BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadiakibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada faseawal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8–10 bayi
dari 1000 kelahiran hidup dan30 % diantaranya telah memberikan gejala pada mingggu-minggu pertama
kehidupan.Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik,
50%kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan.
Menurut American
Heart Association, sekitar 35.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan beberapa
jenisdefek jantung bawaan. PJB bertanggung
jawab terhadap lebih banyak kematian pada kehidupan tahun pertama
bayi dari pada defek congenital lain. Sedangkan diAmerika Utara dan
Eropa, PJB terjadi pada 0,8% populasi, membuat PJB menjadi keriteri a
yang paling banyak dalam malformasi struktur kongenital.
Di negara maju hampir semua jenis
PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang berat mungkin telah meninggal
sebelum terdeteksi.
Sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat
diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan.Untuk memperbaiki
pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelyanan kardiologi
anak yang adekuat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB dan pengetahuan
saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang pertamakali berhadapan
dengan pasien.
Mengurang insiden terjadinya PJB dapat
dilakukan oleh pihak,keluarga,terutama ibu dan tenaga kesehatan.peran perawat
akan sangat di nantikan dalam upaya pencegahan,health education tentang
pentingnya kesehatan pada ibu hamilmenjadi faktor utama untuk menghindari
terjadinya penyakit ini.
B.Tujuan
1.Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan kebidanan pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang asuhan kebidanan pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
2.Tujuan Khusus
a.Menjelaskan tentang konsep medis penyakit jantung bawaan.
a.Menjelaskan tentang konsep medis penyakit jantung bawaan.
b. Menjelaskan tentang konsep kebidanan pada
penyakit jantung bawaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Jantung
Bawaan
1. Definisi
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap, jadi kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital
atau bawaan adalah kelainan jantung atau malformasi yang muncul saat kelahiran,
selain itu kelainan jantung kongenital merupakan kelainan anatomi jantung yang
dibawa sejak dalam kandungan sampai dengan lahir Kebanyakan kelainan jantung
kongenital meliputi malformasi struktur di dalam jantung maupun pembuluh darah
besar, baik yang meninggalkan maupun yang bermuara pada jantung (Nelson, 2000).
Kelainan ini merupakan kelainan bawaan tersering pada anak, sekitar 8-10 dari
1.000 kelahiran hidup.
Kelainan jantung bawaan ini tidak selalu
memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut baru
ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah
pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja ringan sehingga
tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini
begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir.
Dengan kecanggihan
teknologi kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan
kelainan jantung kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah,
2005).Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan
ruang-ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau
kesalahan penghubungan antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam
diagnosa PJB, perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem
kardiovaskuler pada masa neonatus.
Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan
pada lidah, gusi, dan mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral,
terutama terjadi saat minum atau menangis), penurunan
perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat disertai
distres nafas), dan
takipneu > 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau
minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan
paru, bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital
beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80% meninggal dalam
tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan ½ dalam 1-2
bulan (Prawirohardjo, 1999).
2. Anatomi Jantung
Jantung manusia terdiri
dari dua sisi yang terbagi dalam empat ruangan. Sisi jantung kanan berfungsi
memompa darah kotor dari tubuh ke paru, tempat darah mendapatkan kembali zat
asam. Darah kaya zat asam ini akan kembali ke sisi jantung kiri, kemudian dipompakan
ke seluruh tubuh. Agar proses berjalan baik diperlukan kesempurnaan dari lima
komponen berikut.
Pembuluh darah vena yang
mengangkut darah kembali ke jantung dari tubuh dan paru, serambi jantung yang
menampung darah yang kembali ke jantung, bilik jantung yang memompa darah ke
luar dari jantung ke paru dan tubuh, keempat katup jantung yang mengatur arah
aliran darah, serta pembuluh darah aorta (mengangkut darah berkadar tinggi zat
asam dari bilik jantung kiri ke seluruh tubuh), dan pembuluh darah paru
(mengangkut darah kotor dari bilik jantung kanan ke paru) (Nelson, 2000).
Kelainan yang dapat terjadi
di antaranya kelainan pada sekat antara serambi atau bilik jantung sehingga
menyebabkan percampuran darah sisi jantung kanan dan kiri, penyumbatan atau tertutupnya
salah satu katup jantung sehingga terjadi obstruksi aliran darah, kebocoran
dari salah satu katup jantung sehingga terjadi pengaliran balik darah ke
ruangan asal, hubungan tidak normal antara vena, jantung, dan pembuluh darah
besar jantung sehingga menyebabkan arah aliran darah ke tempat yang salah,
serta penyumbatan baik pada vena yang bermuara ke jantung atau pembuluh darah
besar yang meninggalkan jantung sehingga menurunkan aliran darah.
Kelainan otot jantung juga
ada yang kongenital, bisa melemahkan otot jantung hingga terjadi gagal jantung.
Jenis kelainan jantung kongenital terbanyak adalah bocornya, baik sekat serambi
maupun bilik jantung, transposisi pembuluh darah besar dan tetap terbukanya
saluran penghubung antara aorta dan pembuluh darah paru (Latief, 2005).
3.patofisiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekana darah tinggi ke daerah yag bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan.
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekana darah tinggi ke daerah yag bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan.
Sistem sirkulasi paru
mempunyain tahanan yang rendah sedangkan
system sirkulasi sistemik mempunyai tahanan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-ronga
jantung yang bertekanan tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan
rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke
rongga jantung yang bertekanan rendah.Sebagai contoh adanya defek pada sekat
ventrikel,maka akan terjadi aliran darah dari vertikel kiri ke ventrikel
kanan.kejadian ini disebut piran (shunt) kiri kekanan.
Sebaliknya pada obstruksi
arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan
lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel
kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut ke ventrikel
kiri yang kaya akan oksigen,keadaan ini disebut dengan pirau (shunt) kanan ke
kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis.
Kelainan jantung bawaan pada
umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
a.peningkatan kerja jantug,dengan gejala : kardiomegali,hipertrofi,thakikardia
b.curah jantung yang rendah,dengan gejejala : ganggun pertumbuhan,intoleransi terhadap beraktifitas.
c.hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
d. penurunan saturasi oksigen arteri dengan gejala : polisitemia,asidosis,sianosis.
a.peningkatan kerja jantug,dengan gejala : kardiomegali,hipertrofi,thakikardia
b.curah jantung yang rendah,dengan gejejala : ganggun pertumbuhan,intoleransi terhadap beraktifitas.
c.hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipnea
d. penurunan saturasi oksigen arteri dengan gejala : polisitemia,asidosis,sianosis.
4. Penyebab Kelainan Jantung Kongenital
Dalam banyak kasus, sesuatu
yang tidak beres dalam perkembangan awal janin. Beberapa kondisi jantung rusak
karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak mengerti mengapa jantung bayi
tidak berkembang normal (Britis heart foundation, 2009).
Di Indonesia diperkirakan
sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan (PJB) setiap tahun
dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu tahun. Pada garis
besar, kelainan yang nampak pada bayi
saat dilahirkan dapat berupa biru atau tidak biru. Sering kali bayi menunjukkan
gejala gagal tumbuh kembang, ataupun sakit saluran pernafasan berulang.
Sebagian besar kasus tidak diketahui penyebabnya dan multifaktorial.
Faktor-faktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi virus rubella (German
rubella) pada masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada sindroma down, ataupun
karena obat-obatan yang dimakan selama hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa
saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada anak tertentu,
efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat ditegakkan
bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang
diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat
ditolong dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan
jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a.
Eksogen(Luar) :
Infeksi rubella atau penyakit virus
lain, obat-obat yang diminum ibu (misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya
yang dialami ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan
jantung kongenital. Diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada kehamilan
bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya
kelainan jantung dalam masa tersebut.
b.
Endogen (Dalam) :
Faktor genetik/kromosom memegang peranan
kecil dalam terjadinya kelainan jantung congenital (Prawirohardjo,
1999).Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka
kelainan yang disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada
embrio. Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah
tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya.
Faktor tersebut adalah:
1)
Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan
kedua kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama
kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan
mungkin obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2)
Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja,
sedangkan kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa
keluarga mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada
anggota keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan
sistem sirkulasi pada saat lahir terjadi saat tangisan pertama. Ketika
itulah terjadi proses masuknya oksigen yang pertama kali ke dalam paru.
Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta penurunan tahanan
ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga terjadi
vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri
pulmonalis. Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta
peningkatan saturasi oksigen sistemik.
Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan
aliran darah ke paru secara progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan di atrium kiri sampai melebihi tekanan atrium kanan. Kondisi ini
mengakibatkan penutupan foramen ovale juga peningkatan tekanan
ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem arteri
sistemik.
Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan
perubahan sintesis serta metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan
kontraksi awal dan penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang
mengakibatkan berlanjutnya penurunan tahanan arteri pulmonalis.
Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal
dari duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi
penutupanduktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam
postnatal. Kemudian disusul proses trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis
setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya terjadi penutupan secara anatomis.
Pada neonatus prematur, mekanisme penutupanduktus arteriosus ini
terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan
peningkatan tahanan vaskuler sistemik, terhentinya aliran darah dan penurunan
tekanan darah di vena cava inferior serta penutupan duktus venosus,
sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di bawah tekanan atrium
kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan
demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis.
Peristiwa ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima
beban tekanan lebih besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik.
Sebaliknya ventrikel kanan mengalami penipisan
akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis yang
mengalami penurunan ke angka normal. Penutupan duktus venosus, duktus
arteriosus, dan foramen ovale diawali penutupan secara fungsional
kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan jaringan fibrous yang
mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap terbukanya duktus
venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap total
anomalous pulmonary venous connection di bawah diafragma.
Tetap terbukanya foramen ovale pada
waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan
obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada
waktu lahir mengakibatkan masking effectterhadap semua PJB dengan ductus
dependent sistemic dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy,
2007).
5. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
EKG menunjukkan gambaran normal sampai ada
kalainan.
a)
Hipertrofi ventrikel kiri dan Abnormalitas atrium kiri
didapatkan pada penderita dengan defek sedang.
b)
Pada VSD dengan defek besar didapatkan adanya hipertofi
ventrikel kiri maupun kanan dengan atau tanpa abnormalitas atrium kiri.
c)
Pada sindroma Eisenmenger didapatkan gambaran
hipertropfi ventnikel kanan dengan atau tanpa hipertrofi ventrikel kiri.
2. Foto Thoraks
Kardiomegali dengan gambaran adanya
pembesaran Atrium kiri, venrikel kiri, kadang-kadang ventrikel kanan, arteri
pulmonalis yang prominen serta peningkatan vaskularisasi paru berkorelasi
langsung dengan besarnya pirau.
3. Ekhokadiografi
Pemeriksaan two -dimeflsiOflal dan doppler
echocardlogrphy dapat mengidentifikasi besar dan lokasi defek, meinperkirakan
besarnya tekanan arteri pulmonalis, juga mengidentifikasi kelainafl lain yang
rnenyertai serta mengestifliasi besarnya pirau.
4. Kateterisasi Jantung
a)
Terdapat peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan
serta peningkatan tekanan di atrim kin, ventrikel kin maupun arteri pulmonalis
pada VSD yang sedang dan berat.
b)
Menentukan rasio aliran darab ke paru dan sistemik (Qp/Qs
) seda menentukan raslo tahanan paru dan sistemik (RpiRs) ,nilai tensebijt
kemudian dipakal sebagal pedoman indikasi dan kontraindikasi penutupan defek.
c)
jika tekanan di arteri pulmonalis sangat meningkat, tes
dengan pembenian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.
d)
Angiogram pada ventnikel kin untuk melihat jumlah dan
lokasi dan defek, sedangkan aortografi untuk menentukan adanya kemungkinan
regurgitasi oleh karena prolaps katub aorta.
6. Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinis kelainan
jantung kongenital sangat bervariasi, tergantung macam kelainannya. Kelainan
yang menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau percampuran darah berkadar
tinggi zat asam dengan darah kotor dapat menimbulkan sianosis, ditandai oleh
kebiruan di kulit, kuku jari, bibir, dan lidah. Ini karena tubuh tidak
mendapatkan zat asam memadai akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernapasan
si anak akan lebih cepat dan nafsu makan berkurang. Daya toleransi gerak yang
rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua.
Kelainan yang dapat
menyebabkan sianosis atau kebiruan adalah penyumbatan katup pulmonal (antara
bilik jantung kanan dan pembuluh darah paru) yang mengurangi aliran darah ke
paru, tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh darah paru) yang
menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan ke paru, tetralogi fallot
(kelainan yang ditandai oleh bocornya sekat bilik jantung, pembesaran bilik
jantung kanan, penyempitan katup pulmonal dan transposisi aorta), serta
tertutupnya katup trikuspidal (terletak antara serambi dan bilik jantung kanan)
yang menghambat aliran darah dari serambi ke bilik jantung kanan.
Selain itu, gejala kebiruan
juga bisa muncul jika terjadi transposisi pembuluh darah besar, gangguan
pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan sisi
jantung kiri, serta kelainan akibat salah bermuaranya keempat vena paru yang
seharusnya ke serambi jantung kiri (Nelson, 2002).
Beberapa jenis kelainan
jantung kongenital juga dapat menyebabkan gagal jantung. Kelainan ini
menyebabkan terjadinya aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung
kanan yang secara progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal
jantung berupa menurut Sudarti dan Endang (2010) adalah sebagai berikut:
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusui
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
1. Napas cepat
2. Sulit makan dan menyusui
3. Berat badan rendah
4. Infeksi pernapasan berulang
5. Toleransi gerak badan yang rendah
Termasuk dalam kelainan ini
adalah bocornya sekat serambi atau bilik jantung, menetapnya saluran penghubung
antara aorta dan pembuluh darah paru yang seharusnya tertutup setelah lahir,
gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah yang berhubungan dengan
sisi jantung kiri, bocornya sekat antara serambi dan bilik jantung serta
kelainan katup jantung, gagalnya pemisahan pembuluh darah besar jantung, serta
terputusnya segmen aorta.
Penyempitan katup jantung dan pembuluh darah
besar kadang kala hanya menimbulkan gejala ringan.Gejala gagal jantung baru
terlihat jika terjadi peningkatan beban jantung (Nelson, 2010).Derajat PJB yang
berat pada umumnya menunjukkan gejala pada umur 6 bulan pertama dan sering juga
pada masa neonatus.Beraneka ragam manifestasi klinis dapat ditimbulkan.
Namun ada empat hal gejala
yang paling sering ditemukan pada neonatus dengan PJB, yaitu:
a. Sianosis adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus.
Sekali dinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau kejadian-kejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea
Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak teraba.
a. Sianosis adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus.
Sekali dinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paru-paru, serebral atau metabolik atau kejadian-kejadian perinatal, maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat walaupun tanpa bising jantung.
b. Takipnea
Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau PatentDuctus Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali total aliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan akibat gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/tidak teraba.
c. Frekuensi
jantung abnormal: takikardia atau bradikardia
d. Bising
jantung (Irwanto, 2008).
7. Penggolongan penyakit
jantung bawaan dan Penanganannya
Kelaianan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan banyak sekali jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelaian pada penyakit jantung bawaan, semuanya mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh (Cyntia, 2010).
Kelaianan yang termasuk dalam penyakit jantung bawaan banyak sekali jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelaian pada penyakit jantung bawaan, semuanya mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian tubuh (Cyntia, 2010).
Sebagian besar cacat jantung
baik menghambat aliran darah di jantung atau pembuluh dekat, atau menyebabkan
darah mengalir melalui hati dalam pola abnormal. Jarang terjadi cacat di mana
hanya satu ventrikel (ventrikel tunggal) hadir, atau kedua arteri paru-paru dan
aorta timbul dari ventrikel yang sama (ventrikel outlet ganda). Sebuah cacat
jarang ketiga terjadi ketika kanan atau sisi kiri jantung tidak lengkap
terbentuk – hipoplasia jantung (American Health Association, 2010).
Beberapa jenis penyakit jantung bawaan yang
banyak diderita adalah sebagai berikut:
1.
PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah, misalnya defek septum ventrikel(DSV), defek septum atrium (DSA), dan
duktus arterio sus persisten(DAP).
2.
PJB non-sianotik dengan vaskularisasi paru
normal. Pada golongan ini termasuk stenosis aorta (SA), stenosis pulmonal (SP),
dan koarktasio aorta.
3.
PJB sianotik dengan vaskularisasi paru
berkurang. Pada golongan ini yang paling banyak adalah tetralogi fallot(TF).
PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah; misalnya transposisi arteri besar (TAB).
PJB sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah; misalnya transposisi arteri besar (TAB).
Hipoksia janin juga dapat
menjadi penyebab terjadinya PJB, yakni duktus arteriosus persisten. Angka
kejadian PJB baik negara maju maupun di negara berkembang hampir sama, yakni
sekitar 6 sampai 10 per 1000 kehamilan hidup, atau rata-rata 8 per 1000
kelahiran hidup (Maryunani, 2002).
1.
PJB Non-Sisnotik Dengan
Vaskularisasi Paru Bertambah.
Termasuk dalam kelompok ini
adalah defek septum ventrikel (DSV), defek septum atrium (DSA), dan duktus
arteriosus persisten (DAP), terdapatnya defek pada septu ventrkel,
atrium, atau duktus yang tetap terbuka menyebabkan adanya pirau (kebocoran)
darah dari kiri ke kanan karena tekanan jantung di bagian kiri lebih tinggi
daripada di bagian kanan (Arie dan Kristiyanasari, 2009).
a) Defek
Septum Ventrikel
Defek septum ventrikel (DSV) terjadi bila
sekat (septum) ventrikel tidak terbentuk sempurna. Akibatnya darah dari bilik
kori mengalir ke bilik kanan pada saat sistole. Besarnya defek bervariasi dari
hanya beberapa mm sampai beberapa cm. Pada defek besar dengan resistensi
vaskular paru meninggi tekanan bilik kanan akan sama dengan bilik kiri sehingga
pirau kiri ke kanan hanya sedikit. Bila makin besar defek dan makin tinggi
tekanan bilik kanan akan terjadi pirau kanan kekiri berkurangnya darah yang
beredar kedalam tubuh menyebabkan pertumbuhan anak terhambat.
Aliran darah ke paru juga
bertambah yang menyebabkan anak sering menderita infeksi saluran pernafasan.
Pada DSV kecil pertumbuhan anak tidak terganggu sedangkan pada DSV besar dapat
terjadi gagal jantung dini yang memerlukan pengobatan medis yang intensif atau
bahkan oprasi.DSV kecil, defek berdiameter sekitar 1-5 mm. pertumbuhan anak
normal walapun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernpasan.
DSV kecil tidak memerlukan
tindakan bedah karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik, dan resiko oprasi
lebih besar dari pada resiko terjadinya endokarditis. Anak dengan DSV
kecil mempunyai prognosis baik, dan dapat hidup normal. Tidak diperlukan
pengobatan. Bahaya yang mungkin timbul adalah endokarditis infektif. Oprasi
penutupan dapat dilakukan bila dikehendaki orang tua.
Pasien dengan DSV kecil
diperlukan seperti anak normal dengan pengecualian bahwa kepada pasien harus
diberikan pencegaan terhadap endokarditis.DVS besar/sangat besar, diameter
DVS lebih dari setengah ostium aorta. Tekanan ventrikel kanan biasanya
meninggi. Curah sekuncup jantung kanan sering lebih dari 2 kali curah sekuncup
jantung kiri (Maryunani, 2002).
b)
Gambaran Klinis
Pada pemeriksaan selain
didapatkan pertumbuhan terhambat, anak terlihat pucat, banyak keringat
bercucuran, ujng-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah, sering terlihat
penonjolan pada dada kiri, tanda yang menonjol ialah napas pendek dan retaksi
pada jugulum, sela intrakosatal dan regio epigastrium. Pada anak yang kurus
terlihat impuls jantung yang hiperdinamik (Maryunani, 2002).
c)
Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan DSV besar
perlu pertolongan dengan obat-obatan untuk mengatasi gagal jantung. Biasanya
diberikan digoksin dan diuretik, misalnya Lasix. Bila obat dapat memperbaii
keadaan, yang dilihat dengan membaliknya pernapasan dan pertambahan berat
badan, maka oprasi dapat ditunda sampai usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat
menolong karena tanpa tindakan tersebut harapan hidup berkurang. Oprasi bila perlu
dilakukan pada umur muda jika pengobatan medis untuk mengatasi gagal jantung tidak
berhasil (Maryunani, 2002).
d)
Penatalaksaan
Pasien DSV baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran napas, karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal jantung, resiko terjadi infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangunan rasa aman dan nyaman, kurangnya penhetahuan orang tua mengenai penyakit.Bahaya terjadinya gagal jantung.
Pasien DSV baru dirawat di rumah sakit bila sedang mendapat infeksi saluran napas, karena biasanya sangat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat payah. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadinya gagal jantung, resiko terjadi infeksi saluran napas, kebutuhan nutrisi, gangunan rasa aman dan nyaman, kurangnya penhetahuan orang tua mengenai penyakit.Bahaya terjadinya gagal jantung.
Dengan adanya pirau dari
kiri ke kanan darah yang mengalir ke balik kanan menjadi lebih banyak. Ini
berarti beban arteri pulmonalis dan otot bilik kanan yang ototnya tidak setebal
bilik kiri akan menjadi lebih berat dab akibatnya akan terjadi gagl jantung.
Bayi memerlukan perawatan yang baik dan pengawasan medis teratur agar bila
terjadi suatu lekas dapat diambil tindakan karena itu bayi harus secara teratur
kontrol di bagian kardiologi atau dokter yang menanganinya.Resiko terjadi
infeksi saluran pernapasan. Gejala infeksi adalah demam, batuk dan
napas pendek-pendek, bayi sukar jika diberi minum atau makan. Keadaan ini
biasanya mendorong orang tua untuk membawa anaknya berobat.
Dalam
perawatan perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Ø Ruangan
harus cukup ventilasi, tetapi tidak boleh terlalu dingin.
Ø Baringkan
dengan kepala lebih tinggi (semi-fowler)
Ø Jika
bsanyak lendir baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberi ganjal di
bawah bahunya (untuk memudahkan lendir keluar.
Ø Sering isap lendeirnya; bila terlihat banyak
lendir di dalam mulut, bila akan memberi minum, atau bila akan mengubah sikap
berbaringnya.
Ø berbaringnya
setiap 2 jam, lap dengan air hangat bagian yang bekas tertekan dan diberi
bedak.
Ø Bila
dispena sekali berikan O2 2-4 per menit. Lebih baik periksa astrup dahulu untuk
menentukan kebutuhan O2 yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan. Mungkin perlu
korelasi asidosis.
Ø Observasi
tanda vital, terutama pernapasan, suhu dan nadi, catat dalam catatan perawatan.
Ø Kebutuhan nutrisi
Karena bayi susah makan/minum susu
maka masukan nutrisi tidak mencukupi kebutuhannya untuk pertumbuhan. Kecukupan
makanan sangat diperlukan untuk mempertahankan kesehatan bayi sebelum oprasi.
Makanan bayi yang terbaik adalah ASI, bila tidak ada ASI diganti dengan susu
formula yang cocok. Berikan makanan tambahan sesuai denga umurnya.
Ø Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman sama dengan
pasien lain.Yang perlu lebih diperhatikan, hindarkan pasien kedinginan terutama
malam hari atau pada saat udara dingin. Perawatan untuk mempertahankan
kenyamanan pasien DSV:
·
Baringkan semi-fowler untuk menghindari isi
rongga perut mendesak paru.
·
Berikan O2 sesuai
dengan keadaan sianosisnya (rumat 1-2L/menit). Jika sianosis sekali dapat
sampai 4 L. Bila O2 diperlukan lebih dari 24
jam, kateter harus dipindahkan kelubang hidung lain dengan dibersihkan lebih
dahulu. O2 harus melalui pelembab.
·
Ubah posisi tidur setiap 2-3 jam, dan lap
tubuhnya supaya kering (pasien biasanya banyak keringat) kemudian dibedaki;
hati-hati debu bedak yang terhirup menyebabkan pasien batuk. Alas tempat tidur
harus kering dan licin.
·
Selimuti pasien agar tidak kedinginan,
tetapi tidak boleh mengganggu pernafasannya(terlalu berat di dada)
pakaikan kaos kaki. Jangan pakai gurita.
·
Hati-hati jika mengisap lendir, jangan
mundurkan kateter.
·
Jika bekas infus terjadi hematoma, oleskan
jel tarombophob atau kompres dengan alkohol. Hindari infeksi dengan bekerja
secara aseptik.
·
Jika
orang tua tidak menunggui harus lebih diperhatikan,ajaklah berbicara walaupun
pasiennya seorang bayi.
Ø Kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Orang tua pasien perlu diberitahu bahwa
pengobatan anaknya hanya dengan jalan oprasi. Selama oprasi belum dilakukan
anak akan selalu menderita infeksi saluran pernapasan berkurang sedangkan untuk
oprasi diperlukan kesehatan tubuh yang baik (Maryunani, 2002).
b.Defek
Septum Atrium
1. Defek
sinus venosus dan defek vena kava superior
2. Defek fosa ovalis atau disebut DSA sekundum
3. Defek septum atrium primum
2. Defek fosa ovalis atau disebut DSA sekundum
3. Defek septum atrium primum
1)
Gambaran Klinis
Secara klinik ketiga jenis
defek tersebut serupa. Biasanya anak dengan DSA tidak terlihat menderita
kelainan jantung karena pertumbuhan dan perkembangannya biasa seperti anak lain
yang tidak ada kelainan. Hanya pada pirau kiri ke kanan yang sangat besar pada
stres anak cepat lelah dan mengeluh dispnea, dan sering memdapat infeksi
saluran napas. Pada pemeriksaaan palpasi terdapat kelainan ventrikel kanan
hiperdinamik di parasternal kiri. Pada pemeriksaan auskltasi, foto toraks EKG
dapat lebih jelas adanya kelainan DSA ini. Diagnosis dipastikan dengan
pemeriksaaan ekokardiografi.
2)
Penatalaksaaan Medik
DSA kecil tidak perlu
oprasi karena tidak memnyebabkan gangguan hemodinamik atau bahaya (Maryunani,
2002).
c.
Duktus Arteriosus Presisten
1)
Pengertian
Pada masa janin duktus
arteriosus diperlukan untuk mengalirkan darah dari a. piulmonalis ke aorta
(paru janin belum berfungsi, sesehingga hanya memerlukan sedikit darah;
karenanya, sebagian besar darah dari a. pulmonalis dialirkan ke aorta
melalui duktus asteriosus).
Setelah bayi lahir, duktus ini menutup. DAP
terjadi bila duktus tidak menutup setelah bayi lahir, penyebab DAP
bermacam-macam, antara lain infeksi rubela pada ibu, dan prematuritas.
2)
Gambaran Klinis
DAP kecil kelainan biasanya ditemukan secara terduga karena anak tanpa keluhan; pertumbuhannya dan perkembangannya ana normal. Pada DAP sedang dan besar sering terjadi infeksi saluran napas berulang serta anak lekas lelah. Anak tampak kurus, bahkan dapat kurang gizi berat bila terjadi gagaj jantung yang lama.
Pada DAP besar, teraba aktivitas kiri bertambah, sering teraba getaran bising di sela iga kedua kiri. Tanda khas denyut nadi berupa pulsus seler yakni nadi teraba kuat. Pengukuran tekanan darah menunjukkan perbedaan tekanan sistolik dan diastolik (tekanan nadi) yang lebar. Ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistole maupun diastole. Pada dan diastole dapat kelainan berupa bising khas pada DAP, yakni bising sistolik dan diastolik, yang tersebut bising kontinu (continuous murmur) atau mechinery murmur di sela iga kedua kiri.
DAP kecil kelainan biasanya ditemukan secara terduga karena anak tanpa keluhan; pertumbuhannya dan perkembangannya ana normal. Pada DAP sedang dan besar sering terjadi infeksi saluran napas berulang serta anak lekas lelah. Anak tampak kurus, bahkan dapat kurang gizi berat bila terjadi gagaj jantung yang lama.
Pada DAP besar, teraba aktivitas kiri bertambah, sering teraba getaran bising di sela iga kedua kiri. Tanda khas denyut nadi berupa pulsus seler yakni nadi teraba kuat. Pengukuran tekanan darah menunjukkan perbedaan tekanan sistolik dan diastolik (tekanan nadi) yang lebar. Ini terjadi akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistole maupun diastole. Pada dan diastole dapat kelainan berupa bising khas pada DAP, yakni bising sistolik dan diastolik, yang tersebut bising kontinu (continuous murmur) atau mechinery murmur di sela iga kedua kiri.
3)
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan definitif untuk DAP adalah pembedahan. DAP kecil dapat dioprasi kapan saja dikehendaki. Pada DAP besar dapat diberikan digoksin dan diuretik untuk mengurangi gagal jantung, meski sering tidak menolong. Oprasi dilakukan pada masa bayi bila gejala beraat. Pada bayi prematur DAP dapat ditutup dengan obat anti prostaglandin, misalnya indometasin yang harus diberikan sedini mungkin (usia < 1 minggu).
Pengobatan definitif untuk DAP adalah pembedahan. DAP kecil dapat dioprasi kapan saja dikehendaki. Pada DAP besar dapat diberikan digoksin dan diuretik untuk mengurangi gagal jantung, meski sering tidak menolong. Oprasi dilakukan pada masa bayi bila gejala beraat. Pada bayi prematur DAP dapat ditutup dengan obat anti prostaglandin, misalnya indometasin yang harus diberikan sedini mungkin (usia < 1 minggu).
4)
Penatalaksanaan
Berbagai resiko sepeti golongan pada DSV terjadi pada DAP, dengan demikian perawat bayi dan anak dengan DAP serupa dengan pada DSV (Maryunani, 2002).
Berbagai resiko sepeti golongan pada DSV terjadi pada DAP, dengan demikian perawat bayi dan anak dengan DAP serupa dengan pada DSV (Maryunani, 2002).
2.
Penyakit
Jantung Bawaan Non-Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Normal
Termasuk dalam golongan ini
adalah stenosis aorta, stenosis pulmonal, dan koarktasio aorta. Stenosis aorta
dan koarktasio aorta banyak dilaporkan pada orang kulit putih, namun jarang
pada orang Asia.
a. Stenosis Aorta
Terdapat tempat bentuk
stenosis aorta dengan tempatnya:
1) Stenosis
aorta valvular; ialah adanya penyempitan akibat penebalan katub aorta(kelainan
merupakan jenis yang terbanyak).
2) Stenosis aorta subvalvular; penyempitan pada jalan aliran keluar ventrikel kiri di bawah katup.
3) Stenosis aorta supravalvular; sama dengan koarktasio aorta desendens. Letak penyempitan di atas katup aorta
2) Stenosis aorta subvalvular; penyempitan pada jalan aliran keluar ventrikel kiri di bawah katup.
3) Stenosis aorta supravalvular; sama dengan koarktasio aorta desendens. Letak penyempitan di atas katup aorta
a)
Prognosis
Sebenarnya setnosis aorta cukup berbahaya untuk kehidupan anak karena dapat terjadi peninggian tekanan pada ventrikel kiri. Pada stenosis aorta sedang dan berat pasien dilarang ikut olahraga (mutlak) karena membahayakan kesehatannya. Pada stenosis aorta ringan olahraga boleh dilakukan.
Sebenarnya setnosis aorta cukup berbahaya untuk kehidupan anak karena dapat terjadi peninggian tekanan pada ventrikel kiri. Pada stenosis aorta sedang dan berat pasien dilarang ikut olahraga (mutlak) karena membahayakan kesehatannya. Pada stenosis aorta ringan olahraga boleh dilakukan.
b)
Gambaran klinis
Umumnya tanpa keluhan. Bila terdapat keluhan nyeri dada dan pusing merupakan tanda bahaya karena anak dapat meninggal mendadak (darah yang beredar menjadi kurang dan otak menderita kekurangan darah dan O2). Pada palpasi, impuls ventrikel kiri kuat di prekordium, teraba getaran bising pada fosa suprasternalis sepanjang pembuluh darah leher paling jelas di atas karotis. Dengan cara anak didudukkan tangan kiri si pemeriksaan dilingkarkan ke leher anak, jari telunjuk dan tangan meraba arteria karotis kiri. Pada auskultasi yang cermat biasanya dapat diidentifikasi sifat-sifat dan tingkat stenosis.
Umumnya tanpa keluhan. Bila terdapat keluhan nyeri dada dan pusing merupakan tanda bahaya karena anak dapat meninggal mendadak (darah yang beredar menjadi kurang dan otak menderita kekurangan darah dan O2). Pada palpasi, impuls ventrikel kiri kuat di prekordium, teraba getaran bising pada fosa suprasternalis sepanjang pembuluh darah leher paling jelas di atas karotis. Dengan cara anak didudukkan tangan kiri si pemeriksaan dilingkarkan ke leher anak, jari telunjuk dan tangan meraba arteria karotis kiri. Pada auskultasi yang cermat biasanya dapat diidentifikasi sifat-sifat dan tingkat stenosis.
c)
Penatalaksanaan medis
Karena katup aorta masih dalam pekembangan biasanya tindakan bedah tidak dilakukan kecuali jika terdapat perbedaan tekanan lebih 70 mm Hg antara ventrikel dan aorta.
Karena katup aorta masih dalam pekembangan biasanya tindakan bedah tidak dilakukan kecuali jika terdapat perbedaan tekanan lebih 70 mm Hg antara ventrikel dan aorta.
d)
Penatalaksanaan keperawatan
Jika telah diketahui bahwa anak menderita stenosis aorta orang tua harus selalu memperhatikan agar aktivitas anak tidak melebihi kemampuannya sesuai petunjuk dokter. Jika anak mengeluh pusing supaya segera istirahaat (berbaring). Jika anak mengeluh sering rasa nyeri di dada dan pusing supaya dibawa berobat walaupun belumwaktunya harus kontrol teratur ke dokter jantung anak pemeliharaan kesehatan perlu diperhatikan (orang tua harus diberitahu bahwa anak dapat meninggal mendadak jika ia menderita sakit di dada dan pusing).
Jika telah diketahui bahwa anak menderita stenosis aorta orang tua harus selalu memperhatikan agar aktivitas anak tidak melebihi kemampuannya sesuai petunjuk dokter. Jika anak mengeluh pusing supaya segera istirahaat (berbaring). Jika anak mengeluh sering rasa nyeri di dada dan pusing supaya dibawa berobat walaupun belumwaktunya harus kontrol teratur ke dokter jantung anak pemeliharaan kesehatan perlu diperhatikan (orang tua harus diberitahu bahwa anak dapat meninggal mendadak jika ia menderita sakit di dada dan pusing).
b. Stenosis pulmonas
Stenosis mungkin terdapat
di katup atau infundibulum. Stenosis katup (valvular) sering ditemukan tanpa
ada keluhan lain, sedangkan PS infundibular sering kombinasi dengan DSV.
a)
Gambaran klinis
Umumnya pasien berwajah bulat, tidak terdapat
gangguan pertambahan berat badan. Karena tanpa keluhan orang tua tidak
menduga bahwa anaknya menderita kelainan pada jantungnya. Pada palpasi
aktivitas ventrikel kanan teraba jelas pada perkordium, pada PS sedang dan
berat sering teraba getaran bising pada sela iga ketiga dan kedua kiri dan di
fosa suprasternalis. Dari auskultasi dapat diketahui secara terperinci sifat
dan derajat penyempitan bising sistolik pada SP bersifat ejeksi. Bergantung
pada beratnya sianosis, pucuk bising terdapat pada awal atau akhir fase
sistole. Pada SP ringan dan sedang sering terdengar klik sistolik yang pada
fase ekspirasi menjadi lebih jelas. Segera setelah klik maka bising dekresendo
mulai terdengar dan kemudian berakhir dengan penutupan katup pulmonal.
b)
Penatalaksanaan medis
Jika tekanan ventrikel
kanan 70 mm Hg, maka terdapat indikasi untuk operasi. Sekarang makin populer
pelebaran penyempitan SP dengan kateter balon, dan dilaporkan hasilnya baik.
c)
Penatalaksanaan keperawatan
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat harus diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula diberitahukan secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang menangani.
Kegiatan anak harus dibatasi sesuai dengan petunjuk dokter dan istirahat harus diperhatikan. Pada anak yang sudah mengerti hal tersebut perlu pula diberitahukan secara kontinu pasien harus datang konsultasi ke dokter jantung anak/dokter yang menangani.
c. Koartasia aorta
Koartasia aorta adalah
kelainan yang terjadi pada aorta berupa adanya penyempitan di dekat percabangan
arteria subklavia kiri dari arkus aorta dan pangkal duktus arteriosus Bottali.
a)
Gambaran klinis
Pada umumnya koarktasio aorta banyak ditemukan pada anak umur sekolah dan remaja, tetapi pada bayi bila menderita gagl jantung dalam umur 3 bulan pertama juga dapat disebabkan karena koarktasio aorta. Kelainan ini terutama terdapat pada anak dengan pembuluh darah kolateral kurang atau pada pasien dengan DAP. Pada umumnya tidak ada keluhan maka biasanya kelainan ini diketemukan secara kebetulan. Pada anak umur sekolah bila terdapat keluhan pusing dan kaki dingin merupakan pertanda adanya hipertensi bagian atas tubuh. Keluhan lain dapat berupa nyeri kepala yang hebat serta epistksis hilang timbul. Anak yang menderita koarktasio aorta mempunyai bentuk badan yang atletis dan umum terjadi pada anak pria.
Untuk menguatkan dugaan adanya koarktasio aorta selain dengan melihat gambaran femoralis dalam waktu bersamaan. Hasilnya arteria radialis lebih kuat dan arteia femoralis teraba lemah.
Pada auskultasi terdengar bising koartasio pada punggung yang merupakan bising obstruksi.
Pada umumnya koarktasio aorta banyak ditemukan pada anak umur sekolah dan remaja, tetapi pada bayi bila menderita gagl jantung dalam umur 3 bulan pertama juga dapat disebabkan karena koarktasio aorta. Kelainan ini terutama terdapat pada anak dengan pembuluh darah kolateral kurang atau pada pasien dengan DAP. Pada umumnya tidak ada keluhan maka biasanya kelainan ini diketemukan secara kebetulan. Pada anak umur sekolah bila terdapat keluhan pusing dan kaki dingin merupakan pertanda adanya hipertensi bagian atas tubuh. Keluhan lain dapat berupa nyeri kepala yang hebat serta epistksis hilang timbul. Anak yang menderita koarktasio aorta mempunyai bentuk badan yang atletis dan umum terjadi pada anak pria.
Untuk menguatkan dugaan adanya koarktasio aorta selain dengan melihat gambaran femoralis dalam waktu bersamaan. Hasilnya arteria radialis lebih kuat dan arteia femoralis teraba lemah.
Pada auskultasi terdengar bising koartasio pada punggung yang merupakan bising obstruksi.
b)
Penatalaksanaan medis
Untuk mencegah komplikasi biasanya dioperasi pada umur sekitar 6 tahun. Jika terdapat gejala hipertensi yang tinggi bagian tubuh atas atau gagal jantung dapat dilakukan operasi sebelum 6 tahun.
Untuk mencegah komplikasi biasanya dioperasi pada umur sekitar 6 tahun. Jika terdapat gejala hipertensi yang tinggi bagian tubuh atas atau gagal jantung dapat dilakukan operasi sebelum 6 tahun.
c)
Penatalaksanaan keperawatan
Masalah pasien yang utama adalah resiko terjadinya pendarahan bagian tubuh atas (daerah kepala) sehubungan dengan adanya penyempitan di beberapa tempat pada aorta. Walaupun resiko terjadi pendarahan. Tetapi karena pasien biasanya tanpa keluhan, atau keluhan baru timbul setelah berumur 20-30 tahun, maka bila diagnsis tealh diketahui orang tua atau pasien sendiri harus selalu waspada. Misalnya jika ada keluhan pusing yang hebat atau terjadi pendarahan hidung yang lama harus segera pergi ke dokter selain cara periodik kontrol di dokter jantung anak.
Masalah pasien yang utama adalah resiko terjadinya pendarahan bagian tubuh atas (daerah kepala) sehubungan dengan adanya penyempitan di beberapa tempat pada aorta. Walaupun resiko terjadi pendarahan. Tetapi karena pasien biasanya tanpa keluhan, atau keluhan baru timbul setelah berumur 20-30 tahun, maka bila diagnsis tealh diketahui orang tua atau pasien sendiri harus selalu waspada. Misalnya jika ada keluhan pusing yang hebat atau terjadi pendarahan hidung yang lama harus segera pergi ke dokter selain cara periodik kontrol di dokter jantung anak.
3. Penyakit Jantung Bawaan
Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Berkurang
Yang paling sering pada
golongan ini adalah tetralogi faliot. (TF). TF adalah kelainan jantung bawaan
dengan gejala sianosis yang timbul sejak bayi lahir, dan bertambah nyata jika
bayi menangis / menetek lama. Bila kelainan ringan sianosis baru timbul setelah
anak besar. Terdapat 4 kelainan pad TF yakni defek septum ventrikel, stenosis
pulmonalis, hipertrofi ventrikel kanan dan overrriding aorta.
a.
Gambaran klinis
Derajat stenosis pulmonal dan besarmya DSV menentukan gambarankliniknya. Pada stenosis pulmonal sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres.
Penderita TF yang berat dapat terjadi serangan sianotik berupa sianosis yang makin hebat disertai takipnea dan hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai penurunan kesadaran. Dapat disertai kejang-kejang bahkan berakibat fatal. Keadaan ini tidak diketahui sejak semula (bayi baru lahir), sering baru ditemukan setelah bayi dibawa berkonsultasi dengan keluhan bahwa jika bayi sedang minum atau menangis menjadi sianosis. Jika bayi menangis keras sianosis bertambah hebat, pucat kemudian jatuh pingsan. Atau anak yang sudah dapat berjalan sering tiba-tiba ia jongkok ketika sedang bermain atau sedang berjalan. Hal itu sebenarnya merupakan usaha tubuh untuk mngetasi kekurangan darah yang mengalir ke otak.
Derajat stenosis pulmonal dan besarmya DSV menentukan gambarankliniknya. Pada stenosis pulmonal sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres.
Penderita TF yang berat dapat terjadi serangan sianotik berupa sianosis yang makin hebat disertai takipnea dan hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai penurunan kesadaran. Dapat disertai kejang-kejang bahkan berakibat fatal. Keadaan ini tidak diketahui sejak semula (bayi baru lahir), sering baru ditemukan setelah bayi dibawa berkonsultasi dengan keluhan bahwa jika bayi sedang minum atau menangis menjadi sianosis. Jika bayi menangis keras sianosis bertambah hebat, pucat kemudian jatuh pingsan. Atau anak yang sudah dapat berjalan sering tiba-tiba ia jongkok ketika sedang bermain atau sedang berjalan. Hal itu sebenarnya merupakan usaha tubuh untuk mngetasi kekurangan darah yang mengalir ke otak.
Pada umumnya pasien TF mengalami gangguan
tumbuh kembang.Karena kelemahan tubuh atau disebut penurunan toleransi latihan
pasien mengalami kesukaran dalam makan/minum. Pada pasien TF diketemukan gigi
geligi sianotik, serta kondisinya buruk karena perkembangan emailnya buruk.
Selain gangguan pertumbuhan juga terjadi kelainan ortopedi berupa skoliosis
yang merupakan gejala patognomonik untuk pasien TF.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mengetahui adanya TF dan menentukan pengobatannya diperlukan pemeriksaan EKG, kateterisasi jantung dan angiografi. Dari kateterisasi jantung dapat diketahui derajat dan sifat stenosis pulmonas atau pirau kanan ke kiri. Dengan angiografi melihat secara anatomis ukuran overriding aorta, sifat stenosis pulmonas, besarnya ventrikel kiri dan kedudukan septum ventrikel.
Untuk mengetahui adanya TF dan menentukan pengobatannya diperlukan pemeriksaan EKG, kateterisasi jantung dan angiografi. Dari kateterisasi jantung dapat diketahui derajat dan sifat stenosis pulmonas atau pirau kanan ke kiri. Dengan angiografi melihat secara anatomis ukuran overriding aorta, sifat stenosis pulmonas, besarnya ventrikel kiri dan kedudukan septum ventrikel.
c. Penatalaksanaan
Medis
Pertolongan untuk pasien TF hanya dengan dioperasi. Jika TF dengan sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TF dengan sianosis berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TF yang sedang mendapat serangan anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee chest atau menungging dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2 melalui air minimal 2 L per menit.
Pertolongan untuk pasien TF hanya dengan dioperasi. Jika TF dengan sianosis ringan dapat dilakukan hanya dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TF dengan sianosis berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi dilakukan 2 tahap. Tahap ke-2 pada umur 3-5 tahun. Pasien TF yang sedang mendapat serangan anoksia harus ditolong dengan memberikan sikap knee chest atau menungging dengan kepala dimiringkan sambil diberikan O2 melalui air minimal 2 L per menit.
Diberikan juga suntikan
morfin dosis 1mg/kg BB secara subkutan. Bila perlu koreksi dehidrasi dan
asidosis metabolik. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan bakteremia seperti
mencabut gigi, sirkumsisi, kateterisasi urine harus dilindungi dengan
antibiotik 1 hari sebelum dan 3 hari setelahnya untuk mencegah endokarditis
bakterialis.
d. Penatalaksanaan
Keperawatan
Walaupun pasien Tf selalu tampak sianosis (hanya TF ringan tidak sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter memandang perlu. Oleh karena itu, orang tua pasien perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya. Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Walaupun pasien Tf selalu tampak sianosis (hanya TF ringan tidak sianosis) tetapi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali jika dokter memandang perlu. Oleh karena itu, orang tua pasien perlu diberikan petunjuk perawatan anaknya. Masalahnya pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya terjadi anoksia, kebutuhan nutrisi, risiko terjadi komplikasi, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
e.
Resiko terjadinya komlikasi
Adanya berbagai kelainan yang terdapat pada psien TF harus disadari bahwa infeksi dan komplikasi mudah terjadi karena daya tahan tubuhnya sangat rendah. Komplikasi yang sering ialah infeksi saluran napas, tetapi jua dehidrasi akibat sukarnya makan dan minum.
Adanya berbagai kelainan yang terdapat pada psien TF harus disadari bahwa infeksi dan komplikasi mudah terjadi karena daya tahan tubuhnya sangat rendah. Komplikasi yang sering ialah infeksi saluran napas, tetapi jua dehidrasi akibat sukarnya makan dan minum.
Untuk mengetahui cukup atau
tidaknya pemberian cairan pada pasien yang dirawat di rumah sakit setiap
memberikan minum atau makan misalnya susu, sari buah atau minum air putih dan
makanan lainnya harus dicatat perawatan den setiap hari dievaluasi. Bila tidak
dapat per oral mungkin perlu per sonde. Untuk menilai kecukupan gizinya pasien
ditimbang berat badannya 2 kali seminggu, tetapi bila perlu setiap hari atau 2
hari dengan pertimbangan dari catatan harian mengenai pemasukan makanan dan
cairan lainya. Jika pasien dipasang infus, tetasan harus diperhatikan agar tidak
terjadi kelebihan.
4.
Penyakit Jantung
Bawaan Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
Dengan golongan ini yang terbanyak adalah
transposisi arteri besar (TAB), atautransposition of the great arteries (TGA).
Kelainan berupa adanya pemindahan asal dari aorta dan arteri pulmonalis, aorta
keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Selain
kelainan asal aorta dan arteri pulmonalis pada TAB terdapat kelainan pada
jantung yang menyertai TAB seperti letak katup aorta, katup pulmonal dan
sebagainya. Pada PJB yang disebut komplet ialah adanya katup aorta di kanan
pada lengkung aorta ke kanan.
a. Gambaran klinis
TAB merupakan PJB yang sering membawa kematian pada masa bayi (80% meninggal pada masa bayi dan 5% pada masa prasekolah). Diduga penyebab kematian pada masa bayi karena TAB yang menyebabkan ialah terjadinya gagal jantung, terutama pada anak dengan aliran darah ke paru yang bertambah. Gejala khas pada pasien TAB ialah bayi lahir dalam keadaan sianosis, pucat kebiru-biruan yang disebut picasso blue. Sianosis merata ke seluruh tubuh kecuali jika resistensi vaskular paru sangat tinggi, bagian tubuh sebelah atas akan lebih sianotik daripada bagian bawah, venektasi jelas pada jari-jari.
Bayi dengan TAB pada
umumnya pada waktu lahir berat badan dan panjang badannya seperti anak normal.
Baru pada bulan ketiga terdapat kelambatan pertambahan berat badan dan panjang
badan serta perkembangan otot terganggu.
b.
Penatalaksanaan medis
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
Dengan operasi memungkinkan pasien TAB dapat bertahan hidup.
c.
Penatalaksanaan keperawatan
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara rumat.
Sama dengan pasien TF dan penyakit jantung lainnya. Bedanya tidak perlu tindakan memberikan sikap knee-chest karena sianosis selalu terdapat, maka O2 harus diberikan terus menerus secara rumat.
Dalam bangsal tersebut
watan pasien penyakit jantung perawat yang bertugas di ruang tersebut
diharapkan memahami kelainan yang diderita oleh setiap pasien sehingga dapat
menentukan tindakan sewaktu-waktu diperlukan. Selain itu juga mengetahui
bagaimana persiapan pasien untuk suatu tindakan seperti:
§
Membuka rekaman EKG, bila perlu dapat
membacanya.
§
Mengukur tekanan darah secara benar.
§
Mempersiapkan pasien untuk keteterisasi
jantung atau oprasi.
§
Mengambil darah untuk pemeriksaan gas darah
arteri.
Untuk membuat atau membaca
EKG diperlukan keterampilan tersendiri, oleh karena itu, perlu laihan dahulu
sampai dapat betul mengerjakan. Suatu hari sebelum kateterisasi bagian yang
akan dimaksudkan kateter pada lipat siku tangan kanan dan lipat paha kanan
dibersikan dengan air dan sabun, selanjutnya dikompres dengan alkohol 70%. Esok
harinya ssampai dibawa ke bagian laboratorium kateterisasi dikompres terus
dengan alkohol.
Malamharinya (sebelum
kateterisasi) pukul 20.00 diberi valium per oral 5-10 mg (sesuai instruksi) dan
pagi harinya pukul 05.00 diberi lagi valium dosis sama. Pukul 06.00 diperiksa
analisis gas darah arteri. Biasanya pagi (pukul 05.00) obat-obatan per oral
untuk hari itu diminnum sekalian minum terakhir untuk pagi itu dengan teh manis
satu gelas. Selanjutnya puasa sampai kateterisasi selesai. Infus dipasang
sebelum berangkat ke lab pada tangan atau kaki kiri.
d. Persiapan
kateterisasi jantun Pemeriksaan darah
·
Untuk darah besar, masa perdarahan, pembekuan
dan protombin(PPT)
·
Foto toraks (cor analisa)
·
Rekaman EKG
e. Perawatan
pascakateterisasi
Pengawasan tanda vital setiap 15 menit selama 2jam pertama; setiap 30 menit pada 2 jam kedua dan setiap jam pada2 jam ketiga. Selanjutnya, jika sewaktu-waktu anak telah sadar betul boleh diberi minum sedikit-sedikit, dan jika tidak muntah anak boleh makan. Adakalanya pasien mendapat sampai tinggi suhunya; jika terjadi demikian kompres dingin dan berikan banyak minum. Jika 1-2 hari tidak ada kelainan pasien di pulangkan.
Pengawasan tanda vital setiap 15 menit selama 2jam pertama; setiap 30 menit pada 2 jam kedua dan setiap jam pada2 jam ketiga. Selanjutnya, jika sewaktu-waktu anak telah sadar betul boleh diberi minum sedikit-sedikit, dan jika tidak muntah anak boleh makan. Adakalanya pasien mendapat sampai tinggi suhunya; jika terjadi demikian kompres dingin dan berikan banyak minum. Jika 1-2 hari tidak ada kelainan pasien di pulangkan.
f. Persiapan
sebelum operasi
Jika pasien telah ditentukan kapan operasi, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan lengkap dahulu. Pemeriksaan darah lengkap, masa pembekuan, masa perdarahan, PTT, elektrolit, fungsi hati, gula darah, HbsAG, asam urat, hapusan tenggorok, fototoraks,EKG, ekokardiografi.
Jika pasien telah ditentukan kapan operasi, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan lengkap dahulu. Pemeriksaan darah lengkap, masa pembekuan, masa perdarahan, PTT, elektrolit, fungsi hati, gula darah, HbsAG, asam urat, hapusan tenggorok, fototoraks,EKG, ekokardiografi.
Telah dikonsulkan kebagian
gigi/ mulut, THT dan bagian fisioterapi. Sehari sebelum operasi dilakukan
pembersihan tubuh ekstra dengan air dan sabun terutama bagian yang akan
dioperasi. Bila perlu dicukur, selanjtnya dikompres dengan alkohol. Mulai
tengah malam puasa, pukul 16.00 diberikan obat terakhir, pasang infus. Berikan
dorongan agar anak tidak takut dan anjurkan untuk berdoa (Maryunani. 2002).
8.Tindakan Bidan jika menemukan kasus PJB
. Prosedur
Pelaksanaan Rujukan Bayi
1.
Stabilisasi kondisi bayi pada saat
transportasi
Rujukan
berhasil apabila kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi baru lahir dapat
ditekan serendah-rendahnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut : Sebelum bayi dirujuk, diperlukan stabilisasi keadaan umum bayi dengan
tujuan agar kondisi bayi tidak bertambah berat dan meninggal di jalan.
Adakalanya stabilisasi lengkap tidak dimungkinkan akan tetapi perlu
diperhatikan bahwa merujuk bayi dalam keadaan tidak stabil membahayakan dan
tidak dianjurkan. Karena itu seharusnya dilakukan usaha stabilisasi semaksimal
mungkin sesuai dengan kewenangan dan kemampuan fasilitas.
Bayi
dinyatakan dalam keadaan stabil apabila suhu tubuh, tekanan darah, cairan tubuh
dan oksigenisasi cukup.
Beberapa
penanganan stabilisasi sebelum pengiriman sebagai berikut :
- Bayi
dengan dehidrasi harus diberi infus untuk memberikan cairan
- Bayi
dengan kejang-kejang perlu diberi pengobatan antikonvulsi terlebih dahulu agar
kondisi bayi tidak bertambah berat
- Bayi sesak
nafas dengan sianosis harus diberi oksigen
- Suhu tubuh
bayi dipertahankan agar tetap hangat dalam batasan normal (36,5-37,5 C) dengan
menggunakan termometer yang dapat membaca suhu rendah. Jika suhu bayi kurang
panas , sedangkan fasilitas inkubator tidak ada, bayi dapat digendong dengan
cara kangguru oleh ibu, ayah atau anggota keluarganya, atau bayi dibungkus
dengan selimut plastik, atau diantara selimut pembungkus bayi diletakkan
aluminium foil. Salah satu cara mempertahankan suhu tubuh bayi adalah dengan
Metode kangguru.
- Pemeriksaan
gula darah apabila memungkinkan dilakukan dengan dekstrostiks dan apabila
hasilnya menunjukkan hipoglikemi pemberian infus disesuaikan.
- Bayi yang
muntah-muntah atau kejang atau mengalami aspirasi sebaiknya dipasang selang
masuk ke dalam lambung (selang nasogastrik) untuk dekompresi.
- Jejas yang
terbuka seperti meningocele, gastroskikis, ditutup dengan kasa yang dibasahi
dengan cairan NaCl 0,9 % hangat.
Keadaan
usaha menstabilkan ini harus dipertahankan selama dalam perjalanan. Bila
keadaan bayi tidak stabil, tidak dianjurkan membawa bayi ke fasilitas rujukan
karena akan membahayakan jiwanya.
2.
Hubungan kerjasama antara petugas yang
merujuk dan petugas di tempat rujukan
Selama
bayi dalam perjalanan, petugas yang merujuk perlu menghubungi petugas di tempat
rujukan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi bayi. Hubungan tersebut
dapat melalui fasilitas komunikasi cepat yang tersedia di puskesmas atau
kecamatan, misalnya : radio komunikasi, telepon, kurir, dan sebagainya. Dengan
adanya informasi tersebut, petugas di tempat rujukan mempunyai cukup waktu
untuk menyiapkan segala kebutuhan, sehingga kasus rujukan langsung dapat
ditangani. Setiap tempat rujukan harus selalu siap siaga 24 jam untuk
menerima kasus rujukan.
Keluarga
atau petugas kesehatan yang mendampingi bayi harus menyerahkan surat/kartu
rujukan, melengkapi identitas dan keterangan mengenai penyakit serta melaporkan
kadaan penderita selama dalam perjalanan.
3.
Umpan balik rujukan dan tindak lanjut kasus
pascarujukan
Tempat
rujukan mengirim umpan balik mengenai keadaan bayi beserta anjuran tindak
lanjut paska rujukan terhadap bayi ke petugas yang merujuk
(puskesmas/polindes). Tindak lanjut paska rujukan bayi sakit dilaksanakan oleh
bidan di desa atau petugas daerah binaan pendekatan perawatan kesehatan
masyarakat.
4.
Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rujukan
Pemantauan
dan evaluasi pelaksanaan rujukan dilaksanakan oleh pengelola dari jenjang
administrasi yang lebih tinggi dengan menggunakan instrumen kuesioner.
Instrumen ini digunakan untuk menilai pelaksanaan rujukan di suatu wilayah Dati
II. Sasarannya adalah Tim Audit Maternal Perinatal di Dati II dari Dinas
Kesehatan dan Dokter Spesialis Kebidanan dan Spesialis Anak dari rumah sakit
rujukan yang melakukan pembahasan rujukan kasus bayi baru lahir dengan petugas
kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar yang merujuk kasus tersebut.
9.Pencegahan
·
Pemeriksaan
antenatal atau pemeriksaan saat kehamilan yang rutin sangat
diperlukan. Dengan kontrol kehamilan yang teratur, maka PJB dapat dihindari
atau dikenali secara dini.
·
Kenali
faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula
darah harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di
atas 40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan
genetikdown sindrom , penyakit
jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu hamil dengan faktor resiko meskipun
kecil kemungkinannya.
·
Pemeriksaan
antenatal juga dapat mendeteksi adanya PJB pada janin dengan
ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini sangat tergantung dengan saat
dilakukannya USG, beratnya kelainan jantung dan juga kemampuan dokter yang
melakukan ultrasonografi. Umumnya, PJB dapat terdeteksi pada saat USG dilakukan
pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan lebih dari 20 minggu. Apabila
terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung pada janin, maka penting untuk
dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal ekokardiografi. Dengan pemeriksaan
ini, gambaran jantung dapat dilihat dengan lebih teliti.
·
Pencegahan
dapat dilakukan pula
·
Skrining sebelum
merencanakan kehamilan. Skrining ini yang juga dikenal dengan skrining TORCH
adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil di negara maju,
namun di Indonesia skrining ini jarang
dilakukan oleh karena pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk
mencegah penyakit morbili (campak) dan rubella selama hamil.
·
Konsumsi
obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena
beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya. Penggunaan
obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang potensial bagi ibu
maupun janinnya. Penggunaan obat dan antibiotika saat hamil seharusnya
digunakan jika terdapat indikasi yang jelas. Prinsip utama pengobatan wanita
hamil dengan penyakit adalah dengan memikirkan pengobatan apakah yang tepat
jika wanita tersebut tidak dalam keadaan hamil. Biasanya terdapat berbagai
macam pilihan, dan untuk alasan inilah prinsip yang kedua adalah mengevaluasi
keamanan obat bagi ibu dan janinnya.
·
Hindari
paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang
pada masa kehamilan.
·
Hindari
paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau
anggota keluarga di sekitarnya.
·
Hindari
polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar tidak terhisap zat -
zat racun dari karbon dioksida.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan merupakan penyakit
struktural jantung dan pembuluh darah besar yang sudah terdapat sejak lahir.
Perlu diingatkan bahwa tidak semua penyakit jantung bawaan tersebut dapat
dideteksi segera setelah lahir.Penyakit ini ditemukan pada bayi dan anak-anak.
Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meniinggal pada waktu bayi.
Oleh
karena itu, penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada orang dewasa
menunjukkan bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah
mengalami tindakan operasi dini pada usia muda. Hal ini pulalah yang
menyebabkan perbedaan pola penyakit jantung bawaan pada anak dan pada orang
dewasaPenyebab penyakit bawaan jantung belum dapat di ketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor prenatal dan faktor
genetic.
B. Saran
Kami selaku penulis menyarankan kepada para
pembaca baik individu, keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar
kiranya dapat memperhatikan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi
ke arteri pulmonal yang bertekanan rendah.
DAFTAR PUSTAKA
American Healt Association. 2010. Congenital
heart desease.http://www.americanheart.org. diakses Tanggal: 1 Juli
2010.
Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus
dan asuhan keperawatan anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
British heart foundation. 2009. Beating
heart desease together.http://www.nhlbi.nih.gov. Diakses Tanggal: 1 Juli
2010.
Cyntiasari. 2010. Tentang penyakit
jantung bawaan. http://www.cyntiasari.com. Diakses Tanggal: 1 Juli
2010.
Febrian. 2009. Laporan tutorial blok
kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni
2010.
Irwanto. 2008. Penyakit jantung
bawaan. http://irwanto-fk04usk.blogspot.com.Diakses Tanggal: 1 Juli
2010
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan
Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.
2002. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan
Kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus. Jakarta: Trans info Media
Nelson, (2000), Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: EGC.
Ngustiyah. 2005. Perawatan anak Sakit
edisi 2. Jakarta: EGC.
Ontoseno, Teddy. 2007. Deteksi dini
penyakit jantung bawaan pada bayi untuk indikasi pembedahan. http://www.majalah-farmacia.com. Diakses tanggal: 7 Juni
2010.
Prawirohardjo sarwono,
1999. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Rahman, A.M & Teddy, O. 2009. Deteksi
dini penyakit jantung bawaan pada neonatus.http://www.google.co.id/url. Diakses tanggal : 7 Juni
2010.
http://stikesbp.blogspot.com/2013/06/penyakit-jantung-bawaan-pjb.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar