atresia Doudenum)

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS
ATRESIA DUODENUM


















Disusun oleh:

1. EKA YUNIARTI
2.TIKA DESTI NATALIA


Kelas : II B



STIKes ABDI NUSANTARA JAKARTA
Jurusan DIII Kebidanan
2014/2015









KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kasih dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah  ‘Tentang asuhan kebidanan  noenatus  atresia duodenum’
Kami menyadari bahwa dalam menyusun tugas makalah ini kami banyak menumukan berbagi hambatan ataupun kesulitan. Namun atas bantuan dari banyak pihak maka kami pun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian dari makalah ini
Tak lupa kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. kami sadar bahwa manusia tidak ada yang sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kebesaran hati dari para pembaca dengan memberikan kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.


Bekasi, 14 oktober 2014



Penyusun        



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii
BAB I  PENDAHULUAN                   
A.    Latar belakang............................................................................................................4
B.     Rumusan masalah......................................................................................................5
C.     Tujuan masalah..........................................................................................................5
D.   Manfaat masalah.......................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definsi Atresia duodenum.......................................................................................6
B.     Patosiologis..............................................................................................................7
C.     Epidimiologi.............................................................................................................8
D.    Penyebab dan tanda gejala.......................................................................................9
E.     Pemeriksaan dan diagnosis....................................................................................10
F.      Penataklasaan.........................................................................................................11
G.    Peran bidan jika menemukan atresia duodenum....................................................13
H.    Asuhan kebidanan..................................................................................................14
I.       Pencegahan.............................................................................................................14

PENUTUP
A.  Kesimpulan...............................................................................................................15
B.   Saran.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

                                                    






BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang

  Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web denganperforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau remaja.Penggunaan USG telahmemungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Padapenelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi denganobstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambarandouble-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung,dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untukmelahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomalisaluran cerna.Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenumkongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresiaduodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Insidenobstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup.Tidak terdapat predileksi rasial dan gender pada penyakit ini.Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segeramenjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus yangmenderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasusobstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21






B.                 Rumusan masalah
Untuk memudahkan dalam pembuatan makalah ini penulis mencoba untuk merumuskan masalah diantaranya :
1.      Apa pengertian dari Atresia Duodenum?
2.      Jelaskan patosiologis dari Atresia Duodenum?
3.      Sebutkan penyebab ,Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni!
4.      Jelaskan pemeriksaan atau diagnosis Atresia Duodeni!
5.      Jelaskan Penatalaksanaan dan Pengobatan dari Atresia Duodeni!
6.      Jelaskan tindakan bidan bila menemukan penyakit!
7.      Sebutkan pencegahan Dari Atresia Duodenium

C.                 Tujuan Masalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah memberikan kemampuan kepada mahasiswi untuk memahami kelainan kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir
a.       Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Duodeni.
b.      Untuk mengetahui dari Patofisiologi Atresia Duodeni.
c.       Untuk mengetahui penyebab Tanda dan Gejala dari Atresia Duodeni.
d.      Untuk mengetahui pemeriksaan atau diagnosis
e.       Untuk mengetahui Penatalaksanaan dan Pengobatan dari Atresia Duodeni.
f.       Untuk mengetahu tindakan bidan bila menemukan
g.      Untuk mengetahui pencegahaan dari atresia duodeni.
D.              Manfaat Masalah
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya, dan dapat menambah pengetahuan tentang Asuhan Neonatus pada Bayi dan Balita dengan Atresia Duodeni kususnya pada mahasiswa kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN



2.1     Defnisi atresia duodenum

Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
baik. Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus
yang baru lahir. Atresia intestinal dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia
intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada usus halus. 50% kasus atresia
intestinal terjadi pada duodenum. Gejala yang sering ditimbulkan yakni obstruksi
usus. Gejala akan nampak dalam 24 jam setelah kelahiran. Muntah yang terus
menerus merupakan gejala yang paling sering. Apabila kondisi anak tidak
ditangani dengan cepat, maka anak akan mengalami dehidrasi, penurunan berat
badan, gangguan keseimbangan elektrolit. Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat
terjadi alkalosis metabolik hipokalemia atau hipokloremia. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen. Pemeriksaan penunjang saat masa prenatal yakni
dengan menggunakan prenatal ultrasonografi. Pemeriksaan penunjang postnatal
yakni roentgen. Pemeriksaan roentgen yang pertama kali dilakukan yakni plain
abdominal x-ray. X-ray akan menujukkan gambaran double-bubble sign tanpa gas
pada distal dari usus. Managemen yang dilakukan meliputi menagemen
preoperatif, intraoperatif serta managemen postoperatif. Angka harapan hidup
untuk bayi dengan duodenal atresia yakni 90-95%. Mortalitas yang tinggi
disebabkan karena prematuritas serta abnormalitas kongenital yang multiple.

          meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik. seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan. atresia duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada perkembangan selanjutnya. tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam perkembangan atre

2.2     Patofisiologi

          Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna.

          Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic buds.

          Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum
.
Epidemiologi

          Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan 2/3 dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan gender pada penyakit ini

Mortalitas dan Morbiditas
Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur.Kemudian Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Dan Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21

           Manifestasi Penyakit

Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak kanak atau remaja. Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero.
Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali
saluran cerna.

2.3 Penyebab atresia duodenum
Penyebab dari atresia duodenum merupakan kerusakan yang terjadi disuplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehinggau duodenum mengalamipenyempitan dan menjadi obstruksi.
·        Tanda dan gejala
- Pembengkakan abdomen Pada bagian atas
- Muntah terus-menerus, meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
- Tidak memproduksi urine setelah beberapa kali buang air kecila
- Muntah banyak segera setelah lahir & berwarna hijau karena empedu
- Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar


         
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.

          Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal.

Adanya gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonograf





2.4     Pemeriksaan dan diagnosis

Pemeriksaan diagnostik

·        Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi tidak lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.
·        Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam duodenum yang mengembung naik ke puncak. Selain itu isi duodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian abdomen.
·        Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam deodenum yang mengembung naik ke puncak. Selain itu isi deodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian abdomen

Diagnosis
·        Dikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright abdomen menunjukkan gambaran klasik “double bubble”. Pemeriksaan dengan kontras tidak diperlukan.
·        Bila udara terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete, mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasi
·        Malrotasi dengan volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak berbentuk scaphoid setelah pemasangan nasogastric tube

Komplikasi

·        Pada peristiwa atresia duodenum ini biasanya akan diikuti adanya obstruksi-obstruksi yang lain, seperti:
·        Obstruksi lumen oleh membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang tidak lazim adalah jaringan “windscocle” yakni suatu flap jaringan yang dapat mengembang yang terjadi karena anomaly saluran empedu.
·        Atresia membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi di sebelah distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.
·        Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik seperti pancreas anular atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.


2.5                   Penatalaksanaan

·        Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso atau arogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.
·        Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan atresia duodenum mempunyai anomaly bawaan yang dapat mengancam kehidupan.
·        Koreksi definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan mobati anomaly lain yang berakibat fatal.
·        Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltic
·        Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas.
·        Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan sampai bayi mulai makan per oral.



·        Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi diperlukan tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
·        Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian hari.
·        Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah bawah obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya. Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi duodenum intrinsic seperti membrane atau stenosis.
·        10.  Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi tanpa memisah pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian lingkungan yang tidak berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika dikelola dengan diodenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus koledokus dapat bermuara pada diafragma sendiri

1.      
Pemberian terapi cairan intravena
2.      Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi

Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga harus ditangani.

Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.

Indikasi operasi : Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan untuk semua bayi yang mengalami kondis ini, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan sempurna
Komplikasi
          Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks gastroesofageal










2.6     Penanganan bidan bila menemukan bayi atresia duodenum

Pada pengobatan awal bayi pada atresia duodenum meliputi dekompresi naso atau orogastrik dengan penggantian cairan secara intervena.
·        Ekokardiogram dan fotorontgen dada serta tulang belakang harus dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain anomaly bawaan yang dapat mengancam kehidupan.
·        Koreksi definitive atresia avodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan mengobati anomaly lain yang berakibat fatal.
·        Duodoni Duodenostami adalah operasi perbaikan atresia duodenum, usus proksimal yang telah melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya memperbaiki peristaltik.
·        Pemasangan pipa gestratomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan melindungi jalan nafas.
·        Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum frensencstomosis diperlukan sampai bayi mulai makan peroral.
·        Jika obstruksi disebabkan oleh pipa lada dengan meliotosi operasi diperlukan tanpa boleh ditunda setelah lipatan atau pita peritoneum yang tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan didalam harus diletakkan disebalah kanan posisi janin tidak berputar (mal rotasi)
·        Aapendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis kemudian hari.
·        Memasang kateter nasagastik berujung balon ke dalam jejunum kesebelah obstruksi, balon ditiup dengan pelan-pelang, menarik kateternya. ini dilakukan apabila terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi duodenum instrisik seperti membrane atau sterosis.
·        Pada Pancrease anilare paling baik ditangani dengan duodenoduoderostomi tanpa memisahkan pancrease dengan meninggalkan sependek mungkin bagian lingkungan yang tidak berfungsi. obstruksi duodenum diafragmatika dikelola dengan diadenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus koledafus dapat bermuara pada diafragma sendiri (Ngastiyah, 1997).



Asuhan Kebidanan
·        Perbaikan keadaan umum dengan mengatasi muntah-muntah sebelum operasi.
·        Berikan informed consent dan informena chace sebelum dilakukan rujukan atau tindakan pembedahan.


2.7    Pencegahan

dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defisiensi asam folat dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam teratogenesis meningokel. Basis molekul defisiensi asam folat adalah kurang adekuatnya enzim enzim yang mentransfer gugus, karbon dalam proses metilasi protein dalam sel, baik dalam nukleus maupun mitokhondria, sehingga terjadi gangguan biosintesis DNA dan RNA. serta kenaikan kadar homosistein.
 ini juga bermanfaat untuk memperluas aspek pencegahan bagi kasus meningokel dan kelainan neural tube defect pada umumnya, serta aspek pengobatan terhadap kasus defek tulang kepala, bahkan sejak pasien masih berada di dalam kandungan.











BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan

.
Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang
baik. Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus
yang baru lahir. Atresia intestinal dapat terjadi pada 1 dari 1000 kelahiran. Atresia
intestinal dapat terjadi pada berbagai tempat pada usus halus. 50% kasus atresia
intestinal terjadi pada duodenum

©       Penyebab atresia duodenum :
Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5


©    Gejala atresia duodenum:
1.      Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
2.      Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu (biliosa)
3.      Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
4.      Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil
5.      Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium

© Masalah

1.      Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
2.      Prematuritas
3.      Anomaly yang berhubungan : trisomi 21 ( 33 % ), jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal

©         Penatalaksanaan
1.      Pemberian terapi cairan intravena
2.      Dilakukan tindakan duodenoduodenostomi





B.   Saran

Sebaiknya kita sebagai mahasiswa kebidanan harus mempelajari tentang kelaianan bawaan dan penatalaksanannya khususnya atresia duodenum sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bekal kita apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di tempat pelayanan kesehatan, demi kesejahteraan neonatus.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar