BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Neonatus adalah adalah bayi dari semenjak lahir hingga usia 28 hari dan
pada masa ini terjadi suatu periode adaptasi kehidupan intra uterus ke
kehidupan intra uterin. Bayi baru lahir adalah adalah bayi yang lahir dengan
umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000
gram.
Masalah-masalah yang terjadi pada bayi baru lahir yang
diakibatkan oleh tindakan-tindakan yang dilakukan pada saat persalinan
sangatlah beragam. Trauma akibat tindakan, cara persalinan atau gangguan
kelainan fisiologik persalinan yang sering kita sebut sebagai cedera atau
trauma lahir. Partus yang lama akan menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis.
Kebanyakan cedera lahir ini akan menghilang sendiri dengan perawatan yang baik
dan adekuat.
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran. Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran. Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
Salah satu trauma pada bayi baru lahir adalah trauma pada fleksus
brakhialis. Banyak factor yang mengakibatkan terjadinya trauma fleksus
brakhialis pada bayi baru lahir baik dari ibu maupun dari bayi sendiri. Adanya
trauma fleksus brakhialis ini menimbulkan kecemasan pada orangtua bayi, jadi
tenaga kesehatan harus mampu mengatasi kecemasan orangtua bayi dan memberikan
asuhan yang tepat pada bayi dengan trauma fleksus brakhialis.
Informasi
mengenai insiden brachial plexus injuries cukup sulit untuk
ditemukan.Sampai saat ini tidak ada data epidemiologi yang mencatat insiden brachial
plexus injury per setiap negara di seluruh dunia.Tetapi, menurut Office
of Rare Disease of National Institutes of Health, brachial plexus injury
termasuk dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya kurang dari 200.000
jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika Serikat.Sebagian besar
korbannya adalah pria muda yang berusia 15-25 tahun.Narakas menuliskan mengenai
rule of seven seventies.
Penelitian oleh
Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus injury di
Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000 kelahiran. Terdapat 3 macam obstetrical
brachial plexus injury: Erb’s palsy adalah yang paling sering terjadi,
insidennya sekitar 90% kasus, total plexus injury sebesar 9% kasus,
dan Klumpke’s palsy sebesar 1% kasus. Insiden ini semakin menurun
setiap tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder
dystocia memiliki resiko 100 kali lebih besar terjadinya obstetrical
brachial plexus injury, sedangkan forceps delivery memiliki
resiko 9 kali lebih besar, dan bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki
resiko 4 kali lebih besar untuk terjadinya cedera. Setidaknya 46% kejadian obstetrical
brachial plexus injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan
54%-nya tidak ditemukan adanya faktor resiko.
Pengobatan
cederaplexus brachialisada yang memerlukan operasi dan ada yang tidak,
disesuaikan dengan kasusnya.Terdapat berbagai macam tindakan operasi pada
cederaplexus brachialis, tergantung jenis cedera saraf yang
terjadi.Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang pembedahan,
tetapi trauma plexus brachialis seringkali masih menjadi masalah karena
membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama.
Secara
keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab tersering. Menurut Narakas,
dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya menyebabkan cedera plexus brachialis.
Sekalipun jarang terjadi, high injury pada plexus brachialis
seringkali menibulkan kecatatan bagi penderitanya.Referat ini membahas sebagian
kecil dari trauma ini mulai dari anatomi hingga pengobatan dan macam-macam
operasinya.
1.2.
Rumusan
Masalah
A.
Untuk mengetahui apakah pengertian brakial Palsi?
B.
Untuk mengetahui apakah
Jenis dari Brakial Palsi?
C.
Untuk mengetahui apakah penyebab Brakial Palsi?
D.
Untuk mengetahui apakah
gejala Brakial Palsi?
E.
Untuk mengetahui bagaimanacara
penanganan Brakial Palsi?
F.
Untuk mengetahui bagaimana
pencegahan Brakial Palsi?
G.
Untuk mengetahui bagaimana
penatalaksanaan Brakial Palsi?
1.3 Tujuan
Penulisan
A.
Para pembaca dapat
mengetahui apakah pengertian dari Brakial Palsi.
B.
Para pembaca dapat
mengetahui jenis dari Brakial Palsi.
C.
Para pembaca dapat
mengetahui penyebab dari Brakial Palsi.
D.
Para pembaca dapat
mengetahui gejala dari Brakial Palsi.
E.
Para pembaca dapat
mengetahui penanganan Brakial Palsi.
G.
Para pembaca dapat
mengetahui penatalaksanaan Brakial Palsi.
1.4 Metode Penulian
Dalam
penyusunan
makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan, dimana dalam pengumpulan
data yakni melalului penelitian dokumen, data diperoleh dari berbagai sumber
baik dari media cetak maupun elektronik atau internet.
1.5 Manfaat Penulisan
Diharapkan
para pembaca dan mahasisiwi kebidanan lebih dapat mengetahui tentang Brakial
Palsi sehingga bidan dapat mencegah terjadinya Brakial Palsi dan diharapkam
mampu menanagani bila menemukan kasus tersebut.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1. Pengertian Brakial Palsi
Fleksus brachialis adalah anyaman (latin : fleksus )
serat saraf yang berjalan dari tulang belakang C5-T1, kemudian melewati bagian
leher dan ketiak, dan akhirnya keseluruh lengan ( atas dan bawah ). Serabut
saraf akan didistribusikan kebeberapa bagian lengan. Jaringan saraf dibentuk
oleh cervical yang bersambuangan dengan dada dan tulang belakang urat dan
pengadaan di lengan dan bagian bahu.
Gambar 1. Brakial Palsi
2.2. Jenis dari Brakial Palsi
Jenis
Brakial Palsi yaitu :
1.
Paralisis
Erb-Duchene
Upper
radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy)adalah lengan berada
dalam posisi abduksi, putaran ke dalam, lengan bawah dalam pranasi, dan telapak
tangan ke dorsal. Pada trauma lahir Erb, perlu diperhatikan kemungkinan
terbukannya pula serabut saraf frenikus yang menginervasi otot diafragma.
Pada trauma
yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf,
fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberikesempatan
penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.Secara klinis
di samping gejala kelumpuhan Erb akan terlihat pula adanya sindrom gangguan
nafas.
Penanganan
pada kerusakan fleksus ini, antara lain meletakkan lengan atas dalam posisi
abduksi 900 dalam putaran
keluar, siku dalam fleksi 900 dengan supinasi lengan bawah dan
ekstensi pergelangan tangan, serta telapak tangan menghadap depan. Kerusakan
ini akan sembuh dalam waktu 3-6 bulan. Penanganan terhadap trauma pleksus
brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan
mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot
Upaya ini
dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 –
2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi
dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan
dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erg. Lengan yang sakit difiksasi dalam
posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
Gambar 2.Cedera plexus brachialis saat persalinan.
Gambar 3.Cedera persalinan yang menyebabkanErb’s palsy.
Sumber: Solomon L, Warwick DJ,
Selvadurai N. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. United of Kingdom:
Hodder Arnold; 2010.
2.
Lower Radicular Syndrome (Klumpke’s Palsy)
Kerusakan
cabang-cabang C8 – Th1 pleksus brakialis menyebabkan kelemahan lengan otot-otot
fleksus pergelangan, maka bayi tidak dapat mengepal.
Penyebabnya
adalah tarikan yang kuat daerah leher pada kelahiran bayi menyebabkan kerusakan
pada pleksus brakialis. Sering dijumpai pada letak sungsang atau pada letak
kepala bila terjadi distosia bahu.
Secara klinis
terlihat refleks pegang menjadi negatif, telapak tangan terkulai lemah,
sedangkan refleksi biseps dan radialis tetap positif. Jika serabut simpatis
ikut terkena, maka akan terlihat simdrom HORNER yang ditandai antara lain oleh
adanya gejala prosis, miosis, enoftalmus, dan hilangnya keringat di daerah
kepala dan muka homolateral dari trauma lahir tersebut.
Penatalaksanaan
trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak
tangan dan sendiri tangan yang sakit pada posisi netrak yang selanjutnya
diusahakan program latihan.
Gambar 4.Clawlike hand deformity pada Klumpke
palsy.
3.
Paralisis
Nervus Frenikus
Trauma lahir saraf frenikus terjadi akibat kerusakan serabut saraf C3, 4, 5
yang merupakan salah satu gugusan saraf dalam pleksus brakialis. Serabut saraf
frenikus berfungsi menginervasi otot diafragma, sehingga pada gangguan
radiologik, yang menunjukkan adanya elevasi diafragma yang sakit serta
pergeseran mediastinum dan jantung ke arah yang berlawanan.
Pada
pemeriksaan fluoroskopi, disamping terlihatdiafragma yang sakit lebih tinggi
dari yang sehat, terlihat pula gerakan paradoksimal atau seesawmovements pada
kedua hemidiafragma.
Gambaran yang
akan tampak adalah waktu inspirasi diafragma yang sehat bergerak ke bawah,
sedang diafragma yang sakit bergerak ke atas, gambaran sebaliknya tampak pada
waktu ekspirasi. Pada pemeriksaan fluoroskopi terlihat mediastinum bergeser ke
posisi normal pada waktu inspirasi.
Pengobatan
ditujukan untuk memperbaiki keadaan umum bayi. Bayi diletakkan miring ke bagian
yang sakit, disamping diberikan terapi O2. Pemberian cairan Intra Vena pada
hari-hari pertama dapat dipertimbangkan bila keadaan bayi kurang baik atau
dikhawatirkan terjadinya asidosis. Jika keadaan umum telah membaik, pemberian
minum per oral dapat dipertimbangkan.
Pada kasus
demikian perlu pengawasan cermat kemungkinan pneumonia hipostatik akibat
gangguan fungsi diafragma pada bagian yang sakit. Pemberian antibiotik sangat
dianjurkan bila gangguan pernafasan terlihat berat atau kelumpuhan saraf frenikus
bersifat bilateral, maka dapat dipertimbangkan penggunaan ventilator.
Penggunaan pacu elektrik diafragma dapat digunakan dianjurkan bila sarana
memungkinkan serta kontraksi otot diafragma cukup baik.
Tindakan bedah
dapat dilakukan bila saat nafas sangat berat atau sesak nafas bertambah berat
walaupun telah dilakukan pengobatan konservatif yang memadai. Walupun bayi
tidak menunjukkan gejala sesak berat tetapi pada pemeriksaan radiologi, 3 – 4
bulan kemudian fungsi hemidiafragma yang sakit tidak menunjukkan kemajuan yang
berarti, maka perlu dipikirkan terhadap kemungkinan tindakan bedah.
2.3. Penyebab
Brakial Palsi
Trauma
fleksus brakhialis pada bayi dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain:
1) Faktor bayi sendiri : makrosomia, presentasi ganda,
letak sunsang, distosia bahu, malpresentasi, bayi kurang bulan
2) Faktor ibu : ibu (panggul ibu yang sempit), umur
ibu yang sudah tua, adanya penyulit saat persalinan
3) faktor penolong persalinan : tarikan yang
berlebihan pada kepala dan leher saat menolong kelahiran bahu pada presentasi
kepala, tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong.
2.4. Tanda dan Gejala
Brakial Palsi
Tanda dan gejala trauma fleksus
brachialis antara lain :
a. gangguan
motorik pada lengan atas
b. paralisis
atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah
c. lengan atas
dalam keadaan ekstensi dan abduksi
d. jika anak
diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung
e. reflex moro
negative
f.
tangan tidak bisa menggenggam
g. reflex meraih dengan tangan tidak
ada
“Gejala-gejala
tersebut tergantung besar kecilnya kelumpuhan”
2.5. Cara
Penanganan Barakial Palsi
Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi
rujukan untuk membebat yang terkena dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan
tim pediatric. Penanganan
terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti
kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan cara :
1) Pada trauma yang ringan yang
hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal saraf, fiksasi hanya
dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan penyembuhan
yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi lengan yang lumpuh
dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat, siku fleksi 90 derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan
tangan dalam keadaan ekstensi
3) Beri penguat atau bidai selama 1
– 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara meletakkan tangan bayi yang lumpuh
disebelah kepalanya.
4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak
bisa ditangani.
Penatalaksanaan dengan bentuk
kuratif atau pengobatan.Pengobatan tergantung pada lokasi dan jenis cedera pada
pleksus brakialis dan mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan dalam
beberapa kasus, pembedahan.Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan
sendiri.Anak-anak dapat pulih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.
Prognosis juga tergantung pada
lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis menentukan prognosis.Untuk luka
avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi bedah
dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk cedera neuroma dan neurapraxia potensi
untuk pemulihan bervariasi.Kebanyakan pasien dengan cedera neurapraxia sembuh
secara spontan dengan kembali 90-100% fungsi.
Penanganan lesi pleksus brachialis efektif bila cepat
terdeteksi atau dimulai pada usia antara 3 sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama
untuk lesi pleksus brachialis yaitu :
1. latihan fisik melalui fisioterapi
(occupational therapy)
2. Penanganan bedah
Penanganan awal penderita lesi
plekus brachialis pada bayi lebih difokuskan pada mempertahankan pergerakan
seluruh sendi disamping terapi fisik sebagai antisipasi bila tidak terjadi
perbaikan spontan dari fungsi saraf.Perbaikan spontan terjadi pada umumnya pada
sebagian besar kasus dengan terapi fisik sebagai satu-satunya penanganan.Ada
atau tidaknya fungsi motorik pada 2 sampai 6 bulan pertama merupakan acuan
dibutuhkannya penanganan bedah. Graft bedah mikro untuk komponen utama pleksus
brachialis dapat dilakukan pada kasus-kasus avulsi akar saraf atau ruptur yang
tidak mengalami perbaikan.
Penanganan sekunder dapat dilakukan pada
pasien bayi sampai orang dewasa.Prosedur ini lebih umum dilakukan daripada
bedah mikro dan dapat juga dilakukan sebagai kelanjutan bedah mikro.Penanganan
bedah ini meliputi soft-tissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr.
Kumar Kadiyala).9
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu.Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu.Rehabilitasi sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6 minggu dan follow up setiap 3 bulan.
Peran bidan
(asuhan dan konseling keluarga)
a. Menjelaskan
kepada ibunya dan keluarganya tentang keadaan bayinya saat ini agar mengurangi
kecemasan ibu.
b. Menjelaskan
kepada ibu tentang penyebab, penanganan dan komplikasi yang mungkin ditimbulkan
dari bayi dengan fraktur brachialis.
c. Melakukan
kolaborasi dengan dokter untuk penanganan awal atau pengobatan trauma fleksus
brachialis.
d. Melakukan
penanganan awal untuk mencegah terjadinya komplikasi.
e. Mengajarkan
ibu tentang perawatan bayi dengan trauma fleksus brachialis.
f. Menganjuran
orang tua untuk sebisa mungkin menghindari menyentuh ekstremitas yang terkena
selama minggu pertama karena adanya rasa nyeri.
2.6.Pencegahan
1.
Mengarahkan ibubapa pesakit
agar berhati-hati menjaga anggota atas atau tangan yang kurang deria rasa
sensori (care of anaesthetic limb).
2.
ibubapa dinasihatkan agar
jangan mengangkat bayi dari bawah axilla.
3.
Ibubapa dinasihatkan agar
mengelakkan dari ‘mishandling’ ketika mendukung bayi, mandi atau makan.
4.
Ibubapa dinasihatkan agar
meletakkan gulungan kain/blanket untuk menyokong bahagian anggota atas yang
terlibat terutama ketika duduk atau berada di atas buaian.
5.
Ibubapa perlu melakukan
‘regular repositioning’ untuk mengelakkan dari pembentukan ‘torticollis’ atau
‘head flattening’.
2.7.Penatalaksanaan
Bayi Dengan Trauma Pada Fleksus Brakhialis
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti
kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan cara:
1) Pada
trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal
saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi
kesempatan penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi
lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 900, siku fleksi 900disertai
supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi
3) Beri
penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara
meletakkan tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.
4) Bedah
Regangan dan memar pada pleksus brakialis diamati selama 4 bulan, bila tidak ada perbaikan, pleksus harus dieksplor. Nerve transfer (neurotization) atau tendon transfer diperlukanbilaperbaikansarafgagal.
Regangan dan memar pada pleksus brakialis diamati selama 4 bulan, bila tidak ada perbaikan, pleksus harus dieksplor. Nerve transfer (neurotization) atau tendon transfer diperlukanbilaperbaikansarafgagal.
1.PembedahanPrimer
pembedahan dengan standart
microsurgery dengan tujuan memperbaiki injury pada plexus serta membantu
reinervasi. Teknik yang digunakan tergantung berat ringan lesi.
1)
Neurolysis : melepaskan constrictive scar tissue
disekitar saraf.
2)
Neuroma Excision : bila neuroma besar harus dieksisi dan
saraf dilekaktkan kembali dengan teknik end-to-end atau nerve grafts.
3)
Nerve Grafting: bila “gap” antara saraf
terlalu besar sehingga tidak mungkin dilakukan tarika. Saraf yang sering
dipakai adalah n suralis, n lateral dan medial anterbrachial cutaneous dan
cabang terminal sensoris pada n interosseus posterior.
4)
Intraplexual Neurotisation: menggunakan bagian dari root
yang masih melekat pada spinal cord sebagai donor untuk saraf yang avulsi.
2.
Pembedahan Sekunder
Tujuan untuk meningkatkan
seluruh fungsi extremitas yang terkena.Ini tergantung saraf yang
terkena.Prosedurnya berupa tendon transfer, pedicled muscle transfer, frre
muscle transfers, joint fusions dan rotational, wedge or sliding osteotomies.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Brakial Palsi adalah kelumpuhan pada
pleksus brakial.Fleksus brachialis
adalah anyaman (latin : fleksus ) serat saraf yang berjalan dari tulang
belakang C4-Th1, kemudian melewati bagian leher dan ketiak, dan akhirnya
keseluruh lengan ( atas dan bawah ). Serabut saraf akan didistribusikan
kebeberapa bagian lengan. Jaringan saraf dibentuk oleh cervical yang
bersambuangan dengan dada dan tulang belakang urat dan pengadaan di lengan dan
bagian bahu. Salah satu trauma pada bayi baru lahir
adalah trauma pada fleksus brakhialis. Banyak factor yang mengakibatkan
terjadinya trauma fleksus brakhialis pada bayi baru lahir baik dari ibu maupun
dari bayi sendiri. Adanya trauma fleksus brakhialis ini menimbulkan kecemasan
pada orangtua bayi.
3.2. Saran
Saran
untuk ibu yang anaknya menderita Brakial Palsi agar lebih memperhatikan anaknya
dalam tumbuh kembangnya dan untuk ibunya agar menjaga kesehatan tubuhnya agar
tidak stress dan cemas, dan saran untuk bidan agar dapat memberikan asuhan
tentang Brakial Palsi dengan cara menginformasikan kepada seorang ibu dengan
baik, agar kedepannya seorang ibu tidak mengalami Brakial Palsi lagi, dan
selanjutnya seorang ibu dapat memberikan asuhan yang tepat pada bayinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar