Deteksi Dini
Komplikasi Masa Nifas Dan Penangananya
Perubahan Psikologis
Kelompok 15
Nama:
Ananda Riski Zuni
Dian Listia Wardani
Oris Susanti
Program Studi DIII Kebidanan
STIKes Abdi Nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setelah
persalinan seorang wanita akan mengalami masa nifas ( peurperium ). Masa nifas
ini dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan semula sebelum hamil. Masa nifas merupakan masa sesudah
persalinan yang di perlukan untuk pemulihan kembali organ reproduksi dengan
tenggang waktu 42 hari atau 6 minggu atau 1 bulan 7 hari . Pada masa nifas ini
selain menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada organ wanita, akan
menyebabkan pula terjadi perubahan kondisi kejiwaab (psikologi) ibu. Dari yang
semula belum mempunyai momongan kini ia telah menjadi ibu sekaligus orang tua
bagi bayi mungilnya.http:/Sabili.
Menjadi orang tua,
adalah masa krisis tersendiri dan ibu harus mampu melewati masa transisi ini .
Secara psikologi seorang ibu akan merasakan gejala-gejala psikiartik setelah
melahirkan . Beberapa penyesuaian
dibutuhkan oleh wanita yang tengah mengalami masa melahirkan baik secara fisik
maupun psikis . Sebagian wanita ada yang behasil menghadapi masa
tersebut dan sebagian wanita ada pula yang tidak bisa menyesuaikan
diri, bahkan bagi mereka yang tidak dapat menyesuaikan dili akan mengalami
gangguan-gangguan psikologis. Menurut data WHO tahun 2009, kematian ibu akibat
masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang memiliki
rasio tertinggi dengan 500 kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup. (
Http:/Jsuyono.blogspot.com/2012/10/masa-nifas.html ).Angka kematian ibu ( AKI )
di Indonesia sangat memprihatinkan temasuk angka kematian yang tertingggi dari
hasil Surve Demografi dan Kesehatam Indonesia (SDKI) , angka kematian ibu pada
tahun 2009 adalah sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup ( co.id).
B.
Rumusan masalah
1. Apa
pengertian dari masa nifas ?
2. Apa saja
klasifikasi pada masa nifas ?
3. Apa
gangguan psikologis masa nifas ?
4. Bagaimana
peran dan tanggungjawab bidan pada masa nifas?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nifas
Nifas adalah
masa sejak selesainya persalinan hingga pulihnya alat – alat kandungan dan
anggota badan serta psikososial yang berhubungan dengan kehamilan/persalinan
selama 6 minggu.
Dalam menjalani adaptasi setelah
melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase berikut :
1. Fase
taking in
Merupakan periode ketergantungan yang berlangsung
pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
Pengalaman setelah prosesn persalinan sering berulang diceritakannya.
Hal ini membuat cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
2. Fase
taking hold
Periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan
karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menirima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri.
3. Fase
letting go
Fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan.
Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudaah
meningkat. Ada kalanya, ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya keadaan ini disebut baby blues.
B.
Klasifikasi
Nifas
dapat dibagi kedalam 3 periode :
1.
Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan – jalan.
2.
Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang
lamanya 6 – 8 minggu.
3.
Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali dan sehat
sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu – minggu, berbulan – bulan
atau tahunan.
C.
Gangguan
Psikologis pada masa Nifas
Gangguan
Psikologis pada Masa Nifas yaitu dimana ibu nifas udah mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan - perubahan yang
terjadi setelah melahirkan, gangguan psikologis pada masa nifas terbagi menjadi
:
1.
Post
Partum Blues
Disebabkan oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit
menerima kehadiran bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari – 2 minggu sejak
kelahiran bayi. Sebetulnya hal ini hal yang normal dan akan hilang dengan
sendirinya sekitarnya 10-14 hari setelah
melahirkan.
Ø Penyebabnya :
A) Perubahan
hormonal,
Berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin,dan estriol yang yang
terlalu rendah.
B) Stress
C) ASI
tidak keluar
D) Frustasi
yang tidak mau tidur
E) Kelelahan
pasca kelahiran.
F) Suami
yang tidak mau membantu
G) Problem
orang tua dan mertua
H) Takut
kehilangan bayi
I) Takut
untuk melakukan hubungan seksual dengan suami istri
J) Bayi
sakit
K) Rasa
bosan si ibu
Ø PERAN BIDAN
1. Menjalin hubungan baik dengan
keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya.
2. Hal ini merupakan tanda awal
kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan datang.
3. Waspada terhadap reaksi negatif yang
menonjol dari orang tua, seperti :
Ø Perilaku negatif orang tua
Ø Sikap verbal dan nonverbal
Ø Interaksi yang tidak mendukung
(tidak menyentuh bayinya)
Ø Ucapan kekecewaan/merendahkan
4. Upaya memperkokoh hubungan bayi
dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya).
5. Mendorong orang tua untuk melihat
dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif tentang bayi.
6. Berikan anjuran-anjuran/advice pada
ibu dan keluarga :
Ø Anjurkan pada ibu untuk melepaskan
saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin menangis, marah, lebih baik
dekspresikan saja.
Ø Usahakan agar ibu mendapatkan
istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan gunakan untuk tidur, walaupun hanya
10 menit).
Ø Berikan motivasi pada ibu, agar ibu
menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh,
rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI pasti akan hilang, teror tangis bayi
lambat laun akan berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang
“menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang menakjubkan,
dan lain-lain
Ø Minta bantuan orang lain, misalnya
kerabat atau teman untuk membantu mengurus si kecil.
Ø Ibu yang baru saja melahirkan sangat
butuh instirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu
dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bisa mencegah depresi dan
memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis.
Ø Hindari makan manis serta makanan
dan minuman yang mengandung kafein, karena kedua makanan ini berfungsi untuk
memperburuk depresi.
Ø Konsumsi makanan yang bernutrisi
agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar.
Ø Coba berbagi rasa dengan suami atau
orang terdekat lainnya, dukungan dari mereka bisa membantu mengurangi depresi
2.
Depresi
post partum blues
Post partum blues merupakan kesedihan atau kemurungan
setelah melahirkan,biasanya hanya muncul sementara waktu yakni
sekitar dua hari hingga 10 hari sejak kelahiran bayinya.Gejala-gejala post partum blues,
sebagai berikut :
1.
Cemas tanpa sebab
2. Menangis tanpa sebab
3. Tidak percaya diri
4. Tidak sabar
5. Sensitif, mudah
tersinggung
6. Merasa kurang menyangi
bayinya
7. Tidak memperhatikan
penampilan dirinya
8. Kurang menjaga
kebersihan dirinya
9. Gejala fisiknya
seperti : kesulitan bernafas, ataupun perasaan yang berdebar-debar.
10. Ibu merasakan
kesedihan, kecemasan yang berlebihan
11. Ibu merasa kurang
diperhatikan oleh suami ataupun keluarga.
Etiologi
Ada beberapa hal yang menyebabkan post
partum blues, diantaranya :
1.
Lingkungan melahirkan yang dirasakan
kurang nyaman oleh si ibu.
2. Kurangnya
dukungan dari keluarga maupun suami.
3. Sejarah keluarga
atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
4. Hubungan sex yang
kurang menyenangkan setelah melahirkan.
5. Tidak
ada perhatian dari suami maupun keluarga.
6. Tidak mempunyai
pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja.
Misalnya
tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post
partum jikamereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru
saja mengalami peristiwa kehidupanyang menakan.Post partum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, kekurangangizi. Antara 8% sampai 12%
wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi
sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Ø Penatalaksanaan
Penatalaksanaan disini adalah cara mengatasi
gangguan psikologis pada nifas dengan post partum
blues. Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah ini yaitu :
Dengan
cara pendekatan komunikasi teraupetik.
Tujuan dari komunikasi
teraupetik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien
dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1.
Mendorong pasien mampu meredakan segala
ketegangan emosi.
2. Dapat memahami dirinya.
3. Dapat mendukung
tindakan konstruksi.
4. Peningkatan support
mental/dukungan keluarga dalam mengatasi gangguan psikologis yang berhubungan
dengan masa nifas dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase, sebagai berikut :
a.
Fase taking in yaitu periode ketergantungan
yang berlangsung pada hari pertama sampaihari kedua setelah melahirkan. Pada
saat itu focus perhatian ibu hanya pada dirinya sendiri, pengalaman selama
proses persalinan sering berulang-ulang diceritakannya. Hal ini membua
tcenderung ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b.
Fase taking hold yaitu periode yang
berlangsung antara 3-10 hari setelah persalinan. Padafase ini ibu merasa
khawatir akan ketidak mampuannya dan rasa tanggung
jawabnya dalammerawat bayi. Pada fase ini ibu karena saat ini merupakan
kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan
dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percayadiri.
c.
Fase letting go, merupakan
fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan
diri, merawatdiri dan bayinya sudah meningkat.
Ø
Pencegahan
Post partum blues dapat dicegah dengan cara :
1.
Anjurkan ibu untuk
merawat dirinya, yakinkan pada suami atau keluarga untuk selalu memperhatikan si ibu.
2. Menu makanan yang
seimbang.
3. Olah raga secara
teratur .
4. Mintalah bantuan
pada keluarga atau suami untuk merawat ibu dan bayinya.
5. Rencanakan acara keluar
bersama bayi berdua dengan suami.
3.
Post
partum psikosa
Adalah depresi yang terjadi pada minggu
pertama dalam 6 minggu setelah melahirkan.disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik
lainya , wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum
psikosa.
Ø Faktor penyebab
1. Faktor
sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik).
2. Faktor
obstetric dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi)
3. Karakter
personal seperti harga diri yang rendah
4. Perubahan
hormonal yang cepat
5. Ketidak
mampuan membina hubungan dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya
dukungan
6. Kehamilan
tidak diinginkan
7. Merasa
diisolasi
Ø Gejala
1. Curiga
yang berlebihan
2. Kebingungan
3. Sulit
konsentrasi
4. Pikiran
obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang)
Ø Pencegahan
1. Pelajari
diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi dan
psikosa postpartum, sehingga ibu dan keluarga sadar akan kondisi ini. Apabila terjadi, maka akan
segera mendapatkan penanganan yang tepat.
2. Tidur
dan makan yang cukup
Diet nutrisi penting untuk kesehatan, lakukan usaha
yang terbaik, dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya
penting dalam periode postpartum.
3. Beritahukan
perasaan ibu
Jangan takut untuk mengutarakan perasaan ibu dan
mengeskpresikan yang ibu inginkan dan butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika
mempunyai masalah, segera beritahukan
kepada orang dipercaya ataupun orang yang terdekat.
4. Olahraga
Merupakan kunci untuk mengurangi depresi postpartum ,
lakukan peregangan selama 15 menit
dengan berjalan kaki setiap hari,
sehingga membuat ibu menjadi lebih
rileks dan lebih menguasai emosional yang berlebihan.
5. Dukungan
dari keluarga dan orang – orang terdekat.
Dukungan dari orang terdekat dari mulai kehamilan,
persalinan dan postpartum sangat penting, yakinkan diri ibu bahwa keluarga
selalu berada disamping ibu setiap ada
kesulitan.
6. Persiapan
diri dengan baik
Persiapan sebelum persalinan sangat diperlukan,
ikutlah kelas hamil, baca buku – buku yang dibutuhkan.
7. Lakukan
perkerjaan rumah tangga
Perkerjaan rumah tangga sedikit banyak dapat
membantu ibu melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode
postpartum . kondisi anda yang belum
stabil, bisa ibu curahkan dengan cara memasak atau membersihkan rumah.
8. Dukungan
emosional
Minta dukungan
emosional diri keluarga dan lingkungan sehingga ibu dapat
mengatasi rasa frustasi atau stress. Ceritakan pada
mereka mengenai
perubahan yang ibu rasakan, sehingga ibu merasa
lebih baik dari sebelumnya.\
4. Serangan panik
Serangan panik merupakan rasa takut dan gugup yang datang tiba-tiba.
Serangan panik ini disertai keringat dan degup jantung yang semakin cepat.
Gejala-gejala inilah yang membedakan serangan panik dengan rasa takut
maupun gelisah. Penderita serangan panik butuh penanganan khusus agar dapat
mengontrol gejala dan memperkecil serangan panik di masa depan.
Berikut cara mengatasi serangan panik atau terapi yang bisa dicoba:
Berikut cara mengatasi serangan panik atau terapi yang bisa dicoba:
1. Psikoterapi sikap
yang dapat memicu perasaan cemas. Terapi ini juga bertujuan
untuk mengidentifikasi hal-hal tertentu yang mungkin menjadi pemicu
serangan rasa panik.
Tipe terapi konseling yang merujuk pada respons emosi dari penyakit mental. Para psikiater yang sudah terlatih biasanya akan mengajak pasien berbicara dengan pola dan strategi tertentu untuk dapat mengerti serta mengatasi penyakitnya.
Tipe terapi konseling yang merujuk pada respons emosi dari penyakit mental. Para psikiater yang sudah terlatih biasanya akan mengajak pasien berbicara dengan pola dan strategi tertentu untuk dapat mengerti serta mengatasi penyakitnya.
2. Terapi cognitive behavioral
Jenis psikoterapi ini
akan menolong pasien untuk dapat mengenali dan mengubah pola pikir.
3. Terapi obat-obatan
Biasanya menggunakan
obat-obatan antidepresi dan kadang jenis obat-obatan seperti beta
blockers yang dapat membantu gejala rasa cemas.
4. Teknik relaksasi
Misalnya pengaturan
pernafasan dan membayangkan hal positif.
Terapi-terapi
tersebut bisa membantu penderita serangan rasa panik, akan tetapi penderita
masih mungkin mengalami serangan panik di kemudian hari. Namun, jika
perawatan dan pengobatan dilakukan maksimal, para penderita serangan rasa
panik biasanya dapat mengatasi dan mengontrol serangan
berikutnya. Kuncinya adalah mengenali, mengakui, dan mengobati serangan
rasa panik demi kualitas hidup yang lebih baik.
Jika
serangan panik tidak ditangani, penderita bisa mengalami beberapa komplikasi
seperti:
1.
Menghentikan kegiatan yang dapat memicu serangan rasa panik sekalipun kegiatan
tersebut penting, sehingga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari.
2.
Terjadinya anticipatory anxiety di mana rasa cemas timbul hanya karena
berpikir mengenai kemungkinan mengalami serangan rasa panik.
3.
Terjadinya agoraphobia yaitu ketakutan yang membuat penderita cenderung
menghindari tempat umum dan ramai, sehingga penderita bisa saja menolak
meninggalkan rumahnya.
4.
Munculnya claustrophobia, yaitu ketakutan akan tempat sempit.
Kondisi
serangan panik bukanlah merupakan suatu kondisi yang dapat dicegah. Oleh karena
itu, hal yang dapat dilakukan adalah mengobati dan menekan kambuhnya
serangan panik dengan mengurangi konsumsi kafein pada kopi, teh, minuman
berkarbonat, dan cokelat. Penderita juga harus berhati-hati dalam meminum
obat dan menjalankan gaya hidup sehat. (PA)
5. Gangguan panik
(Panic Disorder)
Ø Merupakan serangan panik yang kambuh
Ø Tidak terduga
Ø Khawatir
Ø Perubahan prilaku
Ø Depresi
Ø Menarik diri penyeban tidak jelas
Faktor resiko
Ø Riwayat gangguan psikiatrik
Ø Masalah keluarga, stres
Ø Dukungan sosial kurang
Pengobatan untuk Panic Disorder
Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau antidepresan.
Beberapa obat yang paling efektif untuk pengobatan gangguan panik diklasifikasikan sebagai obat antidepresan. Ini termasuk antidepresan trisiklik dan serotonin reuptake inhibitor. Selain itu, benzodiazepin, yang obat anti ansietas, membantu beberapa orang. Obat antidepresan dan benzodiazepin menumpas gejala gangguan panik langsung, tetapi kebanyakan orang kambuh jika mereka menghentikan obat. Tingkat kambuh dapat sangat berkurang, jika terapi perilaku kognitif dikombinasikan dengan benzodiazepin atau antidepresan.
a. Antidepresan Tricylic
Tricylic antidepresan, seperti
imipramine, dapat mengurangi serangan panik pada kebanyakan pasien (Doyle &
Pollack, 2004). Salah satu neurotransmitter yang mungkin terlibat dalam
gangguan panik adalah norepenipherine. Antidepresan tricylic diperkirakan untuk
meningkatkan fungsi dari sistem norepinepherine, dan ini mungkin efektif dalam
mengobati panik. Obat ini juga dapat mempengaruhi tingkat dari sejumlah
neurotransmiters lainnya, termasuk serotonin, sehingga mempengaruhi tingkat
kecemasan. Efek samping yang mungkin termasuk penglihatan kabur, mulut kering,
kesulitan buang air kecil, sembelit, berat badan, dan disfungsi sexsual.
b. Selective serotonin reuptake inhibitor
Tipe lain dari obat yang
digunakan untuk mengobati orang dengan gangguan panik adalah selective
serotonin reuptake inhibitor (SSRI). Beberapa SSRI yang umum digunakan termasuk
Paxil, Prozac, Zoloft, dan Celexa. Obat ini meningkatkan tingkat fungsional
dari neurotransmitter serotonin di otak. Kemungkinan efek samping dari obat ini
termasuk gangguan pencernaan dan mudah tersinggung, insomia, mengantuk, tremor,
dan disfungsi seksual. Penelitian menunjukkan bahwa SSRI lebih efektif daripada
plasebo dan seefektif antidepresan trisiklik dalam mengurangi gejala kecemasan
akut (Culpepper, 2004; Doyle & Polack, 2004).
c. Benzodiazepin
Jenis ketiga obat yang digunakan
untuk mengobati gangguan panik adalah benzodiazepin, yang menekan sistem saraf
pusat dan berfungsi pengaruh di neropinephrine, GABA, dan sistem serotonin
neurotransmitter. Para benzodiazepin disetujui untuk mengobati panik alprazolam
dan clonazepam. Obat ini bekerja dengan cepat untuk mengurangi serangan panik
dan gejala umum kecemasan pada kebanyakan orang dengan gangguan panik
(Culpepper, 2004). Sayangnya, benzodiazepin memiliki tiga kelemahan utama.
Pertama, mereka secara fisik dan psikologis adiktif. Orang membangun toleransi
terhadap obat ini, sehingga mereka perlu meningkatkan dosis obat untuk
mendapatkan efek positif. Pada gilirannya, ketika mereka berhenti menggunakan
obat tersebut, mereka mengalami gejala penarikan yang sulit, termasuk
irritability, tremor, insomia, kecemasan, sensasi kesemutan, kejang dan
paranoia. Kedua, dapat mengganggu fungsi kognitif dan motorik. Kemampuan orang
untuk mengendarai atau untuk menghindari kecelakaan terganggu, dan kinerja
mereka dalam pekerjaan, di sekolah, dan di rumah. Gangguan ini bisa sangat
parah jika benzodiazepin yang dikombinasikan dengan alkohol.
Ketiga, sekitar setengah dari pasien mulai mengalami serangan panik lagi sesaat setelah penghentian pengobatan dengan obat-obatan, dan 90 persen pasien akhirnya kambuh dalam gangguan panik setelah menghentikan obat-obatan (Fyer et al., 1987; Spiegel, 1998).
Ketiga, sekitar setengah dari pasien mulai mengalami serangan panik lagi sesaat setelah penghentian pengobatan dengan obat-obatan, dan 90 persen pasien akhirnya kambuh dalam gangguan panik setelah menghentikan obat-obatan (Fyer et al., 1987; Spiegel, 1998).
Terapi untuk penderita Panic Disorder
1. Cognitive Behavioral Therapy
Terapi perilaku kognitif (CBT)
untuk semua gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik, melibatkan klien untuk
menghadapi situasi atau pikiran-pikiran yang membangkitkan kecemasan di dalamnya.
Confortation tampaknya membantu dalam dua cara: pikiran irasional tentang
situasi ini bisa ditantang dan diubah, dan perilaku cemas dapat dipadamkan.
Terapi perilaku kognitif setidaknya tampak sama efektif dalam menghilangkan
gangguan panik sebagai terapi obat, dan lebih efektif dalam mencegah kekambuhan
(Barlow dkk, 2000;. Clark et al, 1999;. Kernady et al, 2003.; Telch et al,
1993.). komponen untuk Ada beberapa intervensi perilaku kognitif.
1.
klien diajarkan relaksasi dan
latihan pernapasan. Latihan-latihan ini berguna dalam terapi untuk gangguan
kecemasan karena mereka memberikan klien beberapa kontrol atas sympoms mereka,
yang kemudian memungkinkan mereka untuk terlibat dalam komponen lain dari
terapi.
2.
panduan klinikus klien dalam mengidentifikasi kognisi casastrophizing yang
mereka miliki mengenai sensasi perubahan dalam tubuh. Klien dapat melakukan ini
dengan menjaga catatan harian dari pikiran-pikiran mereka tentang tubuh mereka
pada hari antara sesi terapi, khususnya ketika mereka mulai merasa mereka akan
panik.
3.
klien berlatih menggunakan relaksasi dan latihan pernapasan sementara
mengalami gejala panik dalam sesi terapi. Jika serangan panik terjadi selama
sesi, terapis melatih klien dalam penggunaan keterampilan relaksasi dan
pernapasan, menunjukkan cara-cara meningkatkan keterampilan mereka, dan
mencatat keberhasilan klien telah dalam menggunakan keterampilan ini untuk menghentikan
serangan.
4.
terapis mengajarkan klien untuk menantang pikiran-pikiran mereka untuk
menggunakan teknik-teknik kognitif. Terapis dapat membantu klien menafsirkan
sensasi tubuh secara akurat. Kelima, terapis menggunakan terapi desensitisasi
sistematis untuk mengekspos klien secara bertahap untuk situasi mereka paling
takut sambil membantu mereka mempertahankan kontrol atas gejala kepanikan
mereka. Klien dan terapis menyusun daftar merangsang situasi panik, dari yang
paling mengancam untuk paling tidak mengancam. Kemudian, setelah belajar
keterampilan relaksasi dan pernapasan dan mungkin mendapatkan beberapa kontrol
atas gejala panik diinduksi selama sesi terapi, klien mulai untuk mengekspos
dirinya sendiri untuk situasi panik merangsang, dimulai dengan sedikit
mengancam.
6. Kesedihan dan duka cita
Dalam bahasan kali ini, gunakan
istilah “berduka”, yang diartikan sebagai respon psikologis terhadap
kehilangan. Proses berduka sangat bervariasi, tergantung dari apa yang hilang,
serta persepsi dan keterlibatan individu terhadap apa pun yang hilang.
“kehilangan” dapat memiliki makna, mulai dari pembatalan kegiatan (piknik,
perjalanan atau pesta) sampai kematian orang yang dicintai. Seberapa berat
kehilangan tergantung dari persepsi individu yang menderita kehilangan. Derajat
kehilangan pada individu direfleksikan dalam respon terhadap kehilangan.
Contohnya, kematian dapat menimbulkan respon berduka yang ringan sampai berat,
bergantung pada hubungan dan keterlibatan individu dengan orang yang meninggal.
Kehilangan maternitas termasuk hal yang dialami oleh wanita yang mengalami
infertilitas (wanita yang tidak mampu hamil atau yang tidak mampu
mempertahankan kehamilannya), yang mendapatkan bayinya hidup, tapi kemudian
kehilangan harapan (prematuritas atau kecacatan congenital), dan kehilangan
yang dibahas sebagai penyebab post partum blues (kehilangan keintiman internal
dengan bayinya dan hilangnya perhatian). Kehilangan lain yang penting, tapi
sering dilupakan adalah perubahan hubungan eksklusif antara suami dan istri
menjadi kelompok tiga orang, yaitu ayah, ibu, dan anak.
Dalam
hal ini berduka dibagi menjadi 3 tahap, antara lain :
1.
Tahap Syok
Tahap ini merupakan tahap awal dari
kehilangan. Manifestasi perilaku meliputi penyangkalan, ketidakpercayaan,
marah, jengkel, ketakutan, kecemasan, rasa bersalah, kekosongan, kesendirian,
kesedihan, isolasi, mati rasa, menangis, introversi (memikirkan dirinya
sendiri), tidak rasional, bermusuhan, kebencian, kegetiran, kewaspadaan akut,
kurang inisiatif, bermusuhan, mengasingkan diri, berkhianat, frustasi, dan
kurang konsentrasi. Manifestasi fisik meliputi gelombang distress somatic yang
berlangsung selama 20-60 menit, menghela nafas panjang, penurunan berat badan,
anoreksia, tidur tidak tenang, keletihan, penampilan kurus dan tampak lesu,
rasa penuh ditenggorokan, tersedak, napas pendek, mengeluh tersiksa karena
nyeri didada, gemetaran internal, kelemahan umum, dan kelemahan pada tungkai.
2.
Tahap Penderitaan (fase realitas)
Penerimaan terhadap fakta kehilangan
dan upaya penyesuaian terhadap realitas yang harus ia lakukan terjadi selama
periode ini. Contohnya, orang yang berduka akan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya tanpa kehadiran orang yang disayanginya. Dalam tahap ini, ia akan
selalu terkenang dengan orang yang dicintai sehingga kadang akan muncul
perasaan marah, rasa bersalah,dan takut. Nyeri karena kehilangan akan dirasakan
secara menyeluruh, dalam realitas yang memanjang dan dalam ingatan setiap
hari. Menangis adalah salah satu pelepasan emosi yang umum. Selama masa ini,
kehidupan orang yang berduka akan terus berlanjut. Saat individu terus
melanjutkan tugasnya untuk berduka, dominasi kehilangannya secara bertahap
berubah menjadi kecemasan terhadap masa depan.
3.
Tahap resolusi (fase menentukan hubungan yang bermakna)
Selama periode ini, orang yang
berduka menerima kehilangan, penyesuaian telah komplit, dan individu kembali
pada fungsinya secara penuh. Kemajuan ini berhasil karena adanya penanaman
kembali emosiseseorang pada hubungan lain yang lebih bermakna. Penanaman
kembali emosi tidak berarti bahwa posisi orang yang hilang telang tergantikan,
tetapi berarti bahwa individu lebih mampu dalam menanamkan dan membentuk
hubungan lain yang lebih bermakna dengan resolusi, serta perilaku orang
tersebut telah kembali menjadi pilihan yang bebas, mengingatkan selama
menderita perilaku ditentukan oleh nilai-nilai sosial atau kegelisahan
internal.
Bidan dapat membantu orang tua untuk
melalui proses berduka, sekaligus memfasilitasi pelekatan mereka dan anak yang
tidak sempurna dengan menyediakan lingkungan yang aman, nyaman, mendengarkan,
sabar, memfasilitasi ventilasi perasaan negatif mereka dan permusuhan, serta
penolakan mereka terhadap bayinya.
Saudara kandung dirumah juga harus
diberitahu mengenai kehilangan sehingga mereka mendapatkan penjelasan yang
jujur terhadap perilaku dari orang tua. Jika tidak, mereka mungkin akan membayangkan
bahwa mereka lah penyebab masalah yang mengerikan dan tidak diketahui tersebut.
Saudara kandung perlu diyakinkan kembali bahwa apapun yang terjadi bukan
kesalahan mereka dan bahwa mereka tetap penting, dicintai, dan dirawat.
Ø PERAN BIDAN
Tanggung jawab utama bidan adalah
membagi informasi tersebut dengan orang tua. Keluarga dapat segera merasakan
jika sesuatu tidak berjalan baik. Pada peristiwa kematian, ibu tidak
mendengarkan suara bayi dan ibu mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
sebanyak mungkin dari bidan pada saat itu juga. Kejujuran dan realitas akan
jauh lebih baik menghibur dari pada keyakinan yang palsu atau kerahasiaan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gelaja-gejala
psikiatrik, demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, ada pula ibu
yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak
berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak
mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri
menjadi seorang ibu.
Penting sekali sebagi bidan untuk
mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai
apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi
atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum terjadi.
B.
Saran
Meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan dalam penanganan kasus ibu yang mengalami perubahan
psikologis pada masa nifas.
DAFTAR PUSTAKA
http://vitachuaby.blogspot.com/2011/02/makalah-nifas.html
Maryunani anik, (1998).asuhan pada ibu dalam masa nifas jakarta:penerbit:Trans Info Media
Jakarta
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar